Sore ini ketika saya melangkah keluar kantor, berharap hujan sudah reda, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Saya hanya berdiri, menimbang-nimbang bagaimana caranya pulang tanpa kebasahan karena saya (dengan bodohnya) lupa membawa payung.
Saya bawa helm tapi nggak bawa motor. Saya berencana naik angkot, tapi dalam kondisi hujan deras begini, itu berarti saya harus merelakan diri kehujanan dalam perjalanan dari jalan besar sampai ke kost, atau mungkin saya harus berteduh menunggu hujan reda? Tapi sepertinya hujan ini tak akan reda dalam waktu dekat. Dan saya capek, ingin segera pulang.
Ketika saya masih berdiri kebingungan, Tiba-tiba sosok kecil itu, basah kuyup membawa payung yang besarnya dua kali ukuran badannya, mendekati,
"Payung teh ?", tatapannya penuh harap, badannya mengigil kebasahan, kedinginan.
Seketika itu juga saya mengambil keputusan, impulsif dan tanpa pikir panjang. Bocah ini tanpa sengaja membantu saya menentukan pilihan.
"Antar saya ke tempat taxi di depan ya",
Dia mengangguk, menyerahkan payung besar itu ke tangan saya. Matanya melirik helm yang saya bawa,
"Biar saya bawakan helmnya teh", bocah lelaki itu menawarkan malu-malu.
Saya tersenyum atas kebaikan hatinya, saya serahkan helm itu ke tangannya.
Ah, kamu kecil sekali nak, bahkan panjangnya tanganmu tak mampu melingkupi helm itu.
Saya rangkul pundaknya, berjalan bersamanya menembus hujan yang begitu lebat. Lalu ketika saya merengkuh pundak kecil yang sedikit gemetar, terbungkus kaos yang basah, sekali lagi saya terenyuh,
Pundakmu kurus sekali nak, mana bisa tulang terbungkus kulit yang begitu tipis ini menahan dingin, membawa-bawa payung berat di tengah hujan?
Bocah lelaki kecil itu bersikap seperti gentleman sejati, menyebrangkan saya, lalu menyetopkan taxi buat saya, bahkan kemudian (saya tersenyum) membukakan pintu taxi buat saya.
Saya beri dia uang, matanya berkilauan gembira. Tiba-tiba dia meraih tangan saya. Meletakkan di dahinya seperti sungkem, dengan penuh kesopanan dan ketulusan,
"Terimakasih ya teh", lalu dia menutupkan pintu taxi buat saya.
Dari dalam taxi saya mencuri pandang, punggungnya yang kecil tegap menembus hujan, membawa payung besar yang berukuran dua kali badannya. Dia kecil tapi tegar.
Saya sandarkan kepala ke kursi, memejamkan mata. Mencoba tidur sejenak dalam taxi yang gelap pekat.
Ah, jika semua bocah ojek payung sesopan dirimu nak. Saya tidak keberatan terjebak dalam hujan tanpa transportasi setiap hari.