Senin, 12 November 2012

Catatan Tentang si Boy Part 1



Well, sebuah cerita yang nggak penting ternyata, tapi maafkan karena aku tergelitik untuk menceritakannya di sini, tentang office boy ku, pemuda tanggung berusia 19 tahun dengan kepribadian yang sangat menarik :)
 
Di kantorku, ada seorang office boy yang khusus menangani lantai tempatku dan ruanganku, dia baru di sini. Kebetulan aku berada di satu ruangan terpisah oleh sekat kaca, sendirian di pojok pribadi ( sebutan kerennya pojok pribadi, tetapi teman-teman  sekantor lebih sering menyebutnya aquarium kaca ha... ha.... ha ... )

Maafkan jika ceritaku ini membosankan, tetapi sekali lagi, aku tidak bisa menahan rasa untuk menuliskan tentang  dirinya di sini. Dia adalah pemuda sunda asli, dengan logat yang masih kental dan kesopanan yang sangat luar biasa, panggil saja dia Boy ( hahahaha.... nama yang sangat tidak kreatif... dan jangan coba-coba membayangkan sosok playboy di film jadul 'Catatan Si Boy' !!! )
 


Apa sebenarnya yang menarik darinya untukku ? Well, mungkin kepribadiannya, dan kegigihannya, kemampuannya meluluhkan hatiku. Sangat luar biasa dan membuatku terkagum-kagum.

Di kantor aku terbiasa menyendiri, selain karena tuntutan profesionalisme pekerjaan, juga karena aku menikmati kesendirian, ditambah kenikmatan ketika mereka semua memandangku sebagai sosok yang terlalu misterius untuk di dekati. Tetap baik hati, tetap bersahabat, tetap penuh perhatian, tetapi seolah ada tembok pembatas yang kupasang agar mereka tidak mendekati aku lebih jauh.

Dan mereka memang tidak berani mendekati aku lebih jauh. Mereka tahu siapa aku di kantor, memahami pentingnya privacy pribadi dalam posisi pekerjaanku, menghormatinya sekaligus bertanya-tanya, seperti apa diriku jika diluar profesionalisme kerja ? ( yang sedapat mungkin kujaga agar mereka tidak akan pernah mengetahuinya, Sebab disini aku seorang diri, seorang audit yang bekerja seorang diri dengan tetek bengek independensinya, jadi tidak akan ada bocoran tentang kehidupan pribadi dari mulut ku )
 
Tembok pembatas itu tetap terpasang kokoh. Sampai kemudian si Boy ini dengan segala kepolosannya menembusnya, bahkan tanpa dia menyadarinya,


Pertama kali menyadari bahwa si Boy itu 'ada'

 "Ibu kok nggak pernah makan siang barengan ya ?", tanyanya dengan senyum super ramahnya sambil mengelap jendela kaca di ruanganku.

Aku mendongakkan kepala dari barisan angka di layar di depanku dan mengerutkan kening,

Berani sekali bocah yang satu ini, pikirku gusar

Tapi ketika aku mengangkat kepala, untuk melontarkan jawaban tajam yang pasti akan membuatnya bungkam seribu bahasa, mataku terpancang pada matanya, yang ramah, yang lugu, yang polos dengan keingintahuan alami, dan aku merasa malu.

Hey.... menggelikan sendiri kalau aku sampai merasa gusar. Dia hanya ingin tahu San, dan kau memang tidak pernah makan siang pada jam-jam yang seharusnya. Sudah sepantasnya dia bertanya-tanya.
 
Memang aku selalu makan pada jam-jam sesukaku, kadang jam dua siang, bahkan kadang jam 4 sore baru aku turun makan, sisanya aku habiskan di dalam 'aquarium kaca' itu berkutat dengan angka-angka yang membosankan.

"Kalau ibu malas turun ke bawah untuk membeli makanan ( kantorku ada di lantai 4 ) saya bersedia membelikan", sambungnya lagi dengan tulus karena aku nggak segera menjawab.

Aku kehabisan kata-kata. bocah ini nampak begitu tulus. Jadi aku menyunggingkan senyum tulus juga,

"Terimakasih, nanti kalau saya mau nitip, saya bilang ya", jawabku waktu itu.

Dan si Boy pergi dengan senyum lebar di wajahnya, penuh dengan rasa bangga. Kebanggaan yang sederhana. Kebanggaan yang polos.
 



Pertama kali meminta tolong si Boy

Pernah suatu hari, seorang teman membawakanku kue tart dalam wadah tupperware, Jam 10 pagi, setelah aku menghabiskan kue itu, aku bingung, bagaimana mungkin aku mengembalikannya dalam kondisi kotor ?

Akirnya aku putuskan untuk meminta tolong pada si Boy,

"Mas, tolong cuciin ya ", kataku setelah memanggilnya masuk ke ruanganku.

Si Boy hanya diam terpaku. Sehingga aku mengernyitkan kening, Kenapa lagi ini bocah ?

"Mas, tolong cuciin wadah kotor ini', ulangku lagi jengkel.

Bocah itu tampak terperanjat, lalu segera meraih wadah tupperware itu sunguh-sungguh,

"Baik bu, akan saya cuci sampai bersih!", gumamnya penuh semangat sambil setengah berlari menuju pantry, meninggalkanku yang masih termangu. Kenapa dia kelihatan senang sekali ? apa karena baru kali ini aku meminta tolong kepadanya ?

Aku masih sedikit bertanya-tanya ketika dia datang 15 menit kemudian, sedikit terengah-engah, sambil membawa wadah tupperwareku yang sudah bersih,

"Ini bu, sudah saya cuci", gumamnya penuh semangat, menyerahkan wadah itu ke tanganku. 

Aku menerimanya, dan dia masih berdiri di situ, memandangku penuh rasa ingin tahu.

Bocah ini pasti ingin mengetahui pendapatku tentang hasil pekerjaannya, pikirku

Maka kusunggingkan senyumku yang paling manis setelah pura-pura mengawasi wadah itu,

'Terimakasih ya, bersih sekali"

Dan saat itu aku baru menyadari bagaimana sebuah pujian kecil yang disertai dengan senyum, bisa membuat wajah seseorang menjadi begitu berseri-seri bahagia.

Si Boy pergi sambil tersenyum senang karena merasa berguna. Dan aku berdiam diri sambil menggeleng-gelengkan kepala,

Si Boy...si Boy...kan aku nggak meminta kamu mencuci wadah ini seketika, kan bisa kamu serahkan nanti sore.....


Donor darah dan segelas teh manis panas


Pernah suatu ketika ada acara donor darah di kantorku. Karena aku bergolongan darah AB yang kata orang langka dan sangat dibutuhkan, maka aku merasa berkewajiban memberikan kontribusi dalam acara ini ( sok banget, padahal sebenarnya aku  'sedikit' tertarik dengan snack yang diberikan gratis setelah donor hahahahaha... )

Sedikit memaksakan diri memang, karena aku hanya sarapan secangkir kopi dan tidur larut pagi ( karena sudah lebih dari jam 00.00 malam, aku tidak menyebutnya larut malam)

Waktu itu pak dokter yang mengecek tekanan darahku menatap dalam-dalam,

"Sudah sarapan ? "

Aku segera memasang tampang jujurku yang paling polos, biasanya berhasil untuk menipu kaum laki-laki hehehhehehe....

"Sudah barusan ", jawabku cepat, sedikit gugup karena dokter itu mengernyitkan keningnya. Hey... jangan buru-buru menuduhku pembohong. Bagiku, secangkir kopi adalah 'sarapan', aku tidak peduli kalau dokter itu mempunyai persepsi yang berbeda tentang 'sarapan'.

"Semalam tidur jam berapa ? ", dokter itu bertanya lagi.

Pertanyaan aneh. Aku hampir saja tertawa geli. Kenapa dia mengurusi jam tidurku ??? Tapi kemudian aku pikir, bapak di depanku ini pasti punya pertimbangan tersendiri menanyakannya.

"Jam dua belas ", jawabku tegas..... kali ini kuakui aku berbohong, aku baru tidur jam tiga pagi. Tapi saat itu aku sudah mulai berpikir, 'masa bodo' lah, kalo memang nggak boleh donor ya silahkan, lha wong mau disumbang kok nggak mau  ( pemikiran orang bodoh, ya gitu.... hahahahaha.... nggak mikir sama sekali kalo sebenarnya pertimbangan dokter itu ya demi keselamatan dan kesehatanku sendiri)

Dokter itu tampak mangut-mangut sebentar, kelihatan nggak yakin. Tapi kemudian dia mengamatiku.

Tekanan darahnya sih kacau, tapi orangnya kayaknya sehat gini, pake senyam-senyum ga jelas lagi....Itulah terjemahan bebasku tentang kemungkinan yang dipikirkan si dokter ketika melngamati aku. Nggak tahu terjemahan bebasku itu benar atau nggak, yang jelas ahkirnya aku lolos untuk menyumbangkan beberapa cc darahku.

Mungkin aku kena batunya... Pikirku kemudian, 15 menit setelah kembali ke ruanganku selesai mendonorkan darah. Kotak snack, bonus dari donor darah ada di mejaku, tapi aku tiba-tiba mual, jangankan memakannya, memikirkan akan memakannya pun aku mual. Ruangan tampak berputar-putar dan aku mulai pusing,

Makanya San, jangan sok heroik, udah tau nggak makan apa-apa and kurang tidur, sok-sok'an aja donor darah, kutukku pada diri sendiri.

Tiba-tiba, si Boy masuk, mengantarkan kiriman dokumen dari kantor pusat ke ruanganku, dan dia mendapati aku sedang terpejam, tanganku memegang pangkal hidungku, mengernyit.

"Ibu kenapa ? " , tanyanya cemas.

"Pusing", jawabku tanpa membuka mata.

'Ibu pasti belum sarapan ya, padahal tadi donor darah. Aduh bu mukanya pucet gitu, makanya kalau nggak sarapan jangan donor darah dong bu",

Omelannya itu membuat mataku terbuka, hendak menatapnya tajam. Siapa dia hingga berani-beraninya mengomeli aku ? 

Tapi aku tercekat menemukan bola matanya dilumuri kecemasan yang pekat.

Seumur-umur aku selalu dikelilingi oleh perhatian-perhatian basa basi, senyum-senyum palsu, kata-kata manis penuh kebohongan, jadi aku terbiasa untuk selalu berusaha menembus sampai dalam, mencoba mengetahui apakah ada kepalsuan di balik perhatian orang lain.

Bocah ini benar-benar mencemaskanku.....

Aku mencoba tersenyum lemah

"Saya ndak papa kok"

"Bu.... saya buatkan teh panas ya ? ", gumamnya menawarkan.

Tawaran yang sangat menggoda hingga aku tak kuasa menolak.

"Boleh, makasih ya ", jawabku, masih tersenyum lemah.

Dia mengangguk penuh semangat, lalu pergi keluar dengan dada terbusung layaknya tentara maju berperang.

Sepuluh menit kemudian dia datang membawakanku segelas teh manis panas. Meletakkannya di mejaku sambil mengingatkan aku untuk segera meminumnya selagi tehnya masih panas . Dan ketika dia membalikkan badan dan pergi dari ruanganku sambil menutup pintu di belakangnya. Aku tertawa terbahak-bahak.

Aku tergelak tanpa dapat kutahan, aku tertawa keras sekali, lupa kalau suaraku sampai keluar ruangan. Tapi aku tidak bisa menahan tawaku. Aku terus tertawa sampai perutku sakit, sampai air mata keluar dari sudut-sudut mataku, sampai aku bahkan hampir melupakan pusing yang menderaku.

Apa yang kutertawakan ?

Apakah aku menertawakan si Boy ? bukan!, dia biasa-biasa saja. Apakah aku menertawakan teh manisnya ? bukan! buat apa aku menertawakan teh manis ?

Lalu apa yang kutertawakan? ada yang salah dengan minuman yang di bawakan si Boy ? Bukan !

Minumannya.... minumannya biasa-biasa saja, teh manis panas warna kemerahan dengan aroma melati yang menggoda, tetapi...... tetapi......tetapi...... gelasnya... Oh Tuhan ..... Gelasnya !!! Aku tidak bisa menahan tawa,

Dia membuatkanku teh dalam gelas kaca yang sangat besar. Gelas terbesar yang pernah aku lihat. Lebih besar dari ukuran pot bunga  !!!

ha...ha...ha.... si Boy... si Boy... Kau pikir perutku sebesar apa hingga membuatkanku minuman sebanyak ini ??

*to be continued



 

12 komentar:

  1. mba sayang,titip salam ya sama mas boy dan gelas potnya ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. yanaaa iyaaa... kalau si boy tahu dia dibikinkan posting tersendiri pasti dia tersipu malu dengan muka memerah ala kepiting rebus heee :D

      Hapus
  2. hihihihihihihihihi
    *tetep setelah ketawa merenung lagi*

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa si boy ini biarpun office boy, kalo malam dia kuliah S1 jurusan Sastra Indonesia dengan biaya tabungan sendiri lho
      kegiatannya kalo subuh anter ibunya jualan ke pasar, trus jd office boy, malamnya kuliah
      kalo ditanya, dengan mata berbinar dia selalu bilang "Saya bercita-cita jadi guru Bahasa Indonesia"

      Hapus
  3. Udah ada postingan terbaru,brarti mb Santhy udah enakan,ndak tepar kyk kemaren.Meaning...makin tahes(sehat),makin cpt aja mb Santhy kasi izin bang MikaiL tayang di PN.*bubur kacang ijo,mending jujur sajo.diriku ketauan belangnya ni*hehehe,can't wait,counting down the days...Eh,kok si Cherry senyum2 sok te-pe menyambut bang MikaiL di sudut bar favourite si abang.yo gapopo lah,ben ndak galau mikirin Matt Bomer yang...Ups,the magic word should be kept in silence.Cherry udah tau kok,gprl di'ingetin mulu,hihihi*ketawa ala mak lampir*
    Anyway,sederhana+mulia banget ya,cita2 si Boy,jd guru bahasa Indonesia di era generasi alay.smoga aja tercapai...last but important,take a good care mb Santhy.Semangat!!!ngepalin tgn bgaya kyk anak kuliahan mw ngadep dosen skripsi ☻

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaaaa aku udah enakan nihhh hehehe sore ini rencana mau kasih draft sebagian naskah sleep with the devil ke mas admin,,, :D sama epilog arsas, mau minta persetujuan dulu hehehe
      ituuuu ketawa ala mak lampirnya ngeri ngebayanginnya hihihihi
      iya aini, lucu deh pas dia bilang "saya ingin jadi guru bahasa indonesia"
      rasanya terenyuh banget, cita2nya sangat sederhana dan ga muluk2 tp dia meraihnya dengan penuh semangat :)

      Hapus
  4. astaga mbaa.... itu stock limited edition bgt...
    masih ada yah org kaya gitu???
    masih berbinar karena cita2nya?
    keren mba.... :) :) :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya yaa mas boy memang baik banget orangnya,saking baiknya aku jd sering memanfaatkannya, pokoknya apapun minta tolong sama dia *menghela nafas panjang penuh rasa bersalah* heeee

      Hapus
  5. kkkk~ yah, aku tau tipe2 orang seperti ini mba...tulus dan....lucu

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe iyaa arini punya pengalaman juga yah dengan orang2 begini hehhehee bener2 limited edition yah :D

      Hapus
    2. iya mba, jarang banget nemu orang begini.. bagi mereka mungkin perlakuan seperti itu biasa aja... tapi bagi kita, itu luar biasa banget mba

      Hapus
  6. haduh,,,beda banged sama OBku yang kalo diminta tolong pasti bilang
    Wani Piro???
    meski ujugn2nya dikerjain..

    Boy oh boy,,sini pindah ke kantorku ajaa

    BalasHapus