Kalimat-kalimatmu
seindah hujan di pagi hari, sehalus ungkapan hati yang tak bertepi.
Dan hatiku
hanyalah setetes embun sisa hujan di malam hari, menggayutkan mimpi bisu,
menunggu matahari mengeringkannya.
Hanya.....Ragaku sendiri
bukan raga yang sama, dan cintaku sendiri bukan cinta yang mudah.
Akankah aku bisa
membuatmu bertahan.
Atau haruskah aku
memendam perih lagi,
Menatap punggungmu
yang berlalu dan kemudian pergi?
“Mungkin saya akan
menjelaskan tentang orangtuamu sebelumnya, Diandra.” Ibu Dewi tersenyum lembut,
meminta Diandra untuk bersabar, “Saya harap itu bisa membantumu menerima
semuanya nanti.”
Diandra hanya bisa
menganggukkan kepalanya menunggu, meskipun hatinya penasaran setengah mati.
“Tidak seperti anak-anak
lain kebanyakan di sini, sebenarnya kau cukup beruntung. Sebagian besar yang
ada di sini merupakan anak buangan, tidak bisa melacak asal usulnya lagi,
benar-benar tidak bisa menemukan asalnya. Tetapi aku bisa memastikan
asal-usulmu.” Ibu Dewi melanjutkan, “Orangtuamu sebenarnya sangat menyayangimu, mereka memang tidak kaya tetapi mereka
berusaha mencukupimu, itulah yang kutangkap dari petugas dinas sosial ketika
mengantarkan bayimu kemari, sayangnya umur mereka tidak panjang dan mereka
tidak punya sanak keluarga, sama-sama sebatang kara. Karena kejadian itu, para tetangga
menemui dinas sosial dan diputuskan untuk menitipkanmu di sini. ”
“Orang tua saya sudah
meninggal?” Diandra merasakan dadanya ditonjok keras-keras. Meskipun sudah
menduga hal ini sebagai kenyataan yang paling buruk, tetap saja informasi ini menghentak
batinnya.
“Ya Diandra, maafkan saya
harus menceritakan kenyataan ini kepadamu. Tetapi setidaknya kau bisa merunut
asal-usulmu, kau bukan anak buangan yang tidak jelas siapa asal usulnya. Mereka
mengalami kecelakaan dan meninggal, saat itu usiamu tiga bulan, dan kau selamat
dari kecelakaan itu.”