Aku benci sekali perempuan itu. Perempuan tidak tahu sopan santun yang seenaknya saja menyentuhkan jemarinya di tubuh kekasihku. Suara perempuan yang aku benci itu begitu memekakkan telingaku, tidak ada merdu-merdunya sama sekali.
Seandainya saja aku punya kekuatan menyingkirkan perempuan itu, pasti akan aku lakukan tanpa pikir panjang. Tapi kekasihku sepertinya membutuhkan kehadiran perempuan yang aku benci itu, mungkin karena dia adalah rekan kerjanya, yang begitu genit menempel-nempel tanpa tahu malu.
Padahal aku sudah berusaha memberikan isyarat kepada kekasihku bahwa aku tidak menyukai keberadaan perempuan itu di rumah ini, tanpa hasil, karena kekasihku tampaknya tidak memahami isyaratku.
Seandainya saja aku punya kekuatan menyingkirkan perempuan itu, pasti akan aku lakukan tanpa pikir panjang. Tapi kekasihku sepertinya membutuhkan kehadiran perempuan yang aku benci itu, mungkin karena dia adalah rekan kerjanya, yang begitu genit menempel-nempel tanpa tahu malu.
Padahal aku sudah berusaha memberikan isyarat kepada kekasihku bahwa aku tidak menyukai keberadaan perempuan itu di rumah ini, tanpa hasil, karena kekasihku tampaknya tidak memahami isyaratku.
Perempuan yang aku benci itu mulai sering datang ke rumah ini sejak seminggu yang lalu. Meninggalkan jejaknya dimana-mana. Aku sampai harus menghindari sofa tempat dia duduk selama sehari penuh karena aroma parfumnya yang menempel di sana tak mau hilang.
Aku harus memaksakan diri mendengar suaranya yang dibuat-buat sok manja, penuh muslihat kepada kekasihku. Belum lagi aku harus menahankan pemandangan yang menarik kecemburuanku sampai ke ubun-ubun, ketika melihat kekasihku mulai menanggapi rayuan perempuan yang aku benci itu tanpa malu-malu di depanku. Tanpa mempedulikan perasaanku.
Aku harus memaksakan diri mendengar suaranya yang dibuat-buat sok manja, penuh muslihat kepada kekasihku. Belum lagi aku harus menahankan pemandangan yang menarik kecemburuanku sampai ke ubun-ubun, ketika melihat kekasihku mulai menanggapi rayuan perempuan yang aku benci itu tanpa malu-malu di depanku. Tanpa mempedulikan perasaanku.
Hari ini aku sudah siap sedia, biasanya jam-jam segini, ketika petang mulai menggayuti matahari, kekasihku pasti mengajak perempuan yang aku benci itu pulang untuk makan malam bersama.
Hari ini aku sudah siap sedia. Akan aku balaskan sakit hatiku selama ini kepada perempuan itu. Jadi ketika suara mobil memasuki garasi, aku sudah menunggu di dekat pintu dengan segenap kekuatan yang aku kumpulkan seharian ini,
Kurasuki pikiranku dengan berbagai kebencian yang kuharap bisa semakin mendorong kekuatanku. Kubayangkan betapa aku yang harus menunggu di rumah sampai kekasihku pulang, tanpa teman, kesepian, dan sendirian. Sedangkan perempuan itu asyik masyuk seharian menghabiskan waktunya bersama kekasihku.
Kubayangkan betapa sakitnya hatiku ketika kekasihku tiap malam selalu mengajak perempuan itu makan malam di meja makan kesayangan kami, lalu perempuan yang aku benci itu dengan seenaknya duduk di kursi yang biasanya kududuki saat menemani kekasihku menikmati hidangannya, menguasai kekasihku, membuatku diabaikan.
Hari ini aku sudah siap sedia. Akan aku balaskan sakit hatiku selama ini kepada perempuan itu. Jadi ketika suara mobil memasuki garasi, aku sudah menunggu di dekat pintu dengan segenap kekuatan yang aku kumpulkan seharian ini,
Kurasuki pikiranku dengan berbagai kebencian yang kuharap bisa semakin mendorong kekuatanku. Kubayangkan betapa aku yang harus menunggu di rumah sampai kekasihku pulang, tanpa teman, kesepian, dan sendirian. Sedangkan perempuan itu asyik masyuk seharian menghabiskan waktunya bersama kekasihku.
Kubayangkan betapa sakitnya hatiku ketika kekasihku tiap malam selalu mengajak perempuan itu makan malam di meja makan kesayangan kami, lalu perempuan yang aku benci itu dengan seenaknya duduk di kursi yang biasanya kududuki saat menemani kekasihku menikmati hidangannya, menguasai kekasihku, membuatku diabaikan.
Suara tak tok tak tok sepatu high heels perempuan yang kubenci itu terdengar semakin mendekat, aku bersiap. Sebentar lagi dia pasti akan melalui pintu ini, lalu berceracau dengan suara falsnya yang menyedihkan.
Tunggu saja, setelah ini dia pasti tak akan berani datang ke rumah ini lagi, ke rumahku yang dulunya sebelum dia mengacau adalah istanaku bersama kekasihku. Sedetik kemudian pintu dibuka, secepat aku menyerang perempuan itu, kucakar wajah mulus palsunya hasil perawatan salon. Perempuan yang aku benci itu menjerit-jerit kesakitan, dan aku tersenyum puas melihat darah membasahi kukuku. Biar rusak wajah cantik yang palsu itu ! biar kekasihku sadar betapa buruknya wajah asli perempuan yang kubenci itu tanpa embel-embel krim mahal dan make up tebal.
Tunggu saja, setelah ini dia pasti tak akan berani datang ke rumah ini lagi, ke rumahku yang dulunya sebelum dia mengacau adalah istanaku bersama kekasihku. Sedetik kemudian pintu dibuka, secepat aku menyerang perempuan itu, kucakar wajah mulus palsunya hasil perawatan salon. Perempuan yang aku benci itu menjerit-jerit kesakitan, dan aku tersenyum puas melihat darah membasahi kukuku. Biar rusak wajah cantik yang palsu itu ! biar kekasihku sadar betapa buruknya wajah asli perempuan yang kubenci itu tanpa embel-embel krim mahal dan make up tebal.
Tetapi kepuasanku tak berlangsung lama, kekasihku malahan membela perempuan itu, tubuhku didorongnya dengan kasar, terbanting hampir menabrak tembok, membuatku mengaduh kesakitan.
"Dasar kucing kampung gila !!! kenapa sih kau pelihara kucing kampung murahan ini terus-terusan???harusnya kau singkirkan dia sejak dulu !! ", jerit perempuan itu histeris sambil memegangi pipinya yang berdarah. Tak henti-hentinya berteriak dan mengaduh-aduh, sambil berusaha menendangku dengan sepatu high heelsnya yang jelek itu
Aku menghindar, dengan lincah naik ke atas ujung tangga, terdiam puas di pojok, menatap darah yang menetes-netes dari luka bekas cakaranku di pipi perempuan itu. Pasti rasanya sakit, tapi aku yakin tidak sesakit hatiku yang menahankan cemburu terus- menerus sejak kedatangan perempuan itu di rumah ini.
*terinspirasi lagu dari Tulus yang berjudul Sewindu yang secara random sering kudengarkan bersama suamiku dari radio ketika kami dalam perjalanan*
Ada disaat-saat aku membayangkan kehadirannya di dunia ini dalam takdir yg lain hingga aku memohon kepada Tuhan tiada henti siang dan malam, kenapa tak kau jadikan kami bersama saling mencintai.
BalasHapusTapi ah...Tuhan mungkin takkan mendengarkan hamba sepertiku. Akhirnya aku hanya bisa berpasrah, bisa melihatnyapun walau sembunyi-sembunyi setiap hari sudah memberikan segurat wajah bahagia penuh senyum untukku.
Pernah suatu hari, aku sudah tak tahan untuk mengungkapkan betapa aku mencintainya. Oke, aku ngerti perjalanan cintanya sedang dalam ujian, laki-laki yang dicintainya tak lagi memperhatikannya seperti dulu. Aku seperti mencari celah dalam hubungannya, tapi hei... memang itu maksudku.
Perlahan aku mendekatinya dari belakang, kutahan hasrat untuk memeluknya, akhirnya setelah sinyal yg aku berikan dan ia melihatku. Disaat tatapan kami bertemu, oh betapa ia tak menyadari begitu cantiknya dia, walaupun dengan kebencian di matanya yg begitu sangat kepadaku, ia tetap memesona. Kalau saja aku tak keburu panik dan gugup, aku bisa saja menatapnya sepanjang hari, tapi aku memilih memunggunginya dan berlari.
Aku mencintainya Tuhan...demi langit aku mencintainya. Hanya itu yang terus aku yakini.
Hingga suatu petang terjadi keributan itu, aku melihat dari kejauhan, oh kurang ajar....beraninya laki-laki itu menyentuhkan tangannya dengan kasar di wanitaku, takkan kumaafkan walau sedetik, termasuk wanita itu yg merusak hubungan cinta wanitaku dengan laki-laki itu. Meski sedikit kelegaan kurasakan karena kulihat wanitaku sempat mencakar pipi wanita itu. Hahaha puas!!! jeritku dalam hati.
Tapi itu semua belum cukup cinta, aku tahu betapa kau tersakiti, dan aku akan membantu membalaskan semua.
Dengan hati-hati aku keluar dari lubang persembunyianku tanpa mencicit seperti yang biasa aku lakukan saat sedang bersemangat, kemudian kupanjat meja makan laki-laki itu yang sudah menyeruak wangi masakan cepat saji.
Kau tahu sayang....betapa mematikannya air seniku?
Kukencingi saja makanan mereka berdua sampai puas, dan segera kembali ke lubangku.
"Sakitmu akan terbalaskan sayang, lihat saja nanti" pikirku dengan seulas senyum diantara kumisku.
hihihihihi *ketawa sambil guling-guling*
BalasHapushebaaaatttt cintaku, kuacungkan 11 jempol karena kau berhasil memenangkan tantangan ini dengan gemilang :)
duh geli terus membayangkan "seulas senyum di antara kumis"
ikutan nyengir mikirin kata "seulas senyum di antara kumis" hihihihihi
Hapusxixixi... makanya cherry aku terjebak sama critanya mas irawan hahaha...
Hapusaku bikin cerita kalo aku kucing
eh ternyata dia berhasil menceritakan dr sudut pandang si tikus hhihihi
tapi sumpah lucu deh mba... hihihihihi
Hapuskalo aku sama dede saira ada di situ, sudah kita semprot deh tuh tikus... *ups....
hihihihihi
xixixixi jangaaan kasihan itu tikus masak jatuh cinta ama kucing hihihi
Hapusapalagi kalo kita melihat seulas senyum di antara kumisnya, pasti kita ga tega hihihi
hihihihi emang tikusnya berarti yang ga tau diri, hehehehehe
Hapus*lirik2 takut ada jelemaan tikus si om* nah loh (?)
hihihihihihihi
awas mba, tikusnya jangan di kasih susu n bubur, nanti nempel di kumisnya.... hihihihi >_<
aiiihhh kenapa kau ingatkan?? aku ga mau membayangkannya hihihihi
Hapus:D
ahhhh mba ga tau gimana lucunya sih kalo si tikus itu ternyata kumisnya super tebel, dan menetes2 dari situ sisa susu dan bubur yang mba kasih tadi pagi... hihihihi
Hapus*menelan ludah susah payah*
astaga cepet lupa dong!!!!
*getok2 kepala sendiri biar cepet lupa sama kata2ku tadi* hihihi
Cheryyy ya ampun nakalnya ini anak malah diperjelas huhuhuhuhu
Hapus*ikut bantuin getok kepala chery* hihihi
aku juga ga sadar mbaaa....
Hapusbner2 menakutkan tuh tetesan lengket di kumis si tikusnya...
*pingsan ga mau bangun*
xixixxixi.... ternyata si 'aku'-ny ini kucing toh... hadowwwhhh cemburu ama manusia... (???)
BalasHapusbut keren tulisannya... seolah puisi mendekati prosa (atow mang prosa?). mantap
salam sukses dan terus semangat menulis y sob...
hehehe iyaaa ingin mengambil sudut pandang yan tidak biasa
Hapusmakasih ya pujian dan dorongan semangatnyaa
makasih juga puisi anak cantik udah dimuat di blog sehebat jejak puisi :)
tetap menulis dan berkreasi :D
Serem ya kalo kita menjadi sosok si perempuan...
BalasHapusJangan sampe deh..
iya faril... ngeri, dicakar kucing hehehe
Hapus:D
lebih ngeri dicakar hatinya daripada dicakar pipinya..
Hapushehehe
Hapussetuju faril
karena apapun yang berhubungan dengan hati,
selalu lebih terasa sakitnya :)
Kucing? (sambil nyengir)
BalasHapushahaha :)
Hapusiya kucing posesif :D
Hihi :3 baguuuusss~~~
BalasHapusLove you mbaaaakkk~~ keep writing^^
Hehehe cerpen ringan selingan yah biar bisa senyum2 habis baca :D
BalasHapusIyaaaa janji, keep reading yaaah :D