Selasa, 23 Oktober 2012

Cerpen : Pillow Talk


Bandung, 28 Februari 2011 ( Pada Suatu Malam )
Perempuan itu memasuki kamar yang temaram, ranjang berseprei putih terhampar rapi. Seorang laki-laki berbaring disana dalam diam, matanya menatap kedatangan perempuan itu.

Perempuan itu menatap ke arah ranjang dan menghela nafas, lalu melangkah melewati ranjang, duduk di depan cermin meja riasnya. Dengan hati-hati dioleskannya krim malam ke seluruh wajahnya, matanya menatap pantulan dirinya di kaca, tampak sedih.

Si Lelaki bangkit dari ranjang, dan berdiri di belakang perempuan itu, mengawasi wajah perempuan itu di kaca,

“Kau tampak cantik, bahkan ketika kau sedang lelah dan sedih…”

Si Perempuan mendesah, lalu berdiri dan membalikkan badan, menatap ke arah ranjang dengan ragu-ragu.

Lelaki itu berdiri di sampingnya,

“Tidakkah kau merindukanku Nina? Merindukan kita disana?”, bisiknya menggoda.

Nina terpaku. Lalu mendesah lagi.

Dengan galau Nina duduk di tepi ranjang, lalu menelusurkan tangannya pada kelembutan sprei itu. Pelan-pelan Nina membaringkan tubuhnya di ranjang itu. Nina berbaring terlentang, tangannya terlipat rapi di dada, matanya menatap langit-langit kamar,

Lelaki itu menyusul naik ke ranjang, mereka berdua sama-sama berbaring terlentang dalam keheningan,

“Berbaring tapi tak bisa tidur…. “, Lelaki itu menolehkan kepalanya kepada Nina dan tersenyum lembut,
“Kau tahu betapa aku merindukan saat-saat kita mengisi keheningan ini dengan kemesraan yang….”

“Aku tahu kau selingkuh Fer…
Wajah Ferry langsung pucat pasi, menatap kaget kepada Nina.

“Apa….?”

“Aku tahu kau selingkuh Fer, aku sudah tahu sejak lama….”, air mata bening bergulir dari sudut mata Nina.

“Kau tidak pernah menunjukkan kalau kau mengetahui tentang hal itu…”

“Aku selalu ingin mengatakan padamu kalau aku tahu… tapi semua itu tertahan di bibirku…Kau selalu pulang dengan senyum bahagia dan menawan, dengan kasih sayang yang sama… dan aku takut … kalau aku mengatakannya, aku akan kehilanganmu…. “

“Bagaimana kau bisa tahu?”

“Kau tahu tidak Fer? Rasanya menyakitkan sekali ketika kebenaran itu datang menghampiriku… sebenarnya aku sudah bertanya-tanya sejak lama… sejak dua bulan lalu kau mulai sering pulang terlambat, sejak dua bulan lalu kau mulai sering melewatkan makan malam di rumah…. Aku bertanya-tanya, tapi setiap pikiran buruk itu datang, setiap kali pula aku berusaha menghapuskannya. Aku takut kalau pikiran burukku itu menjadi nyata, bahwa kau ternyata benar-benar mengkhianatiku, setelah hampir sepuluh tahun masa pernihakan yang begitu membahagiakan bagiku……”, Nina mendesah sedih lalu mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

“Lalu aku menemukan kertas itu ketika mencuci celana panjangmu….. bon hotel bertanggalkan 24 Januari, aku ingat sekali saat itu kau sedang dinas ke Surabaya selama seminggu. Tapi bon hotel itu berlokasi di Jakarta, dan atas namamu….”,

Wajah Ferry menggelap penuh kesedihan,

“Ya Tuhan, Nina… Nina, kenapa kau tidak pernah menanyakannya kepadaku?.. Ah Nina, sayangku, maafkan aku…”, Ferry memiringkan tubuh, berusaha meraih tubuh Nina, tetapi isterinya itu  membalikkan badan memunggunginya, tangisnya semakin dalam.

“Aku benar-benar hancur saat itu Ferry, rasanya semua ketakutanku yang terdalam menjadi kenyataan…..saat itu aku begitu terpuruk, aku ingin mati saja…. Tapi entah kenapa kemudian aku mendapatkan kekuatan, aku mulai mencari tahu…”, Tatapan mata Nina menerawang, “Aku mulai sering mengikutimu, jika kau berangkat ke kantor, atau jika kau berpamitan untuk berangkat ke luar kota….”, Nina mulai gelisah, membalikkan tubuhnya lagi menatap langit-langit kamarnya,

Sementara Ferry yang berbaring miring menghadapnya menegang menunggu kata-kata selanjutnya,

“Lalu aku melihatmu  bersama perempuan itu, dan dia adalah perempuan terahkir di dunia ini yang kukira akan menjadi selingkuhanmu…”, Suara Nina meninggi, “Kau berselingkuh dengan adikku sendiri !!, kau berselingkuh dengan Susan !!!”,

Wajah Ferry memucat,

“Bukan begitu Nina… kau salah, aku seharusnya menjelaskan semua kepadamu, tetapi Susan…”

“Aku melihat kau menjemputnya saat itu. Lalu kalian berdua pergi bermobil ke luar kota”, Mata Nina menyala tajam, kesedihannya berubah menjadi kemarahan yang berapi-api, “Aku mengikuti kalian tapi aku kehilangan kalian di tol, kau mengemudi terlalu cepat….”

“Nina… Nina … seandainya saja aku bisa mengembalikan waktu dan menjelaskan semuanya kepadamu….”

“Seketika itu juga aku membencimu Ferry…. Aku jadi sangat membencimu, bukan saja karena kenyataan bahwa kau telah mengkhianatiku, tetapi juga karena kau begitu kejam memilih adik kandungku sendiri sebagai objek perselingkuhanmu..”

“Aku sangat menyesal Nina… aku sangat menyesal…”

“Aku merasa begitu disakiti dan dikhianati…. Aku membencimu, aku membenci Susan…. Aku benci !!!”

“Nina… kau dengar aku? Aku menyesal… aku sangat menyesal… ini semua seharusnya tidak perlu terjadi kalau aku menjelaskan kepadamu dari awal…”

“Karena itulah aku memutuskan untuk membunuhmu…”

Ferry terpaku kaget, dan menatap Nina yang terbaring di sebelahnya,

“Apa…?”

“Karena itulah aku bertekad untuk membunuhmu…. Dan juga Susan…”, Nina mengulang kata-katanya, suaranya dipenuhi oleh kebencian.

“Kau tidak mungkin melakukan itu !!!”, Ferry berteriak dan menggulingkan tubuhnya menindih Nina, menatap matanya dalam-dalam, “Bahkan kau tidak akan mungkin memikirkan hal semacam itu !! Nina yang kukenal adalah isteri yang lembut dan baik hati, dia tidak mungkin memikirkan hal sekeji itu !!”

“Nina yang kau kenal mungkin adalah perempuan yang lembut dan baik hati…. Tetapi kau juga harus tahu Ferry, perempuan yang mencintai lalu kemudian dikhianati, dia bisa menjadi jahat…”, tubuh Nina bergetar, “Dia juga bisa menjadi Iblis….”

“Tidak…!! Tidak Nina !! Jangan katakan kalau kau…. Kalau kau…”

Nina menggelengkan kepalanya dengan histeris, air matanya berderai, ada amarah bercampur kesedihan dalam suaranya,

“Siang itu kau berpamitan akan pergi ke luar kota lagi. Tapi aku tahu, aku sudah tahu bahwa kau pasti akan pergi bersama Susan …… “, Nina meremas-remas kedua tangannya dengan gugup, tampak sesak napas, sehingga Ferry menggulingkan tindihannya dari atas tubuh Nina, lalu berbaring miring, menatap Nina yang terlentang menatap langit-langit kamar dengan nanar,

“Aku sangat marah, aku menggila….. ketika kau sedang mandi sebelum berangkat, aku menyelinap ke mobilmu… aku tidak mengerti tentang mobil… tapi aku belajar…”, Nina mulai tertawa histeris, “Sungguh ironis ketika aku mempelajari mesin mobil untuk merencanakan membunuh suamiku sendiri… tapi aku berhasil melakukannya, aku memotong rem mobilmu…. Biar nanti kalau kau mengendarainya dengan Susan, kalian berdua mati di neraka !!!”, Nina mulai terbahak, “Matilah kalian !! Matilah kalian berdua karena berani-beraninya mengkhianatiku…!!!!”

Tawa Nina terdengar membahana di kegelapan malam, tapi kemudian tawa itu berubah menjadi isakan pedih yang menyayat hati, Nina terduduk dan memeluk lututnya, dengan air mata bercucuran tanpa henti,

“Tapi kenapa aku tak juga bahagia..? kenapa aku tak merasa puas…?”. Isaknya sedih, “Kusadari aku ternyata terlalu mencintaimu Ferry, aku bahkan siap memaafkanmu dan menerimamu kembali bahkan meskipun nanti kau akan mengkhianatiku berkali-kali…. Aku mencintaimu Ferry… aku terlalu mencintaimu untuk bisa membencimu…..aku merindukanmu….”

Nina menangis terisak-isak, sedangkan Ferry hanya duduk di sana, di sebelah ranjang terpaku dengan kesedihan luar biasa. Air mata mengalir di wajah Ferry, air mata penyesalan. Penyesalan karena kesalahannnyalah yang menyebabkan semua ini terjadi. Penyesalan karena dia telah membuat isteri yang dicintainya begitu menderita.

“Maafkan aku Ferry…. Maafkan aku…..”, Rintih Nina dalam kesakitan yang dalam.

Seketika itu juga Ferry bergerak, mencoba memeluk Nina,

“Aku memaafkanmu sayang, bukan salahmu… bukan salahmu… akulah yang salah….”, Jantung Ferry terasa diremas ketika tangannya yang transparan menembus bahu rapuh Nina yang akan di peluknya, kesadaran membawa dirinya kembali. Dia hanyalah arwah yang tak terlihat, tak terdengar, tak teraba. Dia hanyalah arwah yang terjebak di dunia fana karena terlalu mencintai isterinya. Nina tidak menyadari kehadirannya, Nina tidak bisa mendengarnya, Nina tidak bisa mengetahui kebenarannya.

Menyadari bahwa dia tidak bisa memberitahukan kebenarannya kepada Nina membuat arwah Ferry terhantam pilu, karena Nina akan selamanya menanggung dosa dan kebencian yang seharusnya tidak perlu ditanggungnya…..

Nina mengusap air mata di wajahnya, tapi air mata itu terus berderai di sana. Monolog yang dilakukannya sendirian di kamar telah begitu menguras emosinya. Dadanya terasa berat menyimpan semua rahasia ini. Rahasia yang di telannya dalam-dalam. Bahkan ketika dia menghadiri pemakaman suami dan adiknya siang tadi.

Sekarang, menatap kamar kosong itu, kamar yang selama sepuluh tahun ditempatinya dengan Ferry suami tercintanya, hati Nina terasa di iris-iris. Dia telah membunuh suami dan adiknya sendiri atas nama cinta dan kecemburuan. Dan kini ketika kedua orang yang dibencinya itu telah tiada, yang dia rasakan hanyalah penyesalan mendalam, tidak ada lagi tersisa kebencian, kemarahan dan kecemburuan yang begitu berkobar-kobar sebelumnya. Tetapi yang namanya penyesalan memang selalu datang terlambat. Dengan sedih, Nina mengusap perutnya yang membuncit pertanda ada kehidupan yang sedang bertumbuh di dalam perutnya.

“Maafkan aku Ferry….”, demikianlah kata-kata itu terucap berulang-ulang seperti mantra dari mulut Nina, menggema berulang-ulang di kamar temaram itu, tanpa ada balasan jawaban.
******

Bandung, 23 November 2010 ( Tiga bulan sebelum terjadinya kecelakaan )

“Kenapa kau ingin bertemu denganku ?”, Ferry menatap ke arah Susan, adik iparnya dan matanya mengernyit, adik iparnya ini tampak begitu pucat dan kurus.

“Aku ingin meminta bantuan mas Ferry”

“Bantuan apa?”

Susan menyesap minuman di gelasnya, dan menatap Ferry memohon.

“Tapi mas Ferry harus berjanji untuk tidak memberitahu mbak Nina

“Tergantung, aku nggak bisa begitu saja merahasiakan sesuatu dari mbakmu tanpa alasan yang jelas”
Susan mendesah,

“Mas, Susan habis cek di lab… ada tumor yang tumbuh di rahim Susan, tumor ini berpotensi menjadi kanker mas, dokter berusaha supaya jaringannya tidak menyebar”, wajah Susan tampak semakin tirus dan lelah, “Tapi Susan ingin merahasiakan ini dari mbak Nina dulu,. Mas kan juga tahu kalo mbak Nina sedang hamil, dan kondisi mbak Nina lemah, Susan takut kalau berita ini akan mengganggu kondisi mbak Nina”

Ferry menggenggam tangan Susan prihatin,

“Mas akan bantu sebisanya Susan, mas juga akan merahasiakan dari mbakmu…. Lalu sekarang kau akan bagaimana?”

“Mas Ferry, karena Susan hanya punya mas Ferry dan mbak Nina, mungkin setelah ini Susan akan sangat merepotkan mas Ferry”
******

Bandung, 2 Desember 2010 ( Pada suatu sore )

“Memangnya kau memasak apa sore ini?”, Ferry menyandarkan tubuhnya di kursi kantornya, tersenyum mendengar suara Nina di seberang sana, “Baiklah, aku akan pulang cepat, sudah nggak sabar mencicipi masakanmu”, bisik Ferry lembut, “Dan bagaimana kabar anak kita di perut bundanya hari ini…?”

Ferry tersenyum lagi mendengarkan jawaban Nina di seberang telephone, kemudian terdengar nada sela di telephonenya dan Ferry mengernyit, dilihatnya nada sela itu. Dari Susan.

“Sayang, ada telephone masuk dari bos, aku harus mengangkatnya, nanti kita sambung lagi ya, jaga dirimu sampai aku pulang”, gumam Ferry lembut, lalu menutup sambungan telephonenya dengan Nina dan mengangkat telephone dari Susan.

“Halo, Susan?”

“Mas…..”, suara Susan terdengar lemah, “Mas… Susan pendarahan banyak sekali mas… Susan nggak bisa bangun dari tempat tidur…”

“Aku akan segera kesana…”, seru Ferry panik seraya bangkit dari duduknya dan menghambur keluar. Disempatkannya menulis sms kepada Nina sambil setengah berlari menuju mobilnya yang diparkir di halaman kantor.

“Sayang maaf. Bos telephone minta meeting dadakan. Aku mungkin akan pulang malam. Maafkan aku. Sisakan masakanmu untukku ya, aku akan memakannya nanti. Aku mencintaimu”
*******

Bandung, 3 Desember 2010 ( Pada suatu siang )

“Sayang. Mungkin nanti malam aku akan pulang terlambat lagi. Jangan menungguku untuk makan malam ya, ingat ibu calon anakku harus makan teratur. Dan jangan menungguku sampai tidak tidur seperti semalam, tidurlah duluan. Aku mencintaimu”

Ferry membaca ulang sms-nya lalu menekan tombol send untuk mengirimkannya kepada Nina. Dia mendesah sambil melangkah di koridor rumah sakit yang putih itu. Lalu memasuki kamar perawatan intensif tempat Susan terbaring dengan wajah pucat,

Susan tersenyum melihat Ferry, bibirnya bergetar,

“Maafkan aku mas, aku merepotkan mas sampai seperti ini”

Ferry duduk di tepi ranjang dan menatap Susan lembut,

“Tidak apa-apa San, itulah guna seorang kakak….”,

Susan menganggukkan kepalanya, tampak kelelahan.

“Susan… apa tidak sebaiknya kita memberitahu Nina…?”

“Jangan !!”, Susan setengah memekik, “Susan tidak mau membuatnya cemas mas, mbak Nina sudah pernah keguguran dua kali.. .. dan sekarang setelah sepuluh tahun menunggu ahkirnya mbak Nina bisa hamil lagi, Susan tidak mau membuatnya cemas mas!”

“Tapi bagaimanapun Nina akan tahu nantinya….”

“Biarlah dia tahu nanti mas, kalau kondisi janinnya sudah kuat, kalau kondisi Susan sudah lebih baik”, Susan lalu menatap Ferry  dengan binar penuh harapan,

“Dokter disini merekomendasikan dokter terbaik di Jakarta untuk operasi pengangkatan tumor dari rahim Susan…, mungkin nanti mas, setelah operasi berhasil Susan akan memberitahu mbak Nina”

Ferry mendesah, ada ketakutan yang berbisik di hatinya, bagaimana jika nantinya Susan tidak selamat? Bagaimanakah dia menjelaskan semua ini kepada Nina?

Dengan sedih Ferry mengangkat bahunya menyerah,

“Baiklah kalau itu maumu Susan, kita tunggu sampai setelah operasi”
*******

Bandung 25 Desember 2010 ( Pada suatu malam)

“Halo?”, Ferry mengangkat telephone dari Susan dengan cemas, selama ini dia telah menemani Susan melakukan berbagai prosedur pengobatan dan kemotherapy. Dia berharap telephone ini berisi kabar yang ditunggu-tunggunya.

“Dokter sudah menjadwalkan operasi”, suara Susan di seberang sana terdengar penuh harapan.

“Kapan?”

“Sebulan lagi mas, tanggal 24 Januari, di Rumah sakit di Jakarta

“Oke, aku akan mengurusmu”

“Mas?”

“Ya?”

“Mas Ferry bisa tetap jaga agar jangan sampai ketahuan mbak Nina?”

“Iya, aku akan bilang kepadanya aku ada tugas kantor ke Surabaya selama beberapa waktu”,
*******

Bandung, 27 Februari 2011 ( Hari Kecelakaan)

Ferry membimbing Susan menaiki mobilnya, lalu setelah duduk di kursi kemudi, dia menjalankan mobil itu.

“Hari ini check up terahkir ke rumah sakit di Jakarta kan? Bagaimana kondisimu?”, Ferry mengamati Susan, sudah sebulan setelah operasi, dan meskipun masih lemah, kondisi Susan tampak lebih baik, sudah ada rona di wajahnya.

“Kondisi Susan baik mas…”, Susan tersenyum lembut, “Mungkin sepulang dari Jakarta ini Susan akan menceritakan semuanya kepada mbak Nina”

Ferry menganggukkan kepalanya setuju.

“Kondisi Nina juga sudah lebih kuat, anak kami juga kuat dan sehat Susan, kau bisa menceritakan pelan-pelan kepada Nina tanpa takut menyakitinya dan bayinya, Nina berhak tahu, karena kau adalah adiknya, satu-satunya keluarganya yang tersisa, yang sangat disayanginya…”

Susan mengangguk setuju,

“Iya mas, Susan nggak tahu apa jadinya Susan tanpa mbak Nina dan mas Ferry, terimakasih ya mas… terutama mas Ferry sudah merelakan banyak waktunya untuk mengurusi Susan, belum lagi memenuhi permintaan Susan untuk merahasiakannya dari mbak Nina”

Ferry menggangguk,

“Sudahlah, lagipula mbakmu sebentar lagi juga akan tahu kebenarannya, jadi semua akan baik-baik saja”

Semua akan baik-baik saja. Ferry terpekur. Bulan-bulan terahkir ini dia telah banyak mengecewakan isterinya demi mengurus kesehatan Susan. Kadang dia bisa melihat kesedihan di mata Nina ketika dia mengatakan akan lembur, akan pulang telat, harus tugas ke luar kota dan berbagai pengingkaran janji lainnya yang terpaksa dilakukannya. Kadang dia tersiksa karena tahu bahwa dia telah menyakiti Nina, tetapi tidak bisa mengatakan alasannya kepada isterinya itu.

Tetapi setelah semua ini, semuanya akan baik-baik saja. Semua akan kembali seperti semula. Ferry berjanji dalam hati akan mengganti semua saat-saat yang dia sia-siakan dengan mengabaikan isterinya. Setelah ini dia akan mencurahkan seluruh perhatian kepada isterinya, dia akan selalu menyediakan waktu untuk isterinya kapanpun, dimanapun, dan mereka akan bahagia. Semua akan baik-baik saja. Dia, Nina, Susan, dan calon bayi di perut Nina, semua akan baik-baik saja.

Lalu Truk besar itu tiba-tiba saja muncul di tikungan, membuat Ferry terkejut dan langsung menginjak rem. Tapi Remnya tidak berfungsi. Wajah Ferry pucat pasi, ketika mobilnya mengarah dengan frontal ke muka truk besar yang juga melaju kencang itu. Masih didengarnya jeritan Susan di sebelahnya, sebelum hantaman keras itu terjadi, lalu semuanya gelap…. Hitam… pekat…

Semuanya tidak baik-baik saja. Itulah yang dipikirkan Ferry sebelum kesadarannya menghilang.
******

Bandung, 28 Februari 2011 ( Pada Suatu Malam, setelah Pemakaman )

Kilasan-kilasan kebenaran itu berkelebat di benak Ferry, sambil berdiri diam di tepi ranjang, melihat isterinya menangis tersedu-sedu dan meminta maaf kepadanya.

Ingin rasanya Ferry meneriakkan semua kebenaran itu kepada Nina, tetapi dia tak berdaya, dia hanya arwah tak nyata yang berdiri di dua dunia, tak bisa menjamah Nina.

Dan di situlah Ferry berdiri, seorang suami yang tak pernah berkhianat, tetapi telah menanggung tuduhan pengkhianatan. Seorang suami yang dibunuh atas nama cinta dan kecemburuan dari seorang isteri yang telah dipermainkan kebenaran.

“Maafkan aku Ferry, maafkan aku….”, isak Nina, “Aku menyesal….”

“Aku memaafkanmu sayang, aku memaafkanmu…..”,

Bisikan Ferry tak sampai terdengar oleh telinga Nina. Begitu sendu, pilu, haru, larut di dalam malam kelabu.


Kadangkala takdirmu adalah hasil dari sebuah keputusan. Semua bergantung bagaimana kau akan bertindak, seperti sebuah pesan tak terkirim, telephone tak terangkat, rahasia yang tertunda untuk diungkap, kecurigaan yang tak terkatakan,  hal-hal remeh semacam itu, bisa membuat takdirmu berbeda kalau saja semuanya dilakukan dengan cara berbeda. ( anonim )
The End

17 komentar:

  1. wah cerpennya menyentuh banget.
    kecemburuan bisa sangat membahayakan.

    BalasHapus
  2. wow.... menarik sekali ceritanya.. entah ini fiksi atau non fiksi, saya gak tahu. hehe..

    24 januari, kenapa harus 24 januari.? hehe..

    saat baca tadi kaget, krn tggl ini ada sesuatu juga yg terjadi dgn hidupku.. halah.. :)


    saya suka banget ama QUOTES dr PRAMUDYA yg di profilnya::

    "Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, Anak Semua Bangsa, 84)"

    BalasHapus
  3. Membaca tulisan ini saya jadi menangis, sedih banget rasanya..:)

    BalasHapus
  4. waaaaa... dari baca alinea kedua,,udah nggak bisa berhenti baca sampai alinea terakhir..penasaran banget kenapa perkataan Ferry tidak dijawab Nina yang seolah bicara sendirian.. ternyata beneran bicara sendirian...
    Jadi inget videoklip-nya Peterpan yang "Semua Tentang Kita"...

    BalasHapus
  5. @aje : makasih yaaa... lagi belajar bikin cerpen thriller, tapi tetap aja ujung2nya cerpen sedih yaaa

    @Roe : hehehe semoga bukan cerita non fiksi dan semoga bukan cantik yg jadi tokoh utamanya ya hehehe
    tanggal itu terpikir karena ada sesuatu juga yg terjadi dalam hidupku ( tapi 24 januari 2009) :D berarti kita sama yaa hehe :)
    iyaaa quotenya bagus bangettt mengena banget yaa

    @melihat dengan hati : hiks dirimu selalu melihat dengan hati, jdnya hatinya tersentuh dan menangis,,, jangan sedih lagi ya *peluk*

    @faril : bener banget faril ini sedikit banyak terinspirasi, cuma memang sengaja dibikin agak shocking ending gituuu, tapi mas faril dari awal udah sadar ya kalo Nina bicara sendirian, hebaat
    :D

    BalasHapus
  6. soalnya Ferry ngajak bicara pada kalimat ini '“Tidakkah kau merindukanku Nina? Merindukan kita disana?”, bisiknya menggoda.', tapi Nina nggak terlihat sedang ada orang lain di dekatnya...

    Tapi pas mulai bicara setelah mereka berdua berbaring, kog jadi seperti tanya jawab.. makanya aku penasaran, tadi serasa sendirian,lalu serasa ngobrol dengan Ferry...jadi makin penasaran..

    btw,smoga saat sudah menikah nanti, suami-istri tak akan pernah menutupi rahasia apapun sehingga tak terjadi cemburu tingkat akut, apalagi sampai punya niat membunuh pasangan.. smoga jangan..
    kalopun punya rahasia, supaya lebih cermat agar tak ada celah bagi pasangan untuk mengawasi (kayak mau beneran selingkuh aja nih,,hahay)

    BalasHapus
  7. out of topic: kog di kotak komentar nggak ada pilihan "post by 'name/url'"??

    BalasHapus
  8. wuiiih faril sangat detail, besok2 kalau mau bikin cerpen dengan shock ending harus lebih hati2 nih biar nggak ketahuan duluan hehehe :D

    iyaa setujuu... karena dalam pernikahan yang penting itu komunikasi ya,
    apalagi salah paham ternyata bisa berakibat sangat fatal ya faril hiks

    oooh masak sih? hiks cantik kan masih awam di bidang ngeblog, nanti cantik oprek2 yah biar keluar post by name nya :)

    BalasHapus
  9. aku 24 januari 2011. hehehe..


    salut nih sama anak cantik.. produktif sekali nulis cerpennya... kalau sdh ada yg di bukukan, minta satu dong bukunya.. #ngerayu.. hhohoho..

    BalasHapus
  10. wah berarti kejadian berartinya Roe lebih fresh ini
    asal bukan seperti cantik ya, kalau cantik 24 januari sambil nyanyi lagunya glenn yang januari hehehehe :D
    iyaaa ini sebenernya koleksi cerpen yang lama2 selama ini sampai berdebu tersimpan di dalam folder yang tak tersentuh :)
    amiiin ini lagi nego sama penerbit, pasti Roe dapet deh gratis satu ya hihihi

    BalasHapus
  11. kalo udah diterbitin, minta judulnya ya..smoga tersedia juga di toko buku di Semarang, biar bisa tak beli..kasian kan udah nulis capek,tapi nggak ada imbalan (meski imbalan itu tak hanya berupa uang, tapi setidaknya dapat untuk meneruskan perjuangan menulis karena media penulisan itu juga dibeli dengan uang.. CMIIW
    smangat sesuai semangat hari pahlawan!!!

    BalasHapus
  12. hehehe iyaaa pasti dikabarin ke faril makasih yaaaaa :D
    semangat juga !!!!
    :D

    BalasHapus
  13. wew..saya memang terlalu sensitif..ketauan banget ya..:D..hehehe

    BalasHapus
  14. hehehe.... iya, sama dong hehe :) *peluk erat*

    BalasHapus
  15. bru sempet bca yg ne..
    Ya ampuuun mba Santhy... Cerpen'y bguuuusss!
    #sambil menghapus air mata

    BalasHapus
  16. Tragedy! U're so amazing, mbak! I adore u so much. U could play in many genres. Kyaaaa~ *si aya ditabok gegara bawel* hehehe... suka sama tulisan mbak santhy yg keren di semua genre. Nulis terus ya, mbak. *peluk*

    BalasHapus
  17. ya ampunn , ini keren banget mbak. malah harus diterbitin. menurut aku cerpen ini malah lebih lancar alurnya. ini udah mantep, jangan dipanjangin lagi mbak.

    keep writing mbak! :D

    Cheers,
    Jessica

    BalasHapus