Caranya tertawa membuatku jatuh cinta.
Dan kemudian aku tergelincir semakin dalam, mencintai lelaki itu hingga hampir memujanya. Tetapi kusembunyikan semuanya di dalam hatiku. Karena aku tahu, aku tidak boleh.
Namanya Reno, laki-laki yang memenuhi seluruh kriteriaku dalam semua hal, calon suami idaman..... kekasih pujaaan. Sayangnya dia bukan kekasihku. Sama sekali bukan, dia adalah kakak kekasihku. Yah, sayangnya seperti kisah sial yang dialami oleh pasangan kekasih di cerita-cerita tragedi, kami terlambat jatuh cinta. Dia dan aku mungkin memang ditakdirkan saling menatap dari kejauhan dengan batin teriris dan nadi berdenyut menjerit. Reno dan aku tidak ditakdirkan bersatu.
"Jangan cemberut Kiran...nanti olesan fondationmu pecah di sekitar bibirmu." , mamaku yang duduk dengan asyik sambil mengamatiku di dandani oleh perias itu langsung berkomentar ketika melihat sudut bibirku mengerut tanpa sadar ketika membayangkan Reno.
Aku mencoba tersenyum meski senyum itu tak naik ke mataku. Kutatap bayangan wajahku di cermin, perias itu benar-benar ahli, aku didandaninya sedemikian rupa sehingga benar-benar cantik, alisku dibentuk melengkung ke atas dan feminim seperti alis para artis, begitupun riasan mataku yang mencolok berwarna emas dan cokelat dipadukan dengan buku mata palsu yang berat, tetapi tampilannya sepadan.
Aku benar-benar sudah siap untuk menjadi pengantin wanita hari ini.