Kamis, 17 Januari 2013

Menghitung Hujan Part 3

Mencintaimu itu sama seperti bernapas
Terjadi begitu saja, tak tertahankan
Bahkan sebelum aku menyadarinya
Aku sudah jatuh cinta padamu
Dan aku mau menunggu
Aku mau menunggu untukmu
Meskipun itu berarti : Selamanya

"Aku harus pergi." Reno menatap sedih ke arah Diandra, yang sedang merapikan pakaian-pakaian Reno dan memasukkannya ke dalam tas.
Jemari Diandra berhenti sejenak, kemudian melanjutkan memasukkan pakaian-pakaian Reno, kali ini jemari itu bergetar,
"Mencari perempuan itu?"
Reno menghela napas panjang, "Maafkan aku Diandra."
"Tidak." Suara Diandra pecah oleh tangis, "Bagaimana mungkin aku memaafkanmu? Kau meninggalkan aku untuk mengejar perempuan lain, seorang perempuan yang bahkan belum pernah kau temui hanya karena mimpi-mimpimu."
"Mimpi-mimpi itu nyata Diandra, dan perempuan itu juga, begitu juga jantung yang sekarang berdetak di dadaku ini."
Diandra mengusap air matanya dan menatap Reno dengan pilu,
"Tidakkah kau mencintaiku Reno? Tidakkah kau mengenang masa kita bersama dulu? Aku selalu mencintaimu, bahkan sejak kita kecil. Aku selalu mendampingimu, di saat-saat sulit sekalipun, percaya bahwa masih ada masa depan untuk kita.... apakah kau tega membuang itu semua?" suara Diandra terisak-isak tak kuasa menahan perasaannya.
Hal itu membuat Reno mengernyitkan dahi, mencoba menekan rasa bersalahnya. Perempuan ini tidak terbantahkan adalah pasangan yang sempurna, sangat tulus mencintainya dan selalu bersamanya di saat dia sakit. Tentu saja Reno merasakan rasa bersalah yang luar biasa karena mencampakkannya seperti ini, dia bukannya tidak punya perasaan, masalahnya... jantung ini... jantung ini tidak menginginkan Diandra, dan selalu memanggil-manggil perempuan lain, perempuan itu, yang selalu muncul di dalam mimpinya.
"Aku tidak tahu harus berkata apa." Reno meremas rambutnya frustrasi, "Aku tidak bisa berkata apapun selain maaf..."
"Katakan kalau kau mencintaiku Reno..." tatapan Diandra penuh permohonan, penuh air mata.


Reno tahu setidaknya kalimat itu akan membuat Diandra tenang. Tetapi dia tidak bisa mengatakannya. Dia tidak bisa.
Diandra tahu itu, matanya terpejam berusaha menahankan rasa sakit yang memenuhi dadanya. Tidak pernah disangkanya dia dan Reno akan berujung seperti ini.
"Setiap malam, ketika menggenggam tanganmu di rumah sakit, aku selalu berdoa semoga Tuhan memberikan jantung baru untukmu, supaya kau bisa sehat, supaya kita punya masa depan bersama, supaya kita bisa menua bersama, menatap anak-anak kita nanti dengan bahagia." Rasa sakit di suara Diandra terdengar nyata, "Aku sangat bahagia ketika kau mendapatkan donor jantung itu... sangat bahagia..... tapi ternyata aku salah."
Diandra menutup tas Reno di atas ranjang dan melangkah mundur, menatap Reno yang hanya bisa diam membatu.
"Kalau saja aku tahu bahwa jantung itu akan merenggutmu dariku, lebih baik kau tidak pernah mendapatkan donor jantung."
Dan dengan kata-katanya yang penuh dengan kesakitan, Diandra melangkah pergi, berurai air mata.
***
Ketika malam mulai temaram dan senja beranjak menjadi gelap. Reno duduk menghadap mamanya dan menceritakan semuanya. Mamanya hanya menatapnya dengan sedih.
"Jadi begitu saja? Kau tinggalkan Diandra begitu saja?"
Reno mendesah sedih, "Aku tahu semua orang akan menyalahkanku karena perlakuan jahatku kepada Diandra... tapi kuharap mama bisa mengerti aku. Aku... jantung ini.. jantung ini menginginkan perempuan lain."
"Bagaimana mungkin Reno? Apa yang kau rasakan itu tidak bisa dijelaskan dengan logika, mama bingung dengan sikapmu. Mama sedih melihat Diandra, Reno. Dia sangat kecewa, dia hancur, dan bukan hanya itu, persahabatan mama dan papa dengan kedua orangtua Diandra menjadi rusak karena masalah ini, mereka tidak mengerti." Sang mama menghela napas sedih, "Tetapi mama percaya kepadamu nak. Mama sudah melalui saat-saat dimana mama hampir kehilanganmu, berkali-kali." Perempuan itu menyusut air matanya, "Jantung itu membuat mama tidak akan cemas kehilanganmu lagi, dan......kalau kau bilang jantung itu mencintai perempuan lain, mama akan berusaha mendukungmu, karena kalau yang kau bilang itu benar, mama berhutang budi kepada perempuan itu. Perempuan yang jantung kekasihnya didonorkan untukmu."
Reno langsung memeluk mamanya. Erat. Menahan resapan air mata yang sedari tadi berusaha menyeruak keluar. Semua orang boleh membencinya, tetapi asalkan mamanya mendukung, Reno bisa melangkah maju.
"Terimakasih mama." Suara Reno serak oleh emosi, dipeluknya mamanya, wanita tua bertubuh kecil yang begitu tegar berjuang untuk anak tunggalnya yang sakit. Reno sangat menyayangi mamanya.
"Jadi, kemana kau akan mencari perempuan itu?"
"Bandung, aku sudah mendaftar untuk mengambil magisterku di sana."
***
Pertama kalinya Reno melihat Nana adalah ketika perempuan itu keluar dari toko kelontong di ruko itu, dan melangkah di trotoar.
Saat itu mendung sudah menggelap, mengirimkan pesan bahwa dia akan menjatuhkan muatannya ke bumi. Reno sudah menyelesaikan segala urusannya untuk tinggal di Bandung, administrasi perkuliahannya sudah beres, dan dia sudah menemukan tempat tinggal baru, sebuah rumah mungil di kompleks perumahan Bandung atas yang dingin dan rimbun oleh pepohonan tua yang menjulang ke langit, mengarahkan batangnya bagaikan lengan-lengan terentang yang ditumbuhi dedaunan dan menyejukkan sukma. Setelah itu, dia menelusuri alamat rumah Rangga, mencari informasi sedapat mungkin dari para tetangga. Dia mendapatkan informasi cukup penting, bahwa Rangga meninggal dunia sehari sebelum pernikahannya dengan Nana. Kesedihan seperti apa yang mungkin ditanggung oleh Nana ketika itu? Reno tak berani membayangkannya.
Butuh waktu dua hari sampai akhirnya Reno menemukan alamat kampus Nana. Oleh salah seorang teman kampusnya, dia diberitahu bahwa Nana sedang mencari bahan tekstil untuk sampling kegiatan perkuliahan mereka di kawasan belakang pasar baru. Reno memutuskan memarkir mobilnya dan berjalan menelusuri kawasan itu.
Hampir dua jam Reno menelusuri jalan-jalan kawasan kota lama itu, yang masih kokoh memeluk kenangan mereka tentang masa lalu, peninggalan jaman kolonial belanda, hingga tak terasa dia sudah melangkah begitu jauh. sampai akhirnya dia menemukan sosok itu.
Reno hanya pernah melihat Nana sekilas di sebuah foto hasil pencariannya di internet. Tetapi dia yakin bahwa perempuan yang berjalan tergesa seolah dikejar mendung di seberangnya itu adalah Nana. Dia tahu. Jantungnya tahu.
Jantungnya berdegup kencang memanggil perempuannya.
Dorongan pertama Reno adalah menghampiri Nana dan memperkenalkan diri, tetapi ketika baru satu langkah berjalan dia berhenti. Apa yang akan dikatakannya kepada Nana?
Apakah dia akan datang dan dengan santainya berkata : "Hai aku Reno, aku adalah orang sakit yang beruntung mendapatkan donor jantung dari kekasihmu, Rangga." atau mungkin dia akan berkata : "Hai aku Reno, kau mungkin akan menganggapku aneh, tetapi aku mencintaimu. Jantung kekasihmu, Rangga yang sekarang menjadi jantungku masih berdebar untukmu."
Debaran jantung itu makin mengencang, dan Reno tersenyum, menepuk dadanya pelan, "Hei. Aku tahu kau tidak sabar bertemu perempuanmu. Tetapi kita tidak bisa menerobos masuk tanpa perhitungan dulu. Aku harap kau sabar."
Lalu Reno terkekeh sendiri, dia benar-benar seperti orang gila, berbicara sendiri dengan jantungnya sambil berdiri di trotoar seperti ini
Rintik-rintik hujan mulai turun membasahi kepalanya, butirannya makin lama makin membesar seolah langit meminta agar para manusia menyingkir sehingga dia bisa menumpahkan muatan kelabunya ke bumi. Reno melempar pandangannya kepada Nana, perempuan itu tampak berdiri bingung ketika hujan juga mulai menimpanya, lalu dia memasuki cafe itu. Cafe tua dengan sebutan Warung Kopi Purnama di papan namanya.
Sementara itu Reno tetap berdiri di sana, entah berapa lama dia tidak tahu. dia berdiri bagaikan orang idiot, bingung harus bagaimana. Hujan makin membesar, dan tetesannya mulai membasahi rambut dan mengalir turun ke bahunya, membasahi pakaiannya. Lalu dia menelan ludah, menyeberang jalan dan melangkah memasuki cafe itu. Sejenak berdiri meragu di depan pintu, kemudian melangkah masuk.
Nana duduk di sudut sana, matanya mencuri pandang. Tepat saat Nana mengangkat kepalanya dan mengadu tatapan dengannya. Dengan gugup Reno memalingkan muka, mencoba bersikap acuh, lalu memilih tempat di sudut yang lain memesan kopi, lalu duduk kebingungan memikirkan bagaimana dia bisa mendekati Nana.
Dan rupanya dia terlalu lama berpikir, karena sejenak setelah hujan sedikit mereda, Nana berdiri dan meninggalkan cafe itu. Meninggalkan Reno dalam kekosongan. Jantungnya yang tadinya berdebar penuh semangat kini terasa hampa.
***
Sejak itu Reno selalu datang. Di jam yang sama, memilih tempat duduk yang sama sambil menatap cemas ke arah pintu dengan setia. Hanya satu hari dia terlambat datang, dan di satu hari itu, entah kenapa  Tuhan membuat Nana datang kesana, meninggalkan bukunya.
lalu perkenalan itu terjadilah, mengalir begitu saja. Pun ketika Nana tidak kunjung datang lagi ke cafe itu sesuai janjinya, Reno tetap menunggu.
Dan ternyata penantiannya tidak sia-sia. Nana akhirnya datang menemuinya, membuat Reno yakin bahwa sadar atau tidak Nana merasakan panggilan dari jantung ini untuknya.
Mereka terus bertemu dan semakin dekat. Tetapi kemudian pertemuan-pertemuan mereka diisi oleh kisah kenangan Nana bersama Rangga. Membuat Reno merasakan sesuatu yang membakar di dalam dadanya. Sebuah perasaan yang bisa dideskripsikan sebagai : Cemburu.
Ya. Reno cemburu. Sangat cemburu kepada Rangga. Pria sempurna di mata Nana, yang kini jantungnya berdegup di dalam rongga dadanya. Reno mencintai Nana, itu pasti. Perasaan cintanya tidak bisa dideskripsikan dengan logika, tidak bisa dianalisa dengan kata-kata.  Perasaan cintanya ada begitu saja, memenuhi rongga dadanya, menjajah hatinya. Sementara yang dicintai Nana adalah Rangga. Selalu Rangga.
Dan dengan bodohnya Reno memicu pertengkaran itu. Membuat Nana makin menjauh darinya.
Disesapnya kopinya dengan sedih. Dia masih duduk di sini., di sudut yang sama, tempat yang sama, waktu yang sama, menunggu dengan setia seperti yang selalu dia lakukan. Tapi kali ini Nana tak kunjung datang, dan Reno meragu apakah Nana akan datang kali ini.
Kalau Nana tak mau datang, aku akan hancur oleh patah hati. Reno merasakan jantungnya berdenyit menimbulkan rasa nyeri di rongga dadanya.
***
Nana melangkah dengan ragu di depan cafe itu. Masih cafe yang sama, bangunan tua yang sederhana tetapi menyimpan banyak sejarah di dalamnya, konon cafe ini adalah warung kopi tertua di Bandung, yang berdiri tahun 1920, tahun demi tahun berlalu, dan cafe ini masih menyajikan menu yang sama, seluruh hidangan kopinya berasal dari bahan kopi pilihan khas Bandung, Kopi Aroma yang pabriknya terletak di sudut lain kota lama Bandung, kopi yang sangat terkenal dengan proses pembuatannya yang juga tidak berubah dari tahun ke tahun, mempertahankan rasanya. Dan juga mempertahankan kenangannya, bagi beberapa orang.
Nana mendesah. Kenapa dia ada di sini? apakah itu berarti memberi kesempatan kepada Reno untuk mengalihkan perhatiannya dari Rangga? Tetapi Nirina bilang, dengan menerima Reno bukan berarti dia membuang Rangga. Rangga akan selalu ada dan akan selalu hidup di dalam hatinya.
Tetapi tidak terbantahkan, Nana juga menyayangi Reno. Perasaan itu tumbuh entah kapan. Mungkin sejak Reno memperkenalkan dirinya, mungkin juga sejak pertemuan rutin mereka di cafe itu dari waktu ke waktu. Nana tidak tahu. Yang pasti sekarang dia ingin mencari jawaban. Mencari jawaban atas semua pertanyaan yang menggelayuti benaknya.
Nana lalu melangkah masuk ke cafe itu. Dan mendapati Reno duduk di sana, di sudut yang sama tempat mereka biasanya duduk berdua. Lelaki itu tampak merenung, tidak melihat ke arah pintu, tetapi kemudian entah kenapa dia langsung menyadari kedatangan Nana. Kepalanya langsung tegak dan dia setengah berdiri ketika melihat Nana,
"Nana..."
Nana melangkah mendekati Reno, berdiri dengan ragu.
"Aku... aku mau minta maaf karena membentakmu di pertemuan kita terakhir waktu itu."
Reno tersenyum lalu duduk kembali,
"Duduklah Nana, aku akan memesankan pesananmu yang biasa."
***
Kopi dan roti pun dihidangkan, menu tetap mereka selama pertemuan mereka di sana. Reno menatap Nana dengan senyumnya yang tulus,
"Aku minta maaf, aku yang terlalu memaksamu. Percayalah Nana, mulai sekarang aku tidak akan mendesakmu lagi. Aku akan selalu ada, entah sebagai sahabatmu, entah sebagai saudaramu, entah sebagai apapun. Aku akan selalu ada untukmu."
Nana menundukkan kepalanya, lalu menatap Reno dengan senyum sedihnya, "Terimakasih Reno... aku.. aku tidak bisa menjanjikanmu apa-apa, tetapi kau masih begitu baik untukmu."
"Karena aku mencintaimu." suara Reno tercekat menahan rasa, menahan debaran jantungnya yang makin mendera, Tidak apa-apa kalau ternyata Nana tidak bisa membalas cintanya. Ternyata tidak apa-apa, ternyata cukup baginya bisa duduk di sini dan menatap perempuan itu. Ada, dan menghirup napas yang sama dengan dirinya.
Tidak apa-apa ternyata mencintai, dan hanya ingin mencintai, entah cintanya itu berbalas atau tidak....
***
Reno baru saja pulang dan membaringkan badannya di ranjang, matanya menatap nanar ke langit-langit kamar, membayangkan Nana.
Hanya membayangkan perempuan itu, senyumannya, tawanya, caranya berbicara saja bisa membuatnya tersenyum, dipenuhi oleh perasaan cinta,
Kemudian ponselnya berkedip, sekali. dua kali. Akhirnya Reno meraihnya.
Nama yang tertera di layar ponsel itu membuatnya menegang.
"Ya Diandra?"
Sejak perpisahan di rumah sakit itu Diandra memutuskan kontak dengannya. Sama sekali. Dan Reno terima, karena dia memang tidak pantas memohon maaf dari Diandra. Dan mungkin Diandra lebih baik dalam kondisi seperti ini. Reno terima kalau Diandra membencinya dan dia berharap dengan begitu Diandra akan mudah membuka hatinya untuk yang lain.
Suara di seberang sana penuh dengan isak tertahan.
"Reno... Reno... Aku sangat membutuhkanmu... aku tak kuat tanpamu.... " Diandra menangis tersedu-sedu di seberang sana, penuh dengan kesakitan tanpa ampun, membuat hati Reno terasa nyeri, "Pulanglah Reno.... aku mohon pulanglah kemari...."
***
Bersambung ke Part 4

52 komentar:

  1. Mbaaa san... you are the best best one.. pelukkk eratt... thank you...

    BalasHapus
  2. Mba Santh,,,,,danke so much,,,
    Loph u so mad degh,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. i lope u toooo riskaaa
      -----> dilirik cemburu si om, hihihihi

      Hapus
  3. wduh,galau ni.stay for nana pliss,thx mba santhy :*

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehhe iyaaa kisah ini ditulis pas hujan, jadi galau deh rena :)

      Hapus
  4. Huaaaa..sedih..hiks2
    Sabar y reno,lambat laun nana pasti luluh..aseeek
    Tengkyu ya mba san

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe iyaaa semoga nana luluh yah :)
      harus pelan2 ;)

      Hapus
  5. aih knpa Diandra nelpon lgi? :(
    Udh Rena ma Nana ajh...

    Thank you mba Santhy.. Sperti biaasaaa, kentang :D
    *next part nya di tunggu dg setia... ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi mungkin Diandra belum bisa merelakan reno, bayangkan kekasihnya dari masa kecil yg ditungguinya saat sakit dan senang tiba2 meninggalkannya untuk mengejar perempuan lain :)

      Hapus
  6. mbk santhy...

    galau semuanya, nana, reno dan diandra.

    peluk dan kecup, asap lanjutannya.


    love,

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe iyaaa kalau menghitung hujan memang temanya selalu mendung dan galau ;)
      semoga end-nya gak galau yah ;)

      Hapus
  7. mbaaaaaaaaaaaaaa
    dh lama g koment kangen.....
    mba request boleh gak? reno sama diandra ja yah. jd inget sama diandraku hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. fathyyy kangeeeen hehehehe
      iyaaaah nama diandra ini terinspirasi dr diandra di kisah fathy
      tp kok sama2 menderita ya huhuhuhu

      Hapus
  8. itu diandra kenapa??
    mbak saaan, idenya keren2 euy..
    ditunggu next nyaa..
    *peluuuuuuuuuuuukk

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe diandranya mungkin lagi sedih banget yah :)
      semoga mau menunggu part berikutnya yaah :)

      Hapus
  9. Thanks ya mbak Santhy cantikkkkk dah diposting part 3 nya.
    Mbak Santhy....Galau Part..
    Sakit sich kalau jadi Diandra...
    Tapi Sedih juga liat Nana ....
    Reno makin galau dech..
    Makin penasaran part selanjutnya??????Tapi tetap setia nunggu part selanjutnya..
    Mbak santhy memang Top Markotop..
    Semaaaaaaaaaaaaaaangat Mbak Santhy Cantikkkk..
    Luv u full mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama sayaang, makasih yah sudah mau membaca kisahku :)
      iyaa kalau dilihat dari sisi diandra memang menyedihkan, dari sisi nana juga... :)
      jadi bingung pilih yang mana hehehe :)

      Hapus
  10. Mbak...aku kasian ama diandra :'(

    Ah memang segala hal ga bisa dilihat dr satu sisi aja ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. heeee iyaaa, setiap karakter mempunyai perasaannya sendiri2 jadi bingung juga nih hehehe

      Hapus
  11. wah sekarang postingnya malam sja ya mba? hehe
    lanjuuutkan mba! ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. heee iya dear nungguin internet kantor lowong kalau agak sorean.. kalau siang berat, soalnya dipake bareng2 hehehe :)

      Hapus
  12. hye rin coment again.. Kkk ~.^v

    kak santhy.. ><" haduhhh koq galau sihh... Rangga, nana, reno, diandra..
    Jantung rangga di reno, nana belum tau,, dn gk tau juga ad diandra, nana mulai sayang reno, reno cinta nana, tp ad diandra.. Woowww.. Ga to the lau ini.. ><".. Trus itu diandra knp nangis2.. P-E-N-A-S-A-R-A-N.. Kereeen
    Jan lama2 ya kak.. ^^.. Aku tunggu loh..

    Ah makasih kak ku yg cantik dh dipost *peyuk2*
    lanjoooott.. Okehh.. Fighting *semangat lagi* kkk

    BalasHapus
    Balasan
    1. eeeeh ada yang komen lagi hihihihi
      hehehe waaah syukurlah rin suka yaah :) semoga bab2 berikutnya lebih banyak konflik tetapi juga menghanyutkan perasaan yaah
      makasih sayang buat semangatnyaa ;))
      *peluk sayang*

      Hapus
  13. Next part kayaknya makin galau nih ... aku ngga sabar nunggunya...
    Mbak santhy makasih udah upload cerita ini gak pake lama hehehe....
    *big hug*

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe iyaaaa
      tapi habis ini SE dulu sayaang
      semoga sabar menunggu yaah *peluk*

      Hapus
  14. new story nihhhh, two thumbs up deh mbakkkk,
    mbak suka hujan yaaaa? 'katanya' hujan (tidak bisa dijelaskn secara logika) punya sesuatu yang bikin kita tenang dan bernostalgia sama seseorang

    BalasHapus
    Balasan
    1. heeeee iya sayang aku suka banget suasana kalau hujan turun. dimanapun itu :) suara aliran airnya itu bikin damai, terus ada perasaan sesak yang gimanaaa gitu di dada, sesak tapi menyenangkan + galau2 hehehe :)

      Hapus
  15. tengkiyuuuu mbk shan yg cuantikkkkkkkk
    crtnya nmbh seru ja nich,g sbr nunggu part slnjutnya,

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih sayaaang
      semoga sabar menunggu part selanjutnya yaah ;)

      Hapus
  16. Huuaaa keren mb santiii
    Penasaraaan
    Makasih mb santi *peluk*

    BalasHapus
    Balasan
    1. heeee iya sayaaang syukurlah sayang suka yaaah
      *balas peluk*

      Hapus
  17. Kasihan ma Diandra...kl tau gitu Reno gk ush d operasi..tp kasihan jg ma Nana..#galau
    (-̩̩̩-͡ ̗̊--̩̩̩͡ ) Ɨƚι̇ƙƨ̃.. Ɨƚι̇ƙƨ̃.. τhαñk ч σù  mba Santhy...(˘⌣˘)ε˘`)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kalau jadi Diandra mungkin dia mikirnya gitu :)
      hehehehe sama2 sayaaang semoga kisah berikutnya makin dinikmati yaah
      *peluk*

      Hapus
  18. Diandra~ :"( sedih banget liat diandra, Mbak sukses deskripsiin gimana sakit dan sedihnya diandra.
    Makasih buat ceritanya ya, Mbak. :) tetep menunggu lanjutannya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup kalau aku membayangkan ada di posisi diandra pasti sakit banget rasanya. Bayangkan dia yang nungguin, dia yang ngerawat, tiba2 kekasihnya ga mencintainya lagi :)

      iya aya sayaang semoga sabar menunggu yaah ;))

      Hapus
  19. hmm... bener.. kasian diandra.
    tpi kisah macam ini LANGKA. bisanya cwo ninggalin cwenya krna si cwe ga baik ato antagonis2 gmnaah gituh... tpi yg ini BEDA...

    Kerreeennn... lanjoeeet mba ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe iyaa karena itulah lebih dilema yah sayang :)
      aku juga bingung nih, sebenernya kejam nggak ya reno meninggalkan diandra :)
      jd bingung diandra atau nana heee :)

      Hapus
  20. yah...kayaknya tuh diandra mau bunuh diri ya mbak san...
    Ach...diandra, kasiann..

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaah jangan bunuh diri sayang, diandra lebih tegar dari Marcell di PH yang ngancam2 mau bunuh diri kok. Dia cuma sedang terpuruk dan butuh pelukan reno sepertinya :)

      Hapus
  21. di saat cinta dtang buat nana .. diandra nongol lgi .. hadeuuuhhh !!bngung jg mo dkung yg mna hihihihi
    yesyesye ciyuuuss ??enelan mba udh mo posting lgi di PN ??
    udah kangeen bnget soal nya heheheh
    ttap smngat yah mba cantik .. trus brkarya dan shat slalu !!amiiinnn ...
    GANBATTE !!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe :) karena Diandra juga menemani reno di masa2 sakitnya. sejak kecil bagi diandra hanya ada reno :)
      hehehe bingung yah dukung yang mana :)

      iyaa sayang UH nanti 25 agustus yah di PN
      makasih sayaang *peluk2*

      Hapus
  22. *peluk2 erat* mba santhy stock ceritanya banyak sekali ...

    BalasHapus
  23. mbaaaaa....hujannyaaa sedih amaaat...*sewegukan
    ceritanya kereeen bangeet mba-kuuu *peyuk

    BalasHapus
  24. Entah apa yang salah dengan hujan itu? Hujan yang melabuh pada hati pujangga yang sedang gundah. Cerita yang begitu relevan untuk dijadikan sebuah klise pilm :) Lanjutkan mbak,,, Jia You

    BalasHapus