“Gue bingung menghadapi Dania “, Tanza menekuk lututnya dan memeluknya. Disebelahnya, Verna yang sedang mengetik baris-demi baris kalimat dikomputernya mengernyit,
“Kenapa bingung ?, bukannya selama ini kalian baik-baik
saja ?”
“Yah, kita baik-baik saja…. Terlalu baik-baik malahan,
segalanya terasa terlalu sempurna hingga Gue ngerasa aneh.
Verna mengangkat kacamatanya dan menaikkannnya di kepala,
lalu menatap Tanza lekat-lekat,
“Yah… dasar aneh…. Dikasih ga sempurna manyun, giliran
dikasih sempurna ngeluh juga”, mata Verna menatap Tanza lekat-lekat, “ Denger
ya Za, Dania itu gadis baek, pasangan yang sempurna buat lo….. kalian memang
diciptakan buat bersama”, dengan santai Verna memutar kursinya dan menatap
layar monitor, berkonsentrasi sebentar, mencari baris-baris yang
ditinggalkannya, lalu mulai asyik mengetik lagi.
“Lo ngetik apaan sih ? asyik banget dari tadi sampe gue
dicuekin”,
“Gue ngetik tentang hujan”
Tanza mengernyit,
“Hujan ? itu tulisan terbaru lo ? memang apa yang bisa
ditulis tentang hujan ?”
“Banyak”, Verna mulai berkonsentrasi menulis dan tidak
memperhatikan perkataan sahabatnya.
“Verna !! gue jauh-jauh kesini bukan Cuma buat dicuekin
ama lo “
Verna menarik napas, seolah harus menahan kesabaran
menghadapi Tanza, lalu meninggalkan tulisannya lagi , memutar kursinya lagi dan
menatap Tanza dalam-dalam,
“Gue tau lo kesini buat curhat, tentang Dania. Gue udah
kasih solusi, tapi lo masih aja bingung, ga salah kan kalo gue balik nulis
lagi, lebih asyik tau !”
“Lo belum ngasih solusi”, Tanza memberengut.
Verna mengangkat bahunya,
“Gue nasehatin lo buat bersyukur dan menjalani apa
adanya, lo harusnya sadar betapa beruntungnya lo “
Tanza mulai terkekeh,
“Dibanding lo ya ?”, gumamnya geli
“Kurang ajarrrr “, Verna pura-pura marah dan melemparkan
boneka kodok di meja samping komputernya ke arah Tanza yang langsung
menangkisnya sambil tertawa.
“Hey jangan salahin gue dong ! Lagian napa sih lo sibuk
banget ama tulisan-tulisan lo ini, sekali waktu cari pacar lagi sono, bukannya
makin tenggelam dalam dunia khayalan “
“Gue udah pernah nyoba cari pacar sekali, dan hasilnya
menyakitkan. Gue nggak mau lagi”
Suasana penuh canda itu langsung berubah hening. Tanza
terdiam, ragu,
“Lo…. Lo masih nginget si Bayu ?”
“Jangan sebut nama dia lagi di muka gue”,
‘Tapi lo ga boleh terus-terusan melarikan diri dan
menjauh dari cinta cuma gara-gara Bayu”, Tanza terus mengejar, dia nggak rela
kalau topik sensitif ini dialihkan seperti biasa. Verna selalu menghindari
pembicaraan tentang Bayu, tapi Tanza mulai cemas karena Verna seperti
kehilangan semangat lagi buat menemukan cinta.
“Lo cuma ada di posisi yang salah dengan orang yang salah
waktu itu Ver, jangan menghakimi diri lo sendiri”,
Verna menggelengkan kepalanya, wajahnya tampak sedih,
“Nggak, gue yang salah, gue jahat “
‘Ver ! itu semua bukan Cuma kesalahan lo, Bayu juga ikut
andil, jangan mencoba menanggungnya sendirian “,
“Tapi waktu itu gue seharusnya berhenti selagi bisa
berhenti, tapi gue terlalu egois, gue terlalu cinta sama Bayu sampai nggak
peduli sama hal lain”
“Bayu juga begitu kan ? itu kesalahan kalian berdua,
seharusnya kalian berdua yang menanggungnya, kenapa sekarang lo terpuruk di
sini sedangkan Bayu berbahagia sama tunangannya”
Sudut-sudut mata Verna dipenuhi air mata,
“Dia nggak bahagia Za”, dengan sedih Verna mengusap air
matanya yang mulai mengalir turun, “Kalo dia bahagia, gue mungkin akan bisa
dengan mudah melupakannya, tapi dia nggak bahagia Za, gue ga sengaja ketemu dia
seminggu lalu, dia nangis Za”
“Tapi itu pilihan yang Bayu ambil, dia harus bertanggung
jawab atas pilihannya”, Tanza masih bersikeras. Dia nggak rela air mata Verna,
air mata sahabatnya yang sangat berharga ini selalu dicurahkan untuk sosok
seperti Bayu.
“Gue yang salah, gue yang menempatkan Bayu pada posisi
sulit…. Seharusnya gue nggak pernah muncul, seharusnya gue nggak pernah ada
dalam hidup Bayu”
“Verna, lo itu berharga. Lo harus terima kalo kisah lo
sama Bayu itu Cuma masa lalu. Lo nggak bisa stagnan diem disini terus sementara
dunia terus berputar, lo harus lanjutin hidup lo, gue percaya di depan sana ada
seseorang yang bisa lo temuin, seseorang yang lebih baik dari Bayu”,
Verna tersenyum sedih mendengar nasehat Tanza,
“Makasih ya Za, lo memang selalu bisa bikin gue kuat”
***
Dulu gue selalu suka kalo hujan turun. Gue suka menyentuh aliran air yang dihempaskan dari atas itu dengan tangan gue. Gue suka masuk ke tengah derasnya hujan, ngebiarkan diri gue basah kuyub dari ujung kaki sampe ujung kepala. Gue cinta hujan, entah kenapa hujan selalu bisa bikin gue bahagia.
Verna merenung, jari-jarinya berhenti di atas keyboard,
lalu menghela napas, dan mengetik lagi.
Banyak kejadian menyenangkan yang gue alami di saat hujan.
Tentu saja banyak juga kejadian menyebalkan karena hujan, but it doesn't
matter, gue terlalu bahagia saat hujan turun hingga gue bahkan nggak nyadar
kalo kejadian itu masuk kategori menyebalkan. Tapi sekarang, entah kenapa
setiap melihat hujan, gue jadi ingin menangis....
Verna berhenti mengetik ketika mendengar gemuruh guntur
di kejauhan, dia meninggalkan komputernya, berdiri dan melangkah ke jendela.
Langit sudah mulai hitam pekat dan rintik hujan sudah mulai turun, makin lama
makin deras, makin keras hingga pemandangan di depannya hanyalah garis-garis
putih yang menghujam horisontal ke tanah.
Bahagiakah ia ?
Verna mendesah, berusaha mencari bahagia yang selalu bisa
dia temukan ketika melihat hujan, tetapi bahagianya tidak ada.
Kesedihan yang dalam menghujam hatinya, ketika dia
memutuskan pergi dari Bayu, ketika itulah seluruh kebahagiaannya terbawa pergi.
Verna teringat saat-saat bahagianya bersama Bayu yang
selalu terjadi di saat hujan, betapa bahagiannya mereka saat itu. Mencoba
menipu diri bahwa kebahagiaan ini akan berlangsung selamanya.
"Gue kan uda bilang mending bawa mobil aja kalo
mendung gini, sekarang liat nih hasil ide lo", Bayu sedikit berteriak,
mengalahkan derasnya hujan yang menghujam mereka,
Sementara Verna yang berada di boncengan motor tertawa
terbahak-bahak, bahagia,
"Memang ini maksud ide gue tadi, gue nunggu kita
kehujanan ! ", dengan manja dia memeluk punggung Bayu, "Lagipula lo
kan laki-laki kuat, masak sama aer aja kalah ?"
Bayu ikut tertawa lalu tangan kirinya lepas dari pegangan
motor dan menggenggam tangan Verna yang memeluk pinggangnya,
"Dasar aneh !", serunya masih dalam tawa,
"Gue ga tau napa gue mau-mau aja nurutin permintaan lo, hujan-hujanan
kayak gini sementara ada jas hujan di bagasi motor"
"Karna lo cinta ama gue ?", Verna berbisik,
pelan ditengah derasnya suara hujan, tapi Bayu mendengarnya, dan tersenyum
lembut,
"Karna gue cinta banget ama lo Ver"
Dalam senyum, ditengah derasnya hujan, Verna semakin erat
memeluk punggung Bayu.
Mereka sampai di rumah hampir satu jam kemudian, dalam
kondisi basah kuyub dan mengigil kedinginan.
Ketika Bayu memarkir motor Verna di depan rumah, sosok
perempuan mungil itu menghambur dari dalam rumah, membawa handuk,
"Ya ampun, dasar kalian berdua ini !, Bayu juga
gitu, kenapa lo mau-mau aja ngikutin kemauan Verna pergi naek motor dia ",
Nadia menyerahkan satu handuk kepada Verna, lalu menggunakan handuk yang
satunya untuk mengusap rambut Bayu, dia sedikit berjinjit dan Bayu sedikit
menunduk.
Verna menatap kakak kembarnya yang tak henti-hentinya
mengomeli mereka, tetapi tetap dengan senyum di bibirnya, senyum perempuan yang
sedang jatuh cinta.
Dengan lembut Verna berganti-ganti menatap Bayu dan
Nadia. Sungguh pasangan serasi. Bayu yang tinggi dan tampan, dengan Nadia yang
feminim dan luar biasa cantik.
Luar biasa cantik ? Verna mengernyit, kalau Nadia luar
biasa cantik, seharusnya dia juga dong, kan mereka saudara kembar ? Tanpa sadar
Verna tertawa sendirian. Tentu saja, mereka memang kembar, tapi entah kenapa
aura 'Luar biasa cantik itu tidak pernah muncul dalam diri Verna. Wajah mereka
sama, tapi mereka berdua bertolak belakang satu sama lain baik dalam sikap
maupun penampilan,
"Verna, jangan berdiri saja di situ, ayo masuk,
ganti baju dulu, gue bikinin kopi buat kalian berdua"
Tergeragap dari lamunan, Verna melangkah mengikuti Bayu
dan Nadia masuk ke dalam rumah.
Beberapa saat kemudian ketika sudah ganti pakaian kering,
Verna menuju ke ruang keluarga, Bayu sudah ada di sana menonton TV sedang Nadia
nggak kelihatan,
Berdiri di pinggir karpet menatap Bayu, Verna terbahak
sedang Bayu merengut,
"Diem lo", gumam Bayu sambil melempar bantal ke
arah Verna, tapi seringai geli juga tampak di wajahnya.
Verna menutup mulutnya agar nggak tertawa,
"Lo... Lo pake baju bokap ya ?", tawa masih terdengar
dalam suara Verna, matanya menelusuri Bayu yang memakai training hitam dan kaos
putih milik ayahnya yang agak kebesaran.
"Salah siapa coba ?", Bayu merengut, "Gue
ga nyangka bakalan di jebak penyihir kecil buat nganter dia pake motor, padahal
gue bawa mobil, lalu diterjunkan ke tengah hujan deras dan parahnya ga boleh
pake jas hujan, padahal jas hujannya ada di bagasi", Bayu melambaikan
tangan mengajak Verna duduk di sebelahnya, "Gue ga bawa baju ganti"
Verna terkekeh, lalu duduk di sebelah Bayu di sofa
matanya menatap sekeliling,
"Nadia di mana ?"
"Bikin kopi, bentar lagi juga dateng"
Dan benar, Nadia datang beberapa saat kemudian membawa
nampan berisi kopi, Bayu langsung berdiri dan meraih nampan itu dari tangan
Nadia,
"Berat tau, harusnya lo teriak aja dari dapur, biar
gue yang bawain"
Nadia hanya tersenyum lembut menatap Bayu.
Setelah meletakkan kopi di meja, Bayu duduk lagi di sofa,
agak jauh dari Verna dengan Nadia bergelung dalam pelukannya, mereka diam
menonton TV sedangkan hujan masih turun dengan derasnya di luar.
Verna menatap tangan Bayu yang merengkuh pundak Nadia
lalu mengalihkan pandangannya, dingin, Verna memeluk dirinya sendiri, lalu
matanya mengarah pada hujan deras yang tampak dari jendela,
Apa sebenarnya mau lo Verna ? Hati nuraninya menderanya,
Tega-teganya lo berselingkuh ama pacar kakak kembar lo sendiri. Kalau sekarang
lo harus menanggung kepedihan melihat kemesraan mereka, itulah hukuman buat lo
"Verna ", suara Nadia menggugah Verna dari
lamunannya, dia tergeragap dan menatap ke arah pasangan itu. Bayu tampak cemas
menatapnya dari atas kepala Nadia.
"Kok lo malah ngelamun ? Hayoo diminum dulu
kopinya", Nadia melepaskan diri dari pelukan Bayu dan mengambil secangkir
kopi di meja, menyerahkannya kepada Bayu yang langsung menerimanya tanpa
bertanya.
Dengan patuh, Verna mengambil kopi dan meminumnya,
mengernyit sedikit karena rasanya begitu manis,
"Tadi papa nanyain lo, Yu", Nadia memulai
percakapan, menyandarkan lagi di lengan Bayu,
"Hmm... Kenapa ?", Bayu masih berkonsentrasi
menyesap kopinya.
"Tentang rencana pertunangan itu, gue udah bilang ke
papa kalo kita berencana bertunangan segera setelah gue wisuda, tapi tadi papa
bilang, napa ga sekarang aja toh kita udah pacaran lama and keluarga udah kenal
deket"
Verna dan Bayu tersedak kopi bersamaan. Nadia langsung
tertawa geli melihatnya,
"Kalian ini yaa... Bisa-bisanya barengan gitu,
hati-hati dong !"
Verna mencoba tersenyum dan langsung memalingkan muka,
berpura-pura menatap televisi, sedangkan Bayu meletakkan kopinya sambil menatap
agak resah ke Nadia,
"Yah... Kita tunggu hasil pembicaan sama bokap lo
ya", gumamnya ahkirnya.
Nadia tertawa,
"Ya, gue udah nggak sabar pingin tunangan ama lo
Bayu, gue udah ga sabar make cincin lo"
Perkataaan yang menusuk hati Verna dan membuat hati Bayu
terasa sakit. Ironisnya Nadia sama sekali tidak menyadarinya.
***
"Kita harus mengahkiri ini semua", Verna
memutuskan, waktu itu rumah sepi. Kedua orang tuanya masih di kantor dan Nadia
masih ada tugas kuliah sampai malam.
Bayu berdiri di depannya, tampak letih masih mengenakan
pakaian kerjanya.
"Itu masalahnya, gue nggak bisa Ver, gue cintanya
sama lo, bukan Nadia"
"Tapi lo udah jadi kekasih Nadia, lo udah cinta sama
dia duluan sebelum gue, gue cuma pengganggu yang datang belakangan, menurut
gue, kalo lo ga ketemu gue, lo sekarang pasti masih cinta ama Nadia. Dan gue
sayang Nadia Yu, dia sodara kembar gue, kalo dia sakit gue juga sakit, gue ga
bisa ngelanjutin kesalahan ini", Verna membalikkan tubuh membelakangi Bayu
menatap ke jendela.
Bayu mengacak rambutnya, sedih,
"Setiap hari dalam hidup gue, gue selalu menyalahkan
waktu, Kenapa ? Kenapa waktu terlambat mempertemukan kita ? Kenapa gue nggak
ketemu lo lebih cepat ? Sebelum gue jadi milik siapa-siapa? Sebelum gue jadi
milik Nadia ?",
Verna memejamkan matanya,
"Itu takdir Yu. Mungkin gue emang ga berujung ama
lo. Gue juga salah, waktu itu ketika gue ngerasa perasaan yang berbeda ama lo,
harusnya gue tahan kuat-kuat perasaan itu. Lo milik orang, milik kakak kembar
gue. Tapi gue cuma manusia biasa, gue ga kuat nahan perasaan ini, gue.... Lo
satu-satunya yang bikin gue ngerasa nyaman.."
"Verna", Bayu berbisik lembut, berdiri mendekat
di belakang Verna dan merengkuh pundaknya dari belakang. Sama-sama menatap
hujan yang turun deras di balik jendela.
"Gue akan cari jalan supaya pertunangan itu
ditunda"
"Buat apa ?", Verna merasakan air mata di sudut
matanya, "toh kita akan jalan di tempat lagi. Gue ga mau sembunyi-sembunyi
di belakang Nadia lagi, perasaan bersalah ini semakin memuncak seiring dengan
berjalannya waktu, gue nggak kuat lagi Yu",
"Gue akan bilang semuanya sama Nadia", gumam
Bayu kemudian. Mantap.
"Jangan !!", Verna menjerit penuh air mata,
membalikkan tubuhnya menatap Bayu, "Lo gila apa ?? Nadia akan sangat
sakit, gue ga mau dia sakit !! Gue ga mau dia sedih !!"
"Tapi sekarang lo yang sakit Ver !! Lo yang sedih !!
Gue ga tahan ngeliatnya", Bayu meraih dagu Verna mendongakkan wajahnya,
"Gue cinta sama Lo Ver, cuma lo yang gue cintai"
Verna tersenyum sedih,
"Gue tetep pada keputusan gue, kita harus ahkiri
semuanya ini",
"Verna", Bayu mengerang, penuh rasa tersiksa.
Verna langsung memeluk Bayu erat-erat,
"Peluk gue Yu, gue pingin merasakan pelukan lo buat
terahkir kalinya. Merasakan kehangatan lo yang selalu bikin gue nyaman, setelah
itu gue akan melangkah menjauh, dan gue ga akan bisa peluk lo lagi, tapi gue
pasti kuat. Mengetahui lo hidup dan menjalani hidup dengan bahagia, gue pasti
kuat"
"Verna", Bayu merengkuh Verna ke dalam
pelukannya, merengkuhnya kuat-kuat, "Gue cinta sama lo"
"Astaga",
Kengerian mewarnai suara Nadia, ucapan itu begitu
berbisik, tetapi seketika itu juga pelukan Bayu dan Verna terlepas, mereka
serentak menjauh dan menatap ke arah sumber suara dengan tatapan bersalah.
Nadia berdiri di sana dengan wajah pucat pasi dan bibir
gemetar menahan tangis,
"Gue udah curiga", suara Nadia sesak oleh
tangis yang dalam, "Gue udah curiga ada wanita lain dalam hati Bayu.
Sikapnya berubah nggak seperti dulu, gue udah ngerasa kalo hatinya makin
jauh", Nadia menatap Bayu yang menunduk dengan rasa bersalah, air mata
mengalir deras di pipinya, lalu dia menoleh ke arah Verna yang sama pucatnya
dengannya, "Tapi gue ga nyangka, sama sekali ga pernah nyangka kalo wanita
lain itu adalah lo !! Adik kembar gue sendiri !!", kemarahan nampak
mewarnai suara Nadia yang bergetar, "lo jahat Verna !! Kalian semua
jahaattt "
Seketika itu juga Nadia membalikkan tubuhnya dan
menghambur ke luar, Bayu langsung melompat mengejarnya, menembus hujan yang
deras, Verna sempat terpaku sejenak, masih schock dengan perkataan Nadia tadi,
tetapi dia segera menyusul.
Suara rem yang menggesek aspal dengan keras membuat
hatinya nyeri, dengan bergegas, dia melangkah ke jalan, ke arah suara itu,
Verna langsung berlari dan berlutut sambil menangis, di
sana Nadia terbaring pingsan dengan kepala terluka berdarah, tertabrak oleh
mobil, Bayu berlutut di sebelahnya. Hujan deras mengguyur mereka.
Setelah itu perjalanan ke rumah sakit terasa bagai neraka
bagi mereka, Bayu tetap memeluknya. Memberinya kekuatan selama Nadia ditangani
di UGD, orangtua mereka menyusul kemudian.
Dan selama proses menunggu yang begitu menekan itu, Verna
terus menerus berbisik ke dalam hatinya, 'aku jahat, aku jahat, aku benar-benar
jahat'
Lalu Nadia tersadar, dan Bayu serta Verna berdiri di
sana. Siap menghadapi penghakiman. Tapi Nadia malah tersenyum begitu manis,
"Bayu? Verna ?, kenapa kalian berdiri di situ
?", tanyanya lembut, mengulurkan tangannya pada Bayu yang langsung duduk
di tepi ranjang rumah sakit, menggenggamnya.
"Gue.... Gue nggak ingat kenapa gue kecelakaan,
konyol sekali ya", Nadia tertawa sambil mengusap perban di kepalanya,
"Mungkin gue melamun di perjalanan pulang kampus ? Gue ingat hujan turun
deras sekali, tapi setelah itu kabur", Nadia mengalihkan kepala kepada
Bayu yang menggenggam tangannya lalu tersenyum penuh cinta, "Tapi gue
seneng begitu membuka mata ngeliat lo di sini Yu, gue seneng banget",
Nadia meremas tangan Bayu lembut.
Bayu tertunduk, mencoba tersenyum tapi terasa kaku,
"Gue juga seneng", jawabnya termenung. Lalu
melepaskan genggamannya dari Nadia dan bangkit, "Gue ngasih tau mama papa
dulu ya kalo lo udah sadar", dengan langkah cepat Bayu keluar ruangan
perawatan itu.
Verni berdiri di sana. Nadia lupa bagaimana dia bisa
kecelakaan? Dokter tadi mengatakan bahwa benturan keras di kepala Nadia bisa
menyebabkan kakak kembarnya itu kehilangan beberapa ingatannya. Jadi Nadia
tidak ingat apa yang dilihatnya sebelum kecelakaan itu ? Verna menarik napas lega,
hampir menangis, dia lalu duduk di sebelah ranjang, meraih tangan Nadia.
Dan Nadia melepaskannya dengan kasar.
Wajah Verna langsung pucat pasi menatap Nadia yang tanpa
ekspresi.
"Jangan kira gue sebodoh itu,...... lupa ingatan
huh!", Nadia mencibir, "gue cuma pura-pura di depan Bayu, tapi di
depan lo", Nadia menoleh, dan tatapan kebencian yang dilemparkannya itu
membuat Verna semakin pucat, "Lo memang saudara paling jahat di dunia,
bermain-main di belakang punggung gue, lo kejam banget Ver"
"Maafin gue...", Verna menunduk, butiran bening
mengalir di sudut matanya.
"Nggak, gue ga bakalan maafin lo !!", seru
Nadia setengah berteriak, "Gue mau lo menyingkir dari hidup gue dan Bayu,
gue mau lo nyingkir dari kehidupan gue !! Gue ga mau ngeliat lo lagi kecuali
terpaksa !!!"
Pernyataan Nadia itu menghancurkan hatinya, membuat Verna
luluh lantak, dan dia melakukan semua yang diinginkan Nadia.
Beberapa hari setelah kecelakaan itu, Verna mengajukan
pindah dari kampusnya. Ia mengambil kampus yang sedikit jauh di luar kota,
kemudian dia mengemasi barang- barangnya, melawan keberatan orang tuanya,
melawan protes Bayu, yang tetap mengira bahwa Nadia kehilangan ingatannya dan
tidak mengetahui perselingkuhan mereka, dan Verna lalu pindah ke kamar kost
dekat kampus barunya.
Verna benar-benar menjauh dari kehidupan Nadia dan Bayu.
***
Sekarang, masih menatap jendela kamarnya, ke arah hujan
yang turun semakin jelas, Verna mendesah lagi, percakapannya dengan Tanza tadi
telah menggugah ingatan yang dia tenggelamkan dalam-dalam, kenangan kejadian
satu tahun lalu.
Dengan gontai dia melangkah membuat kopi, lalu duduk lagi
di depan komputer, menyesap kopinya sebentar dan membaca ulang tulisannya
tentang hujan, setelah itu dia mengklik tombol turn off dan menyandarkan
tubuhnya di kursi, memejamkan mata.
Verna setengah tertidur ketika handphonenya
berkedip-kedip,
Dengan malas diambilnya handphone itu, 1 message received,
Di luar
hujan, jangan melamun yang nggak-nggak.
Verna tersenyum, Tanza.
Lo kali yang
hobby ngelamun jorok kalo hujan-hujan.
Handphonenya berkedip lagi,
Eeehh
sembarangan, siapa bilang gw bahas ngelamun jorok. Gue kan bilangnya 'ngelamun
yang enggak-enggak'
Masih tersenyum Verna meletakkan handphone itu. Tanza
mencemaskannya, dan hati Verna tersentuh. Mereka belum lama berkenalan tapi
terasa seperti sudah mengenal lama. Salah seorang teman Verna dari kampus lama
mengenalkannya kepada Tanza pada saat dia mencari tempat kost baru di dekat
kampus barunya. Saat itu dengan senang hati Tanza membantunya, dan mereka jadi
bersahabat.
Verna merasa nyaman bersama Tanza, dia bisa menceritakan
apa saja tanpa merasa takut dihakimi. Tanza selalu mau mendengarkan ceritanya,
dan memberikan solusi yang sangat membantu Verna. Tanza tidak pernah menghakimi
Verna pada saat Verna ahkirnya bercerita tentang kisah perselingkuhannya dengan
pacar kakak kembarnya sendiri, Tanza selalu bilang,
"Kau cuma ada di waktu yang salah, tempat yang
salah, dan meletakkan perasaanmu kepada orang yang salah Verna"
Dan terus terang, di hati Verna mulai tumbuh kasih sayang
yang mendalam untuk Tanza. Tapi Verna menahannya sekuat tenaga. Tanza sudah
punya Dania, kekasihnya sejak satu tahun ini. Verna tidak mau mengulangi
kesalahan yang sama, menjadi pengganggu dalam hubungan dua orang yang saling
mencintai.
Handphonenya berkedip lagi.
Kok diam ?
Udah tidur ? Coba lihat hujan di luar sana, dan coba buat tersenyum lagi pas
ngeliat hujan. Hujan itu menyenangkan lho. Sebete apapun gue, kalo ngeliat
hujan pasti bahagia
Verna tersenyum, mau tak mau hatinya bergetar menerima
perhatian Tanza,
Gue udah
liat kok, gue senyum, bukan karena hujan, tapi karena baca sms lo. Lagipula lo
kan orang yang mudah bahagia di mana-mana, ga usah alesan deh.
Beberapa menit kemudian Tanza membalas,
Hah! Dasar
pandai mengalihkan pembicaraan. Seharian ini gue kepikiran lo terus. Jangan
sedih deh, besok gue ajak lo hujan-hujan seharian mau?
Janji?
Janji.
Dengan pedih Verna meletakkan hanphonenya dan melangkah
ke atas ranjangnya, meringkuk di atas tempat tidur, merenung.
Tanza hanya memperhatikannya karena mereka bersahabat.
Tidak lebih. Dia tidak boleh berpikiran lebih. Dia tidak boleh, dia tidak
boleh.....
Pemikiran itu membawanya hanyut ke alam mimpi.
***
Verna merengut pada Tanza yang duduk di sebelahnya,
lelaki itu memakan bakso di depannya dengan lahap, tidak peduli dengan tatapan
marah Verna,
"Aah sama juga boong kalo gini", seru Verna ahkirnya.
Tanza tergelak,
"Jangan salahin gue dong, bukan mau gue langit cerah
kayak gini, yah kita tunggu dan berdoa aja deh, semoga hujan"
Verna meneguk teh-nya dan menatap Tanza,
"Gue udah ilang mood, gue pulang aja deh"
"Eh jangan dong, gue kan udah janji mo bikin lo
nggak sedih, pokoknya kita tunggu sampai hujan turun", Tanza bersikeras.
Mau tak mau Verna tertawa melihat kekeraskepalaan Tanza,
"Tanza", Verna tersenyum lembut, "Ngeliat
niat baik lo aja udah cukup buat ngilangin kesedihan gue, lo ga usah
repot-repot lagi"
Tanza tertawa senang,
"Bagus, lo harus kembali jadi Verna yang ceria
ya", tiba-tiba handphonenya berbunyi, Tanza melihatnya dan dahinya
berkerut, "Ya, halo ? Dania? Gue lagi makan bakso..... Jemput?
Dimana?", sejenak Tanza mendengarkan, lalu mengangguk, "Ok tar telp
aja lagi, love you too", Tanza menutup telephonenya dan tersenyum pada
Verna,
"Dania, minta dijemput di kampus"
"Pergi aja sekarang Za, tar telat lho"
Tanza mengerutkan keningnya lagi,
"Tapi gue kan udah janji mau nungguin hujan, mo
ngajak lo hujan-hujanan"
Mendengar itu Verna melirik ke langit yang cerah
benderang dan tertawa,
"Lo nunggu seharian juga kayaknya ga bakalan hujan,
udah ah pergi sono ! Gue mau balik, mo nyelesein tulisan yang kemarin",
Verna meraih tasnya. Tapi Tanza meraih bahunya,
"Gue antar lo pulang dulu, baru jemput Dania"
"Lo ada-ada aja, kampus ke rumah kan deket, malahan
kampus Dania yang jauh, lo mustinya cepet-cepet berangkat biar Dania ga
nungguin lama, lagian gue lagi kepingin jalan kaki, mau mampir di toko buku
bentar", dengan senyum manisnya, Verna melepaskan tangan Tanza dari
pundaknya dan melangkah pergi,
"Ver"
Panggilan Tanza yang tiba-tiba serius itu membuat langkah
Verna terhenti,
Dengan pelan Verna menoleh, mendapati Tanza berdiri di
sana, menatapnya dengan sedih,
"Apa Za ?"
Tanza menghela nafas,
"Gue bukan Bayu, dan Dania bukan kakak kembar lo,
seharusnya lo nggak perlu setakut itu",
Kalimat Tanza itu bagaikan menamparnya, membuat Verna
pucat pasi,
"Lo ga perlu menyalahkan diri kalo ternyata gue
punya perasaan lebih ama lo. Gue yang seenaknya sendiri merasakan perasaan itu
tanpa seizin lo, lo sama sekali ga salah Ver",
Verna memejamkan matanya pedih,
"Sama aja Za, gue seolah-olah ditakdirkan buat jadi
pengganggu di hubungan dua manusia yang semula baik-baik aja, gue ga mau lagi
mencintai orang yang sudah dimiliki orang lain, sudah cukup gue menderita"
"Gue....."
"Udahlah Za, jemput Dania. Dan jangan
mengungkit-ungkit masalah ini lagi. Gue ingin kita tetap bersahabat, kalo lo
bahas masalah ini lagi, gue nggak akan tahan dan mungkin akan memutuskan
menjauh dari kehidupan lo"
Apapun yang akan diucapkan Tanza tadi langsung ditelannya
begitu mendengar ancaman Verna, dia menarik napas panjang.
"Gue terima cuma dijadikan sahabat asal gue tetep
bisa hadir dalam hidup lo. Gue terima lo mengabaikan perasaan gue Ver, Gue
terima lo pura-pura nggak ada yang lebih dalam hubungan kita, padahal ada.
apapun itu gue terima, asal gue bisa tetap ada dalam hidup lo",
Verna tersenyum sedih pada Tanza, menganggukkan
kepalanya, lalu melangkah pergi meninggalkan Tanza.
***
Yah, hujan ini seperti mengejeknya. Verna mengernyit
menatap jendela kaca etalase toko buku yang dimasukinya dalam perjalanan
pulang.
Begitu dia masuk ke toko buku ini, langit tiba-tiba
menggelap dan hujan turun dengan derasnya. Verna menatap aliran hujan yang
begitu deras, lalu menundukkan kepalanya dan mendesah.
Yah, bahagiaku ternyata masih belum dapat kutemukan......
"Verna ?"
Suara yang sangat familiar itu membuat Verna langsung
menoleh, waspada.
Dan benar, Bayu. Bayu yang dirindukannya berdiri di sana,
tampak makin kurus dan letih daripada saat terahkir mereka bertemu secara tak
sengaja beberapa waktu lalu,
"Ngapain lo disini Yu ?", Verna bertanya karena
lokasi kampus barunya ini sangat jauh dari tempat tinggal Bayu, sangat jauh
dari tempat yang biasanya dikunjungi Bayu, Verna sengaja melakukannya.
Bayu menatap Verna dalam-dalam,
"Gue emang sengaja kesini Ver... Bukan.. Pertamanya
gue nggak niat ketemu langsung ama lo. Gue sering kesini Ver, ngeliat lo dari
kejauhan, memastikan lo baik-baik saja, tapi tadi gue liat lo masuk toko buku
ini dan gue nggak bisa nahan diri"
Verna bersedekap untuk melindungi dirinya dari perasaan
yang bergejolak,
"Sebaiknya lo pergi dari sini, kalo Nadia sampe
tau....",
"Nadia ga akan tahu", Bayu menatap Verna
lekat-lekat, "Siapa laki-laki itu Ver, gue selalu ngamatin lo dari jauh,
jadi gue tau, dia akrab banget ama lo"
Wajah Verna langsung pucat pasi. Dia tau persis siapa
yang dimaksudkan oleh Bayu. Tanza.
"Itu bukan urusan lo", Verna memalingkan muka,
menghindari tatapan lekat Bayu.
Bayu mengacak rambutnya frustasi,
"Selama ini gue nggak pernah tau, betapa
menderitanya lo waktu ngejalanin hubungan ama gue dulu..", Bayu meringis
sedih, "Gue... Hati gue terasa dicabik-cabik ketika ngeliat kedekatan lo
ama lelaki itu.... Gue gak bisa bayangin betapa sakitnya perasaan lo ketika
dulu gue tanpa perasaan bermesraan dengan Nadia di depan lo",
Verna mengernyit ketika kenangan demi kenangan itu
melintas di ingatannya,
"Tolong jangan bahas itu lagi Yu, gue nggak mau
tenggelam dalam masa lalu, gue mau melangkah maju"
"Dengan laki-laki itu?", tanya Bayu getir.
Verna menarik napas panjang,
"Nggak Yu, gue sama dia cuma sahabat, dia yang bantu
gue bangkit dan semangat lagi. Dia udah punya pacar",
Bayu mendesah, tampak sedikit lega,
"Mungkin gue jahat dan egois karena merasa lega, gue
belum siap ngeliat lo dimilikin laki-laki lain", Bayu menatap Verna sendu,
"Perasaan ini masih ada, masih dalam, setiap hari gue menatap Nadia,
berusaha mencintainya, tapi gue selalu membayangkan lo, gue selalu memprotes,
kenapa harus Nadia ? Kenapa bukan lo ??"
"Bayu", Verna mengerang, "Jangan.... Gue
mohon jangan teruskan lagi, pulanglah, kembalilah sama Nadia, gue
mohon....",
Verna berlari, meninggalkan toko buku itu, tak
dipedulikannya panggilan Bayu yang makin sayup-sayup di tengah derasnya hujan.
Verna terus berlari dengan air mata berderai, membiarkan
derasnya hujan menghantam tubuhnya, menyakitinya.
Aku memang pantas disakiti, jerit Verna dalam hati, aku
jahat, aku jahat, aku jahat.....
Dengan basah kuyup Verna melangkah menuju kost nya, air
mata masih mengalir deras di pipinya, dan dia terkejut melihat Tanza berdiri
bersandar di pintu kostnya,
"Curang, lo hujan-hujan sendirian", Tanza
tersenyum.
"Lo kenapa disini? Dania gimana ?",
Tanza mengangkat bahu,
"Batal, Dania ada acara mendadak sama temen-temen
kampusnya, biasa, shopping. Waktu gue liat langit gelap dan hujan, gue langsung
puter balik ke tempat lo, tapi lo belum pulang, hp lo nggak aktiv, jadi gue
tungguin", senyum masih ada di bibir Tanza, tapi dia mengernyit ketika
memperhatikan Verna lebih dekat, "Ver.... Lo nangis ? Kenapa ?",
Verna merasa pedih sekali. Entah karena pertemuannya
dengan Bayu tadi, entah karena kebaikan hati Tanza yang memikirkannya di kala
hujan turun.
Tiba-tiba semuanya terasa kabur di matanya.
"Verna ? Verna ?!!", Verna masih mendengar
seruan cemas Tanza sebelum semuanya berkunang-kunang dan dia kehilangan
kesadarannya.
***
bersambung ke part 2
baca Part 2 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/11/verna-dan-hujan-part-2_5.html
baca Part 3 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-3_5787.html
Baca Part 3 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-3_5787.html#more
Baca Epilog : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-epilog.html
haiiiii mba shanty... salam kenall :)
BalasHapusyang part 2nya udah di posting atw belum mba ?
thq
Haaaiii Mutiii salam kenal jugaa hee :D
BalasHapuspart dua-nya kalo ga malam ini besok malam yaah :D
wihhh ciyuss mba ? thq ya... ceritanya seruuu bangetttttt :D
BalasHapuspart ke 2 kapan di posting mbak? salam kenal
BalasHapuspart ke 2 kapan di posting mbak? salam kenal
BalasHapussalam kenal mb santhi, part 2 kpn diposting?
BalasHapussalam kenal mb santhi,aku fansmu
BalasHapusmau tanya verna dan hujan kapan diposting ya?
dear enik
Hapussalam kenal jugaaaa heee
maafkan aku kmrin krn ada acara dadakan aku ga bisa online,,,, nanti malam yah aku posting ini baru disiapkan naskahnya :)
tiap hari harus diposting ceritanya y mba heheheh
BalasHapuslike this story....
hihihi pingin banget posting tiap hari, tp lagi flu berat nih fathy kliyengan hihihihi ditunggu yaaah dear *peluk*
Hapusaku baru liat....
BalasHapusskrg dh g kliyengan lagi kan mba, kan dah dipeluk sama aku hehehe
malah + kliyengan y mba....
*peluk mba santhy balik....
woaaaaaa.... mbak.... say suka banget sama ide cerita ini!!!
BalasHapusplot nya enak dibaca dan kompleks banget ceritanya.. seperti setiap karakter punya alasan masing2 di dalam cerita ini..
mana nih part 2, mana nih link nya? *bingung nyari link, tak pikir di bagian bawah cerita itu ada link ke part 2*
ternyata mesti ngeklik archive.. tunggu komentar saya di part 2...
hehehhe mas fahril ngasih aku ide nih, aku nanti akan pasang link nya yah mas kalau ada cerita yang bersambung, jd kalau nyari ga susah hihihihi :)
Hapuswaah makasih mas, sekarang aku lagi bikin draft bab 3 nya, bingung ini nasib verna mau dibawa kemana heee ;)
aku udah baca bab 3, ceritanya makin kompleks.. aku suka banget.. tiap sambungan, ada aja masalah baru.. dan potongannya itu loh, bikin nggak sabar cerita selanjutnya,hahah
HapusSukses berat buat mbak Shanty
makasih faril aku udah ada draft untuk bab 4 dan 5 end nih tinggal eksekusi, semoga eksekusinya memuaskan yah hihihi *peluk*
Hapusyep, udah tamat deh..
HapusBaca cerita yg ini jd inget tmen kembar ku yg juga mencintai cowok yg sama tpplotnya g sesedih ini karema mereka lebih milih persaudaraan walaupun yg cowok masih ngejar"
BalasHapusIronisnya sampe sekarang verna versi tmenku blum nikah juga
sementara kembarannya dah punya anak satu
apa dia msh trauma kyak verna ya...
Anyway baca karya mbak santhy yg indonesia banget gni jd kayak 360 derajat lain banget sama yg d pn kok bisa ya mbak santhy...
Bukannya gak bagus tp kayak yg bikin2org yg beda
waaah ternyata ada di dunia yah? aku waktu bikin mikir gimana caranya membuat sebuah kisah perselingkuhan dan pengkhianatan yang amat sangat kompleks ahkirnya munculah ide saudara kembar ;)
Hapuseh tulisanku banyak yg indonesia banget lho, karena kebanyakan buat lomba cerpen bertema indonesia
coba baca cerpen 'emak aku pulang'
hihihihihi indonesia nya kerasa banget dear ;)
dulu aku pernah dinasehatin supaya nggak jd penulis salon, yang bisa menulis kisah sosial bukan hanya melulu tentang cinta, anggur dan rembulan ( cieee bahasanya) hehehe :D tapi lama2 panggilan hati tetep aja ujung2 nya ke kisah cinta yah ;)
eeh iyaa.... Unforgiven Hero draft awal bahasanya kayak Verna dan hujan, gaul dan pake lo gue juga hihihih... skrng udah diubah jd bahasa baku jd harus edit gaya bahasa di tiap percakapannya huhuhuhu :D
AAAAAAAAAH gangerti lagi baca cerita ini bikin mata berkacakaca :")keren parrrrrah!
BalasHapus