Rabu, 18 April 2012

Mari Menjadi Milikku


Aku cinta kak Edo, sangat-sangat cinta. Di kehidupanku yang membosankan ini. Saat-saat terindah bagiku adalah menanti waktu bersamanya, ketika dia datang dengan senyum hangat dan ramahnya, menghamburkan nada-nada luar biasa menyenangkan dari gerakan jemarinya yang begitu ahli di atas tuts piano, mengajariku membuat nada menyenangkan yang sama.

Lalu siang itu kulihat mereka berciuman. Kak Edo, dan mama. Tubuhku terasa terbakar oleh luapan kecemburuan. Kecemburuan luar biasa kepada mama. Mama yang cantik yang selalu merebut segalanya dariku, merebut perhatian papa, merebut perhatian orang-orang. Dan sekarang dia merebut cinta pertama dan cinta sejatiku. Mama harus dihentikan, sebelum dia menebarkan racun yang merusak orang-orang yang tidak secantik dia.
                                                                                                             
Tanganku gemetar penuh antisipasi, tapi aku bersemangat, dua piring kudapan di atas nampan yang kubawa. Satu untuk kak Edo, dan satu untuk mama. Isinya menu kesukaan mamaku yang pasti tak akan dia tolak, senyum palsu siap kutebar penuh keramahan, lenganku yang kurus berhasil meletakkan nampan berat itu di depan mereka.

Mereka tersenyum tak tahu malu. Dan hatiku bersorak kegirangan ketika mama mengambil garpu lalu kudapan itu menyelinap melewati bibirnya yang ranum, suara kunyahan mama bagaikan orkestra membahana lagu kebahagiaan bagiku, napasku terengah, menatap penuh hasrat. Ayo mama, telanlah lagi manifestasi kebencianku itu, yang akan mengarahkanmu, langsung terbakar ke neraka……

Kejadiannya hanya sebentar, sedikit kejang disana-sini, sedikit busa dimuntahkan di mulut, lalu tubuh itu diam, kaku, mata melotot dan tak cantik lagi. Kini tak ada mama lagi. Aku tersenyum puas menatap mata yang kini kosong, Tubuhku mengejang bahagia dibawah tatapan panik wajah kak Edo yang pucat pasi.

Mari. Senyumku penuh hasrat kepada kak Edo. Jangan takut, si pengganggu sudah mati, mari menjadi milikku…..

Kuulurkan tanganku kepadanya, yakin pasti akan tersambut

2 komentar:

  1. Wow... gaya bahasa yang baik membuat cerita 'sadis' ini enak 'dikunyah'.

    Ralat:
    suara kunyahan mama bagaikan okestra ('orkestra' kurang 'r') membahana

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih ya masukannya mas Bayu ( boleh dipanggil mas Bayu kan?)
      langsung cantik edit heeee
      ditunggu terus masukan2nya :)

      Hapus