Sabtu, 08 Desember 2012

Verna dan Hujan Part 3


Create on  1 Desember 2012, Bandung

 
 
Disclaimer : Bandung dengan hujannya yang ( hampir ) setiap hari melahirkan cerita ini. Mau tak mau membuat saya merenungkan hujan dari dua sisi, Hujan yang mendatangkan kebahagiaan bagi manusia yang mencintainya sepenuh hati, dan hujan yang mendatangkan kesedihan bagi manusia yang belum bisa melepaskan masa lalunya.

 
 
 
 
 
Hening.

Verna terhenyak menatap saudara kembarnya yang melemparkan pandangan jauh ke sudut ruangan café.

Hanya sesaat Verna mengenali saudara kembarnya yang dahulu sangat mencintainya. sedetik kemudian tatapan mereka beradu dan saat itu juga Verna sadar kalo Nadia sudah kembali, Yang ada di depannya ini adalah Nadia yang memancarkan api kebencian disorot matanya, ditambah rona muak yang menyeruak dari parasanya yang cantik.

“Kapan tepatnya?” Verna memecah kesunyian yang canggung itu.

“Minggu kedua bulan depan” Nadia menjawab acuh. “Dan yang pasti gue gak berharap lo dateng” tambahnya cepat.

Gue juga gak mau dateng kok kalo memang itu mengganggu…, Verna membatin

 “Gue harap semua lancar.” Verna menelan ludahnya, “Kalau-kalo lu butuh bantuan..”

“Nggak, gue nggak butuh bantuan apapun dari lo.” Sela Nadia sambil menatap Verna benci, “Gue rasa sudah cukup lo merusak hidup gue, gue harap setelah ini kita ga usah ketemu lagi“ , dengan kejam Nadia melemparkan tatapan tajam ke Verna, “Gue pasti akan tau apa yang lo lakuin selama ini di belakang gue, inget gue ngawasin Bayu terus-terusan, gue minta lo berhenti mikirin Bayu, dia punya gue, dulu dan nanti ” Nadia beranjak dari kursi, memunggungi Verna dan segera berlalu.

Verna memandangi sosok saudara kembarnya menjauh dan kemudian menghilang. Dadanya terasa sesak oleh tangis yang tertahan, dipandanginya gelas Nadia yang belum tersentuh, seketika kenangan masa kecilnya bersama Nadia membayang, dia teringat betapa dirinya yang tomboi menjadi tumpuan Nadia yang lemah lembut, betapa kala itu, bahkan sampai sekarang, Verna mencintai saudara kecilnya itu.

Saat tangis tak lagi bisa dibendungnya, Verna segera beranjak dari kursi dan meninggalkan café.

***



Hari itu langit sungguh sangat bersahabat, mendung menelikung hingga sejauh mata memandang. Hujanpun seakan tak pernah bosan menyapa bumi, hingga petangpun rintiknya tak pernah berhenti. Verna, seperti yang selalu dilakukannya, selalu setia menemani hujan hingga tetes terakhirnya. Memandangi hujan sudah tak pernah sama lagi baginya, dulu mungkin kebahagiaan menyelimuti perasaannya setiap hujan turun, sekarang semua sudah berubah, ternyata menikmati hujan sendirian tak begitu menyenangkan. Dipandanginya tempat kosong di sebelahnya, disana biasanya  Tanza ada, sibuk bercerita tentang apa saja seakan tak pernah habisnya. Verna sudah kehilangan Bayu, dan juga sudah kehilangan Tanza…

Cukup Verna!! Sudah cukup air mata tertumpah karena bayangan itu. Batinnya terisak saat pandangannya lurus menatap butir hujan menghempas tanah. Dengan langkah cepat Verna pulang ke kostnya, dan…. Tertegun.

Bayu berdiri di sana, menunggu di teras kostnya, bagikan patung yang berdiri di balik tirai hujan yang mulai turun.

“Bayu?”, dengan hati-hati Verna meletakkan payungnya dan melangkah mendekat,

Bayu mendongakkan kepalanya dan menatap Verna sedih, “Hai Verna”

“Kenapa lo ada di sini? Bukankah kita udah sepakat kemarin bahwa kita nggak akan ketemu lagi?”

“Gue harus bicara ama lo, sebelum lo denger dari yang lain.”

Sayatan perih itu terasa lagi, menghujam hatinya tanpa ampun.

“Gue udah denger Bayu”

Bayu menatap Verna waspada, “Maksud lo?”

“Nadia nemuin gue barusan, di kampus”, dengan pahit Verna memandang hujan di kejauhan, tak mampu menahankan tatapan iba yang dilemparkan Bayu kepadanya, “Nadia bilang, pernikahan kalian akan dipercepat minggu depan”

“Verna maafkan gue”, Bayu mengacak rambutnya frustrasi, “Gue udah berusaha datang ke sini secepatnya, supaya lo denger hal itu langsung dari gue, bukan dari orang lain…. Tapi gue terlambat rupanya.”

Well”, Verna mengangkat bahunya, “Kita kan tau kalo ini pasti akan terjadi, selamat ya Bayu”, Tanpa sadar Verna mengernyit, ah ya, dia tahu hal ini cepat atau lambat pasti akan dia hadapi juga. Tetapi tidak secepat ini, ya Tuhan! Batinnya belum kuat.

“Ini terlalu cepat. Terlalu cepat”, Bayu mengungkapkan pemikiran yang sama dengan Verna, “Nadia…. Dia karena kecelakaan itu dia tidak ingat kejadian waktu memergoki kita, dia tetap baik Verna, mencemaskan lo dan memikirkan lo, karena lo nggak pernah pulang ke rumah lagi”

Nadia tidak lupa ingatan Bayu, dia ingat semuanya, dia membenciku dan ingin menghukumku. Bahkan dia yang mengusirku menjauh dari kehidupan kalian semua.

Betapa Verna ingin mengungkapkan kebenaran itu kepada Bayu, tetapi dia tidak bisa. Bayu adalah satu-satunya tumpuan Nadia untuk bahagia, Verna tidak mungkin mengkhianati Nadia lagi untuk kedua kalinya.

“Setelah kecelakaan itu, Nadia tidak berubah, tetap cinta dan sayang ama gue”, Bayu bergumam, tidak sadar kalau kata-katanya melukai Verna, “Tetapi dia jadi sangat posesif sama gue, dia selalu memeriksa ponsel gue, menelepon gue terus menerus untuk memastikan keberadaan gue, bahkan mengecek dengan telpon ke rumah gue untuk memastikan bahwa keterangan yang  gue berikan sama dia nggak bohong….. dia jadi paranoid dan sedikit aneh”

Itu karena dia takut lo  akan nemuin gue di belakangnya, seperti yang pernah kita lakukan sebelumnya, kita mengkhianatinya. Hati Verna menjerit, pedih karena ternyata dia telah melukai saudara kembarnya sampai sedalam itu.

“Puncaknya terjadi ketika gue melarikan diri ama lo malam itu, malam perpisahan kita”, Bayu menatap Verna dengan sedih, “Gue bilang ke nyokap mau keluar kota untuk antar temen, gue matiin ponsel gue, karena malam itu gue pingin bertindak egois sekali saja, menghabiskan waktu dengan orang yang benar-benar  gue cintai”, Mata Bayu meredup, “Nadia… Nadia menjadi hampir gila karenanya, dia ke rumah, dan ketika orang tua gue nggak bisa ngasih  jawaban pasti, dia…. Dia nyari gue sendiri kemana-mana, sampai pagi dia nggak pulang, nyari gue ke kantor, ke seluruh rumah teman-teman gue…. Dan ketika gue pulang… Nadia masuk rumah sakit lagi karena stress dan kelelahan.”

Rasa bersalah menusuk Verna lagi, membayangkan di malam itu, ketika mereka memilih bersama dan menjadi egois, Nadia sedang kebingungan dan kesakitan mencari Bayu.

“Kedua orang tua kita langsung menyidang gue, mama dan papa lo marah sekali sama gue karena menghilang tanpa kabar dan bikin Nadia sampai seperti itu, lalu… keputusan mempercepat pernikahan itu dibuat, supaya gue bisa lebih belajar bertanggung jawab sama Nadia”, Suara Bayu tercekat di tenggorokannya dan menatap Verna dengan tatapan berkaca-kaca.

“Tolong gue Verna…. Gue nggak bisa”, ada getaran tangis yang menjalar di suara itu, “Gue nggak mampu nolak karena keluarga gue, karena Nadia…. Tapi kalo gue maksain diri gue, sama aja gue udah mati, gue ga bisa Verna, gue nggak sanggup…. Tolong gue Verna…..”, Bayu menundukkan kepalanya bahunya berguncang oleh tangis tertahan.

Melihat Bayu, Bayu yang dicintainya menangis seperti itu sungguh membuat Verna sedih. Dia ingin Bayu bahagia, di sisi lain, kalau bahagia dia merenggut bahagia Nadia, Verna nggak bisa. Semua terlalu berat untuknya.

“Gue… udah pasrah Bayu, seperti yang udah gue bilang ama lo kemaren. Lo mungkin memang bukan jodoh gue”

“Gimana bisa?”, Bayu menyela setengah emosi, “Gue… gue ngerasa paling nyaman kalo sama lo, gue ngerasa lengkap, bahagia, udah nggak butuh apa-apa lagi, Lo yang paling pas, lo jodoh gue!”

“Bayu”, Verna menggelengkan kepalanya, “Jauh dalam hati gue, gue akan selalu nyimpen lo sebagai pasangan jiwa gue. Tapi…. Kita harus kuat dan dewasa, lebih baik lo pulang Bayu”

“Verna”, Bayu mengerang dengan rasa tersiksa memenuhi matanya, “Cegah gue Verna, Lakuin sesuatu, setidaknya izinkan gue ngomong tentang kita ke orangtua kita, gue… gue bnisa perjuangin kita kalo lo mau berjuang sama gue,  gue nggak mau nikahin Nadia itu akan jadi salah satu keputusan paling bodoh dalam hidup gue, gue …. gue juga pasti nggak akan bisa bahagiain Nadia, karena gue nggak cinta sama dia”

“Lo harus bahagiain Nadia”, suara Verna menajam, “Anggap saja itu penebusan dosa lo Bayu, Lo harus bikin Nadia bahagia, lo harus belajar numbuhin cinta lo lagi sama Nadia…”, Ketika Bayu akan membantah, Verna menangis, “Gue mohon Bayu, itu satu-satunya permohonan gue, gue nggak akan minta apa-apa lagi sama lo”

Bayu tertegun, lama. Mereka berdiri di teras itu, dengan hujan yang mulai deras dan menetes-netes mengenai mereka. Lalu Bayu menghela napas panjang.

“Permintaan lo itu….  Sama saja lo minta gue mati”, Bayu menyentuhkan jemarinya di pipi Verna, menghapus air mata yang mengalir di sana, kemudian membalikkan badannya dan pergi menembus hujan, tanpa kata.

***

“Tanza?”, Verna langsung berseru di antara isak tangisnya, ketika suara Tanza menyahut di seberang sana.

“Verna?”, suara Tanza langsung berubah serius, menyadari Verna menelponnya, “Verna, ada apa?”, Tanza mulai cemas ketika tidak ada jawaban dari Verna, hanya isakan tertahan di sana, “Verna. Gue kesana sekarang.”

***

Ketika Verna membuka pintu, Tanza berdiri di sana, dengan rambut acak-acakan dan wajah pucat pasi karena cemas, seakan tadi lelaki itu benar-benar terburu-buru ke tempat Verna.

“Verna?”

Dan Vernapun luluh, langsung menjatuhkan diri ke pelukan Tanza dan menangis. Tanpa tanya, Tanza memeluknya, membiarkan Verna menumpahkan perasaannya di sana, di dadanya.

Lama kemudian, Tanza sedikit menjauhkan tubuh Verna dari pelukannya, dan memaksa Verna mendongak ke arahnya,

“Ada apa?”

Verna menyusut air matanya, dadanya masih terasa sesak, tetapi entah kenapa kehadiran Tanza di dekatnya membuatnya merasa nyaman,

“Nadia… tadi siang nemuin gue…”

“Terus?”

“Dia…. Dia bilang… pernikahannya sama Bayu akan di percepat…”

“Kapan?”

“Bulan depan, minggu ke dua”

Tanza menghela napas panjang, lalu meremas pundak Verna dengan lembut,

“Lo kan tahu bahwa hal ini pasti akan terjadi kan?”

Verna menganggukkan kepalanya, dia tahu. Oh ya Tuhan, dia sudah tahu bahwa kesakitan ini suatu saat pasti akan dia hadapi, tetapi selama ini dia berlindung di balik pemikiran bahwa hal itu akan berlangsung nanti, nanti ketika Nadia sudah menyelesaikan skripsi dan wisudanya, nanti… mungkin beberapa bulan lagi. Dan Verna berharap bahwa saat itu dia sudah menyembuhkan luka hatinya, mampu menatap kenyataan itu sambil tersenyum.

Tetapi semua terlalu cepat, seperti kata Bayu tadi, terlalu cepat. Luka itu masih menganga, terasa perih dan masih berdarah-darah. Verna baru belajar menyiapkan hatinya, dan kemudian sekarang dia dipaksa harus menyembuhkan diri secepatnya.

“Verna?”, Tanza mengerutkan keningnya ketika Verna hanya merenung. Diraihnya dagu Verna dan di arahkan kepadanya, “Lo harus kuat, seperti yang pernah lo bilang sebelumnya. Ini jalan yang lo pilih, dengan segala konsekuensinya. Sakit memang, melihat lelaki yang lo cintai akan bersanding dengan perempuan lain, tetapi setidaknya lo bisa mencuri sedikit kebahagiaan”

Verna menatap Tanza ingin tahu, “Mencuri sedikit kebahagiaan?”

“Ya”, senyum Tanza tampak lembut, “lo memiliki hati Bayu, Verna. Itu bisa menjadi pengobat luka hati lo”, dengan lembut Tanza menghela Verna ke dalam pelukannya, “lo tahu, nggak ada yang lebih menyakitkan bagi seseorang, selain ketika dia ngeliat, orang yang dicintainya meletakkan hatinya kepada orang lain. lo masih harus mensyukuri hal itu Verna, hati Bayu masih diletakkan di dalam genggaman kedua tangan lo”

Nggak ada yang lebih menyakitkan bagi seseorang, selain ketika dia melihat, orang yang dicintainya meletakkan hatinya kepada orang lain…  Tanza seolah-olah mengatakan hal itu kepada dirinya sendiri, dan Verna merasakan matanya kembali panas, oh betapa tak berperasaannya dia, dia tahu Tanza mencintainya, tetapi tetap menjadikan lelaki itu sebagai tempat curahan hatinya tentang Bayu. Tetapi, hanya Tanza yang dimilikinya, dan meskipun Verna sadar telah menyakiti Tanza, Verna merasa bersyukur bisa berbagi perasaannya dengan Tanza.

“Terimakasih Tanza”

Tanza tersenyum lembut, “Sama-sama Verna”, dengan riang Tanza menoleh ke sekeliling ruangan, “Nggak ada makanan di sini?”

“Hah?”

“Gue lapar”, Tanza menatap Verna dengan tatapan mata sebal, “Tadi gue lagi di warung tau, udah pesen nasi seporsi…. Tapi gue tinggal gara-gara ada orang yang nelpon gue sambil nangis-nangis”

Verna terkekeh, dan bersyukur. Tanza selalu bisa membuatnya tertawa.

“Mau gue masakin?”

“Emang lo bisa?”, tatapan Tanza benar-benar geli dan tidak yakin

“Kalo cuma bikin mie instant gue juga bisa”

Mendengar jawaban Verna,  Tanza tergelak, “Buset dah, mie instan? Ga mau, gue lapar, ga cukup kalo Cuma mie instant”

“Ah lo dasar rakus!”, seru Verna sambil tergelak.

“Yuk, cari makan yuk, gue tau tempat jualan Baso paling enak di kota Bandung”, dengan penuh semangat, Tanza menggandeng lengan Verna, mengajaknya keluar.

***

 Lokasi warung baso itu cukup ramai, dan seperti kata Tanza, baso itu mungkin adalah yang paling enak di kota Bandung, apalagi di santap di kala hujan seperti ini.

“Gimana perasaan lo?”, Tanza melipat tangannya di meja ketika mereka sudah menyelesaikan makan. Posisi tempat duduk mereka yang berdekatan dengan jalan membuat Verna bisa leluasa melamun sambil menikmati hujan yang turun.

Verna mengalihkan pandangan matanya, kembali kepada Tanza dan tersenyum,

“Kenyang”

Tanza terkekeh, “Dasar! Gue nggak nanyain perasaan perut lo, gue nanyain perasaan hati lo”

Senyum Verna sedikit memudar, “Masih sedih, tetapi nggak apa-apa, sudah tertumpahkan tadi, gue akan berusaha kuat seperti yang lo bilang”

“Bagus, sekarang boleh gue yang bercerita?”

Verna menatap Tanza ingin tahu, “Tentang apa?”

Tanza tersenyum, “Gue sekarang jomblo”

Tatapan Verna menegang.  Apakah Tanza putus dengan Dania karena dirinya?

“Bukan karena lo”, Tanza tersenyum, menaruh genggaman  tanganya di dagu, “Dania yang mutusin gue. Dia ngerasa sama kayak gue, hubungan kita….. hambar”

“Maafkan gue”

Tanza tertawa, “Napa lo jadi minta maaf ke gue? Lo nggak salah apa-apa di sini, nggak ada yg sakit kok di sini.  Gue malah bersyukur, gue nggak perlu nyakitin Dania, mungkin dia bisa lebih bahagia kalo nggak sama gue”

Verna menghela napas panjang. Tanza lelaki bebas sekarang. Seandainya Verna mau membuka hatinya atas perasaan hangat yang mulai bertumbuh itu, mungkin semuanya akan baik-baik saja. Tetapi, bayangan Bayu yang memohon kepadanya agar memperjuangkan cinta mereka terasa menghantui. Verna masih mencintai Bayu, tentu saja.

“Verna”, Tanza meremas jemari Verna lembut untuk mengalihkan perhatiannya, “Gue…. Gue nggak akan memaksa lo membuka hati buat gue, yang penting lo sadar, apapun yang akan terjadi nanti, gue akan selalu ada buat lo”

“Tanza….”

“Gue cinta sama lo Verna, gue entah kapan, tanpa sadar, udah ngasih hati gue ke lo”

Dua hati lelaki diserahkan kepadanya. Tetapi kenapa dia nggak bisa bahagia? Apa yang harus dia lakukan? Verna mengernyit pedih.

“Dan gue bersedia menunggu, itu sepadan”, Tanza tersenyum, lalu mengalihkan pembicaraan dan wajahnya berubah serius, “Jadi apakah lo akan datang di pernikahan itu?”

Verna menggeleng, “Nadia melarang gue untuk datang”

“Nadia nggak berhak melarang lo”, rahang Tanza mengeras, “Lo berhak datang, lagipula gimana lo ngasih alasan ke kedua ortu lo, kalo lo nggak bisa datang?”

Verna mengangkat bahunya lemah, bingung, “Gue nggak tahu Tanza, tapi… Nadia sudah jelas-jelas memperingatkan gue, supaya gue nggak datang”

“Lo harus datang”, Kali ini suara Tanza terdengar keras kepala, “Kita harus datang”

“Kita?”

“Ya, gue akan datang sama lo, karena lo juga nggak mungkin datang sendirian kan? Lo akan hancur kalo datang sendirian”

“Orang tua gue akan ngira yang enggak-enggak kalo lo dampingi gue datang di pernikahan itu”

“Biarkan saja, sekalian saja Nadia mengira kita ada hubungan asmara”, Tanza tersenyum, “Mungkin itu akan sedikit menenangkannya dan nggak paranoid lagi sama lo”

Akankah dia datang? Beranikah dia? Kuatkah dia? Meskipun dengan Tanza yang mendampinginya? Mampukah dia berdiri di sana dan melihat belahan jiwanya mengikat janji dengan perempuan lain?

Verna tidak mampu membayangkannya, dia takut, sungguh-sungguh takut.

Tanza sendiri seorah menyadari ketakutan Verna, digenggamnya kedua tangan Verna dengan jemarinya, kali ini erat dan lama.

“Gue akan dampingi lo Verna, apapun yang terjadi, gue akan jadi penguet lo di sana”

Verna tersenyum lemah dan menganggukkan kepalanya kepada Tanza.

***

Malam itu, di sebuah café yang jauh di sudut kota, Tanza duduk dan merenung sambil meminum kopi espressonya yang mulai dingin.

“Lo berhasil ngebujuk dia datang sama lo?”

Tanza menoleh dan menatap Nadia, yang duduk dengan muka tegang di depannya, Perempuan ini, wajahnya sangat sama dengan Verna. Tapi tentu saja, mereka saudara kembar identik, tapi Tanza yakin, kalaupun Nadia dan Verna berdandan dengan baju dan potongan rambut yang sama persispun, Tanza akan bisa membedakannya, Verna dan Nadia mempunya aura yang berbeda. Verna cenderung kuat di luar, tetapi hatinya rapuh. Nadia, selalu  mengesankan perempuan yang lembut dan lemah di luar, tetapi sebenarnya hatinya sangat keras.

“Dia belum ngasih kepastian, tapi dia akan mempertimbangkan”

“Bagus”, Nadia mengangguk puas, “Gue pingin dia bener-bener jatuh cinta ama lo dan ngelupain Bayu”

“Nadia”, Tanza menghela nafas, “Verna memang sudah mengkhianati lo, dan gue ngertiin betapa sakitnya lo. Gue sahabat lo, makanya gue mau bantuin lo….. tapi kalo sampai sejauh ini, apa lo nggak keterlaluan?”

“Keterlaluan dalam hal apa Tanza?”, Nadia mendesis dengan suara geram, “Lo… apa lo bisa ngebayangin perasaan gue, ketika melihat dengan mata kepala sendiri, sodara kembar gue dan orang yang gue cintai mengkhianati gue? Lo nggak tahu Tanza. Detik itu juga, hati gue udah hancur berkeping-keping”

“Tapi lo masih bisa mencintai Bayu dan memaafkannya, kenapa lo nggak ngelakuin hal yang sama dengan Verna?”, sela Tanza pahit

“Karena Bayu milik gue, belahan jiwa gue”

“Nadia, Verna itu sodara kembar lo, kembar identik pula, kalian terlahir dari satu sel yang sama yang kemudian terbelah jadi dua yang sama persis, kalo lo mau cari belahan jiwa lo, harusnya lo sadar kalo Verna belahan jiwa lo”

“Tanza!”, Nadia setengah berteriak karena emosi, “Sebenarnya lo belain gue atau Verna sih?”, tiba-tiba air mata Nadia meleleh, “Apakah gue harus menghadapi kenyataan lagi, bahwa selain merebut orang yang gue cintai, Verna juga udah ngerebut sahabat gue?”

“Nadia”, Tanza berusaha menenangkan Nadia yang mulai terisak-isak, “Nggak Nadia, gue tetep sahabat lo. Gue akan bantu lo semampu gue. Kalo lo emang pingin gue ngebikin Verna jatuh cinta ama gue. Oke. Gue akan bikin  dia jatuh cinta ama gue”

“Terimakasih Tanza, gue tahu lo sahabat gue yang terbaik”, Nadia menyusut air matanya dan tersenyum, “Setelah Verna jatuh cinta ama lo, terserah lo mau apakan dia…. Gue pingin lo menodai dia, hingga dia nggak layak lagi di mata  Bayu, gue pingin Bayu jadi benci dan jijik sama dia”

Tanza mendesah dan memejamkan matanya, kalau boleh ditilik, permintaan Nadia sudah terlalu jauh. Yah, Tanza dulu menerima permintaan tolong Nadia tanpa pikir panjang. Tanza memang bersahabat dan menyayangi Nadia. Dulunya mereka tidak saling mengenal, tetapi Nadia adalah sahabat  Elina, adiknya. Elina mengidap kanker otak stadium ahkir, dan saat itu sahabat satu-satunya hanyalah Nadia. Nadia yang selalu menemani Elina dari masa perawatannya yang menyakitkan sampai dengan ahkir usianya. Dan Tanza sangat berterimakasih karenanya. Sekarang, Karena rasa terimakasihnya itulah, dia menerima permintaan tolong Nadia, ketika perempuan itu datang sambil menangis histeris, menceritakan tentang saudara kembarnya yang bermain di belakangnya dengan kekasihnya.

Saat mendengar cerita versi Nadia, Tanza ikut merasa gemas dan benci dengan Verna. Dibayangkannya Verna sebagai perempuan culas yang kejam, yang tega merebut kekasih saudara kembarnya sendiri. Tanpa pikir panjang, Tanza menyetujui rencana Nadia, untuk merebut hati Verna, lalu merusaknya dan meninggalkannya dengan tubuh dan hati hancur sebagai balasan atas pengkhianatannya.

Tanza bukan orang yang baik, sebagai anak konglomerat kaya dia suka mempermainkan perempuan, berganti-ganti dari yang satu kepada yang lain, tanpa perasaan. Baginya perempuan hanyalah benda mainan yang bisa diperlakukan seenaknya. Hanya ada beberapa perempuan yang sungguh Tanza hormati, mamanya yang sudah meninggal, almarhum adiknya, Elina, dan juga Nadia, sahabatnya. Tanza pikir, tak apalah waktu itu memasukkan Verna dalam daftar salah satu korbannya.

Dan semuanya berubah ketika Tanza mengenal Verna, menjadi sahabatnya, mendengarkan kisah hidupnya, melihat dengan mata kepala sendiri ketika Verna menanggung seluruh rasa bersalah dan beban itu di pundaknya. Perasaan Tanza berbalik arah, dia sungguh-sungguh menyayangi Verna, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ini, Tanza benar-benar menginginkan Verna bahagia, bisa tersenyum, jauh dari tuduhan pengkhianatan di masa lalunya.

“Tanza?”, Nadia memecahkan lamunan Tanza, “Lo masih mau kan ngelakuin rencana kita?”

Tanza menganggukkan kepalanya.

“Gue akan berusaha, Nadia”

Wajah cemas Nadia berubah menjadi senyum yang merekah,

“Terimakasih Tanza, gue tau gue pasti bisa mengandalkan lo”

***

“Hai”

Verna menoleh dan mendapati Tanza berdiri di belakangnya. Mereka ada di kantin kampus yang ramai, dan Verna sedang menyantap mie ayam untuk makan siangnya,

“Hai juga,” Verna tersenyum, “Mau makan?”

Tanza menggeleng dan duduk di samping Verna,

“Gue udah makan sebelum ke sini”, Tanza menoleh ke arah Verna, “Gue pingin ajak lo ke suatu tempat”

“Kemana?”, perhatian Verna teralih kembali kepada mie ayamnya yang hampir habis.

“Tar lo juga tahu, mau ya?”

“Jauh nggak?”

“Enggak, paling satu jam dari sini, tempatnya di pinggiran kota”

“Hmmm… lo misterius banget sih?”, Verna menyelesaikan makannya dan menatap Tanza, “Ini beneran gue nggak boleh tahu tempat tujuan kita?”

Tanza tersenyum lembut, “Nanti akan gue ceritakan Verna, di sana…. Dan setelah itu gue harap lo mengerti”

Mengerti apa? Dahi Verna berkerut, Tanza tampak begitu misterius siang ini, dan tampak agak kelelahan seperti kurang tidur. Apakah ada yang mengganggu perasaan Tanza? Tetapi Verna percaya pada Tanza, lelaki itu telah menjadi sahabat yang luar biasa baik kepadanya, kalau sekarang, dengan mengikuti Tanza dia bisa meringankan apapun itu yang menjadi beban Tanza, Verna rela

“Yuk, udah selesai makannya kan,” dengan lembut Tanza berdiri dan menghela Verna untuk ikut bersamanya, Vernapun berdiri dan saat itu menyadari banyak pasang mata yang menatap ke arah Tanza dengan kagum. Tanpa sadar Verna menatap Tanza dan mengakui dalam hati bahwa lelaki itu memang benar-benar tampan, hingga membuat para perempuan tak bisa mengalihkan pandangan matanya darinya.

***

Mereka menyusuri areal pemakaman itu, Tanza berhenti disebuah makam bermarmer putih, dan meletakkan bunga yang dibawanya di atasnya.

Verna menatap batu nisan itu,  Elina Harlian Mahesa. Meninggal satu tahun yang lalu. Siapakah dia?

“Ini makam adikku,” Tanza tersenyum, “Dia meninggal karena kanker otak yang diidapnya”

Verna menatap Tanza kaget,

“Astaga Tanza, kau tidak pernah cerita… aku ikut bersedih Tanza”

Tanza tersenyum, “Tidak apa-apa Verna, saat ini aku sudah berada di titik bisa mengenangnya sambil tersenyum”

Verna menyentuh lengan Tanza dengan lembut,

“Lo pasti sayang banget sama dia”

“Banget”, Tanza menganggukkan kepalanya untuk mempertegas maksudnya, “Dalam menghadapi penyakitnya, dia sangat tegar dan kuat…. Meskipun kadang-kadang gue ngedenger dia nangis sendirian di kamarnya kalau pas dia ngira nggak akan ada orang yang denger,” tatapan mata Tanza sedih, mengenang masa lalu, “Syukurlah waktu itu ada seorang sahabatnya yang selalu mendampinginya dan menemaninya sampai saat-saat terahkir, gue sangat berterimakasih padanya waktu itu”, Suara Tanza tercekat, menahan diri. Betapa inginnya dia menceritakan semuanya kepada Verna, betapa inginnya…..

“Nadia pernah punya sahabat yang meninggal juga”, Verna mengenang, tidak menyadari Tanza yang tertegun kaget di sebelahnya. “Gue nggak tahu siapa dan meninggal kenapa dan bagaimana karena memang gue beda kampus sama Nadia waktu itu, yang gue tau,  pada suatu malam, Nadia mengetuk pintu kamar gue lalu nangis keras-keras…. Saat itu gue sadar, kepedihan yang paling sakit adalah ketika kita dipisahkan oleh kematian, dengan orang-orang yang kita sayangi”

Tanza menarik napas lega, sepertinya Verna tidak mungkin menghubungkan Nadia dengan Elina, dia tidak tahu keputusannya membawa Verna ke makam Elina ini benar atau tidak. Yang dia inginkan, ketika suatu saat nanti entah kapan Verna tahu bahwa Tanza mendekatinya atas permintaan dari Nadia, Verna bisa mengerti alasannya.

“Yah… kita harus bersyukur, orang-orang yang kita cintai, meskipun tak termiliki, mereka masih hidup di dunia ini”, gumam Tanza sambil menatap batu nisan Elina.

Verna menganggukkan kepalanya, “Perasaan syukur yang amat dalam selalu gue munculin ketika hati gue menjerit karena nggak bisa memiliki Bayu, gue selalu menghibur diri gue, bukankah gue harusnya berbahagia karena Bayu masih hidup?  Bersyukur karena dia masih menjejakkan kakinya di bumi yang sama dengan gue?, bersyukur karena dia masih menghirup udara yang sama dengan gue? gue pikir itu lebih membahagiakan daripada kalo kami dipisahkan oleh kematian”

Tanza mengangguk, lalu merengkuh pundak Verna, mereka terdiam dan terpekur menatap batu nisan itu. Di tengah areal pemakaman yang sunyi, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

***

Hujan lagi. Verna mendesah, kenapa selalu hujan ketika dia sendirian? Biasanya ada Tanza di sisinya…

Verna mengembangkan payung kecilnya dan ahkirnya memilih berjalan keluar dari areal toko buku itu dan menembus hujan. Proyek kampusnya membuatnya harus menyeberangi setengah kota, mencari buku-buku yang dipakai sebagai referensi laporannya. Dengan tenang Verna hendak menyeberang jalan, mencari taxi ketika kemudian pandangannya terpaku pada mobil yang terparkir di Café sebelah toko buku itu.

Itu mobil Tanza. Verna tersenyum, mungkin Tanza sedang makan di dekat-dekat sini, Verna melangkah hampir  memasuki areal Café itu ketika dia tertegun dan menghentikan langkahnya.

Jantungnya berdegup kencang tak terkendali, dan dia langsung membalikkan badan dan bersembunyi.

Di sana, di dalam café itu, terlihat jelas dari kaca bening di teras café, Tanza dan Nadia sedang duduk bersama dan bercakap-cakap dengan akrabnya!

Bersambung ke Part 4
Baca Part 1 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/10/verna-dan-hujan-part-1.html
Baca Part 2 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/11/verna-dan-hujan-part-2_5.html
Baca Part 4 : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-part-4.html
Baca Epilog : http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/verna-dan-hujan-epilog.html

50 komentar:

  1. Balasan
    1. eeeh tapi udah diniatin bakalan happy ending kok dear ;) *peluk*

      Hapus
  2. Akhirnya ketemu lagi sama Verna dan Tanza,tapi kasian Vernanya :(
    Mba sayaaang.. kentang nih,bab 4 ditunggu dengan penuh pengharapan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hmmm deg2an lihat pp Yana hihihihi
      amiiin semoga sabar menunggu yaaah draft 4 udah dibikin, draft 5 masih di otak hee *peluk*

      Hapus
    2. Hihihi...itu kucingku mba,namanya Cemong,2 bulan kabur dari rumah,kirain udah mati,eh balik lagi,tapi pulang2 sambil bawa perut gendut *sigh* ...sebagai ibunya aku merasa gagal..tetapi aku tetep sayang sama Cemong...
      OK can't hardly wait for the next chapter :)

      Hapus
  3. waaa... nggak sabar pengen baca cerita setelah Verna tau Tanza dan Nadia ngobrol bareng di cafe...
    *huft, huft (nahan sabar)..

    kasian banget sih si Verna udah nanggung beban cinta ke Bayu, malah sekarang tau kalo Tanza kenal Nadia..sumpah kaget banget pas baca bagian Tanza ngobrol dengan Nadia kalo mereka punya rencana menghancurkan Verna, tak pikir emang Taza orang baik. Tapi syukurlah sekarang Tanza udah sadar dan emang jadi orang baik..
    Gue benci banget sama Bayu, dia terus saja menggerogoti hati Verna yang udah mulai sembuh, malah pake ngajak ketemuan, pake bilang dia nggak bisa nikah sama Nadia. Itu malah bikin hati Verna makin hancur lah. Dia bilang pengen Verna bahagia, tapi jika caranya seperti itu, sama saja membunuh Verna pelan-pelan secara pikiran. Kematian pikiran itu lebih parah dari kematian fisik.. *ini kenapa komentarku panjang bener ya, tak bagi jadi dua part ah,hehe*

    apakah yang akan terjadi?akankah Verna menjauhi Tanza, akankah ... (jeng jeng jeng jeng).. *stress pengen baca cerita selanjutnya*

    BalasHapus
    Balasan
    1. fahrill itu komentarnya ke Bayu jangan2 ditujukan kepada seorang lelaki lain di luar sana? hmmm *menatap curiga* hihihihihi

      eeeh tp Bayu juga perlu dikasihani lhoo fahrill kan dia juga menderita heee :D

      dan setujuu kematian pikiran itu lebih parah dan menyakitkan drpada kematian fisik... kalimat yg sangat bagus heee

      eeeeh fahril kok jd stress? maafkan akuu... eh tp bukannya udah dr duluu *kabuurrr takut dilempar sandal* hihihihi

      *peluk fahril erat2*

      Hapus
    2. iya,mbak.. untuk orang di luar sana.. geregetan aku.. tapi sekarang udah enggak, kasusnya udah hampir kelar kog.. *kedipin satu mata*

      Bayu emang menderita, tapi Verna lebih menderita..*nggak tau kenapa lebih nggak suka aja kalo ce yg menderita,hehe*

      sayang sandalnya buat ngelempar,mbak.. lempar hp aja ah..

      *nggak mau nglepasin pelukannya mbak Santhy*

      Hapus
  4. Aduhhh,,msh brsmbung trnyta..
    Nadiaaa jahat bgtz... :((
    Sbr yh Ver,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. yuuup Vieeee aku akan memberikan ujung yang bahagia, sesuai pilihan hati Verna *peluk* :)

      Hapus
  5. thx mbak shanty. Akhirnya di post juga part3-ny, endingnya bikin penasaran...
    Sangat ditunggu part 4-ny nii mba shanty hheee,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. heeee iyaa anandyaa... endingnya di part 5 ditunggu yaah :) semoga happy ending buat verna :)

      Hapus
  6. woww...akhirnya di post juga...kejutan manis di malam minggu dr mbak san...^^
    luuuuaarrr biassaaaaa deh crita mbak san...ga da kepikiran kalo tanza berhubungan dgn nadia..ow..ow..
    *berharap yg terbaek buat verna..

    thanks mbak san..*peluk erat...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehhe pas malam minggu readers dapat bonus 2 bab SWTD plus Verna dan Hujan Part 3 :)
      semoga part 4 nya bisa cepat keluar yaah
      *berharap yang terbaik juga buat verna* heee

      *peluk*

      Hapus
  7. pengen lemparin tanza apalagi nadia,,,,

    pada gak punya hati apa??
    emosi jiwa melanda
    hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. deaar kalo dr sisi Nadia mungkin dia sakit juga lho kekasih yg dicintainya berkhianat dengan saudara kembarnya sendiri heee

      waaaa fathy jangan emosiii jangan lempar tanza dan Nadia, mereka masih harus main di part 4 dan 5 hihihihi

      Hapus
    2. ya sih mba pasti nadia punya alesan itu....
      tapi apa ya dia harus nyiksa saudara kembarnya sendiri??
      dia g ngerasain apa gimana sedihnya verna, sodara kembar kan pastinya bisa ngerasain,,,,
      untuk tanza nya, sahabat sih sahabat tapi kalo sahabatnya salah jangan dibiarin mba...

      nti mba aku lempari pas udah selesai bab 4 dan 5 nya
      hehehehe

      Hapus
    3. hahahaha pasti Tanza sama Nadia saat ini lagi deg2an krn habis bab 5 udah ditungguin fathy buat dilempar hihihi :)
      sabar fathyyy aku akan munculkan bab 4 nanti semoga rasa jengkelnya sama Tanza memudar yah ;)

      Hapus
  8. mba part 4 jgn lama2 dunk.
    *maksa*
    verna ama siapa jdnya ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. arethaaa *kabuuurrr takut dipaksa* hihihi :)

      iyaaah part 4 udah ada draftnya, part 5 masih di kepala nih :D harus meditasi dulu buat menentukanhihihi *peluk*

      Hapus
  9. Balasan
    1. iyaah deaaar lagi di draft hehehe tungguin yaaah *peluk*

      Hapus
  10. ya ampun... G' nyangka Tanza shbat'y Nadia... Kejam! :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. eeeh tapi Tanza udah menyadari kesalahannya kok dear *peluk* sabar yaaah semoga Tanza nggak melaksanakan apa yg diminta sama Nadia :)

      Hapus
  11. menantikan part4
    thanx mba santhy,,,
    #peluk jauh

    BalasHapus
    Balasan
    1. naokiii iyaa aku akan semangaattt
      part 4 udah ada draftnya kok *peluk sayang*

      Hapus
  12. Kejutan Lagi...

    Benci sm Nadia tp gak bisa menyalahkan dia sepenuhnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju Tuhe,,, karena kalau kisah verna ini dibalik dari sisi Nadia, pasti bisa paham bagaimana sakitnya perasaan Nadia, mungkin kesalahan Nadia adalah : dia tidak mudah memaafkan dan selalu menyimpan dendam ;)

      Hapus
  13. sedih mbak aku bacanya sampe namgis ow...gmn y rasa hatinya verna,..part 4nya jng lama2 ya mbak .pls....

    BalasHapus
    Balasan
    1. eniiiik jangan menangis yaaah *kasih tissue 1 kotak* aku akan membuat Verna berujung bahagia kok :)
      sabar yah tungguiin
      *peluk*

      Hapus
  14. Kejutan lagi...
    Benci sama Nadia, tapi tidak bisa sepenuhnya menyalahkan dia.

    Mungkin klo aku jadi Nadia juga akan melakukan hal yang sama

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju Tuhe,,, karena kalau kisah verna ini dibalik dari sisi Nadia, pasti bisa paham bagaimana sakitnya perasaan Nadia, mungkin kesalahan Nadia adalah : dia tidak mudah memaafkan dan selalu menyimpan dendam ;)

      Hapus
  15. (⌣́_⌣̀) yg sabar ya ver, ◦"̮◦τнäηκ чöü ◦"̮◦ mb santhy :*

    BalasHapus
  16. X_X‎​.•*˚*•..Hä Ðέê♓.•*˚*•..X_X.
    Msh ada part 4 nya..

    Penasaran pengen tau reaksi Verna slth tau trnyata Tanza kenal Nadia...

    *gregetan deh ma nadia,kq bls dendamnya parah bgd..

    BalasHapus
    Balasan
    1. heee iya donaa... endingnya di part 5 nih :)

      iya kekurangan Nadia itu adalah, karena dia biasa dimanja dan dijaga sejak kecil krn dia lebih lemah, dia susah memaafkan dan selalu menyimpan dendam kepada orang yg menyakitinya
      :)

      Hapus
  17. Sedih bgt mbak..:'(
    Ksian Verna..:'(
    Mbak klo bwt crita sllu bwt nangis deh..:'(
    Tanza jhat bgt!:'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. heeeee mendyyyy sabar yaaaah semoga nanti habis bab berikutnya keluar mendy ga benci lagi sama Tanza *tepuk-tepuk pundak mendy*

      Hapus
  18. Balasan
    1. bab limanya masih di dalam otak dear huhuu tungguin yaaah *peluk*

      Hapus
  19. ah akhir'y di post jg part 3 *.*
    Thank mba shanty...
    Huaaaaa :'(
    Sedih nasib mu ver, sbar ya.. Smga happy ending Verna ama Bayu *eh #ngarep
    *pelukcium mba shanty, biar cpt2 di post part 4*
    #kedip2 mata
    Hahaha
    Sy bsa gila nunggu ne..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hhehehehe silaaaa jangan gila dulu nanti bab 4nya yang baca siapaa :D

      hmmmm iya nih yang pasti Verna harus happy ending :) biar para pembaca ga menangis lagi *peluk*

      Hapus
  20. Mba San cantik... draft4 nya masih lama gak? Aku bantuin ya biar cepet kelar??!?! Gak sabar *grrrr... sambil peluk kuat2 biar dikasih cepet eh gak jadi deh nti malah jadi lama kalo gak dilepas*
    Thanks bgt ceritanya Mba.. semangat hujan!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. huwaaaa takuut itu kok ada suara menggeram, ampun aku akan kerjakan kook hihihihihi :D

      semangat hujan jugaaa!!!
      heeee :p

      Hapus
  21. jadi ingat waktu kecil, dulu dulu sekali klo hujan dah turun senangnya bukan main..klo sekarang was was takut banjiiir xixixi

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihihi samaa dulu pas kecil aku ada acara hujan2an... cuma pake cd dan kaos dalem ( masih TK) trus diem di bawah talang air sambil teriak "aiiir terjuuun" hihihihi herannya dulu kok nggak sakit yah hihihihi

      Hapus
  22. mba' santhy thanks ya....ceritanya mengharubiru,pengen deh bs bikin & nulis cerita spt mba' santhy
    :D

    BalasHapus
  23. mba san..ini ceritanya complicated bngt ih..sedih #nangis guling2

    BalasHapus