Ketika
ponselnya berbunyi lagi, hampir jam sepuluh malam, Sani yang sudah berada dalam
posisi meringkuk di ranjang dan bersiap tidur mengernyit. Dia sedang tidak enak
badan, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan dan dia selalu sedikit
merasakan nyeri di perut bawahnya ketika sedang haid. Diangkatnya telepon itu,
“Halo?”
“Sani?”
suara Azka yang dalam terdengar dari seberang sana, “Kenapa kau tidak datang
kemari?”
“Oh...
maaf Azka.” Dia lupa kalau sudah berjanji untuk ke cafe malam ini. “Aku... aku
sedang tidak enak badan.”
“Kau
sakit?” suara Azka terdengar cemas, “Kau
sakit apa?”
“Tidak...” Sani bingung, kehabisan kata-kata untuk menjelaskannya kepada Azka.
“Aku
antar ke dokter ya?”
“Eh
tidak usah...” Sani menelan ludahnya, “Ini sakit perempuan..”
“Sakit
perempuan?” Dari suaranya Sani bisa membayangkan Azka mengernyit di sana.
“Itu..
sakit perempuan setiap bulan.”
Hening.
Tampak Azka berusaha menelaah kata-kata Sani, tetapi kemudian dia sadar,
“Oh.”
Tiba-tiba
saja Sani merasa geli karena sekarang Azka yang salah tingkah.
“Maaf
ya. Biasanya ini hanya berlangsung di hari pertama kok, mungkin kita bisa
bertemu besok.”
Hening,
lalu Azka bergumam, “Aku ke sana ya?”
“Jangan,
aku tidak apa-apa kok.”
“Aku
akan kesana.” Azka bergumam dengan nada keras kepala, lalu menutup telepon.
⧫⧫⧫
Ketika
pintu apartemennya terbuka, Azka berdiri di sana sambil membawa kantong kertas
makanan dari cafenya. Lelaki itu menatapnya dengan cemas,
“Kau
tidak apa-apa?”
Sani
menggeleng lemah, memundurkan langkahnya dan mempersilahkan Azka masuk,
“Sakit
begini hanya bisa disembuhkan kalau berbaring.”
“Kalau
begitu duduklah berselonjor di sofa.” Azka mendahului Sani duduk di sofa, dan
menunggu Sani datang. Dia mengambil bantal kecil dan meletakkan di pangkuannya,
“Sini, berbaringlah di sini.
Sejenak
Sani ragu, tetapi senyuman Azka tampak begitu menenangkan, dan perutnya sakit.
Dia tidak punya siapa-siapa di sini untuk mengeluh. Sambil menghela napas
panjang dia duduk di sofa, Azka langsung menariknya, menjatuhkan tubuh Sani
supaya kepalanya berbaring di bantal di pangkuannya.
Rasanya
begitu nyaman, meringkuk di pangkuan Azka dengan jemari ramping lelaki itu
mengelus rambutnya pelan.
“Sudah
makan tadi?”
Sani
menggelengkan kepalanya, “Tidak selera makan.”
“Aku
bawakan kentang goreng dan sosis dari cafe kalau kau lapar malam-malam.” Jemari
Azka membelai rambutnya lembut, membuat Sani mengantuk.
“Terima
kasih Azka...” suara Sani melemah, dia menguap.
“Tidurlah,
aku akan menungguimu di sini.”
“Terima
kasih ya.” Sani mengulangi ucapan terimakasihnya, lalu menutup matanya,
merasakan damai yang menenangkan. Dia memejamkan matanya dan terlelap.
Azka
duduk di sana, mengamati Sani yang terbaring di pangkuannya. Hasratnya untuk
memiliki perempuan ini begitu besar, tidak pernah dia rasakan sebelumnya pada
perempuan manapun. Perempuan ini adalah hasratnya. Dan setiap kali pula Azka
rela melepaskan apa yang menjadi hasratnya, demi keharusan untuk memikul sebuah
tanggung jawab.
Kali
ini itu tidak akan terjadi. Azka akan mempertahankan Sani di sampingnya. Lelaki
itu lalu menundukkan kepalanya dan mengecup bibir Sani yang terlelap dengan
lembut.
“Aku
mencintaimu, Sani.”
⧫⧫⧫
Sani
bangun di pagi hari dengan badan segar, dia membuka matanya dan menatap ruangan
yang temaram. Masih sangat pagi sepertinya di luar, meskipun sinar matahari
sudah menembus dengan malu-malu melalui gorden jendela.
Sejenak
dia merasa bingung, kenapa dia tidur di ruang tamu. Tetapi dia lalu sadar.
Azka...
Dengan
gerakan pelan, Sani melihat ke atas dan menyadari bahwa kepalanya ada di atas
bantal kecil di pangkuan Azka. Lelaki itu tertidur pulas sambil terduduk,
tubuhnya menyandar ke sofa dan kelihatannya sangat lelap.
Sani
bergerak perlahan supaya tidak membangunkan Azka. Tetapi rupanya Azka terbiasa
waspada ketika tidur karena dia langsung membuka matanya.
Mereka
bertatapan, di pagi yang temaram dan udara dingin yang menguar sejuk dari
jendela. Lalu Azka tersenyum lembut,
“Selamat
pagi.”
Tiba-tiba
Sani merasa malu. Lelaki itu baru bangun dari tidurnya dan tetap terlihat
sempurna, sedangkan penampilannya sekarang pasti sudah amburadul.
“Aku
baik-baik saja.”
“Sakit
perutmu?”
“Sudah
mendingan.” Dengan gerakan canggung, Sani duduk dan menjauh dari Azka,
menyadari bahwa semalaman mereka sudah tidur bersama.
“Izinkan
aku membuatkan sarapan untukmu.” Azka melirik ke arah kantong kertas makanan
yang dibawanya dari cafe yang tidak tersentuh, “Mungkin makanan ini masih bisa
diselamatkan.”
Azka kelihatan tidak canggung sama sekali,
seolah-olah tempatnya memang di sini. Dia meraih kantong kertas itu, setengah
bersenandung melangkah ke dapur Sani, dan memasak.
Sani
sejenak termangu, menatap Azka yang tampak begitu luwes dan santai memasak di
dapur, lelaki itu tampak menikmatinya. Tiba-tiba Sani merasa tersentuh. Lelaki
ini ingin menjadi koki, tetapi dia meninggalkan impiannya demi rasa tanggung
jawabnya, dia pasti merasakan perasaan hampa di dalam dirinya. Sani sendiri
tidak akan bisa membayangkan kalau dia tidak boleh menulis lagi.
“Aku
akan ke kamar mandi dulu ya.” Gumam Sani pelan dari sofa.
Azka
yang sedang memasak omelet beraroma harum dari bahan-bahan yang dia temukan di
kulkas Sani, menoleh dan tersenyum lembut,
“Silahkan.
Ketika kau kembali, makanan sudah siap.”
⧫⧫⧫
Dan
Azka memang benar. Ketika dia selesai mandi, dapur itu beraroma harum dengan
telur dan ham yang sudah digoreng, serta aroma kopi yang menguar memenuhi
ruangan.
“Makanlah.”
Azka mengedipkan sebelah matanya, “Sarapan spesial dari koki paling tampan di
dunia.” Gumamnya menggoda,
Sani
terkekeh geli, dan Azka meninggalkannya sebentar untuk ke kamar mandi.
Ketika
kembali rambut Azka basah dan dia tampak segar. Sani sudah menyeruput kopinya
dan mencicipi sedikit omelet yang luar biasa enaknya itu.
“Suka?”
Tanya Azka lembut.Dia duduk di seberang Sani di meja makan itu lalu menyesap
kopinya yang masih mengepul panas.
Sani
menganggukkan kepalanya, “Aku tidak pernah memakan omelet yang begitu enaknya. Omelet
buatanmu memang lezat.” Gumam Sani sambil tersenyum.
Tatapan
Azka di atas cangkir kopinya tampak begitu intens, “Kalau kau menikah denganku,
aku berjanji akan membuatkan sarapan untukmu setiap pagi.”
Hampir
saja Sani tersedak omeletnya, dia mendongak dan menatap Azka terkejut,
“Apa?”
Azka
terkekeh dan barulah Sani sadar bahwa Azka sedang menggodanya. Pipinya langsung
memerah karena malu.
“Tidak
lucu, tahu.” Gumamnya sambil cemberut,
Azka
masih terkekeh, tetapi matanya bersinar dengan serius, “Aku tidak sedang melucu
Sani, bayangan itu ada di benakku. Kau dan aku menikah, lalu hidup bahagia
selama-lamanya.”
Sani
merasakan jantungnya berdebar keras akibat kata-kata Azka, “Bukankah masih
terlalu dini membicarakan ini?”
“Ya.”
Azka menganggukkan kepalanya, tidak membantah kata-kata Sani, “Tetapi aku tahu
apa yang kurasakan, perasaan nyaman yang tidak pernah kurasakan sebelumnya
kepada siapapun. Aku bisa saja duduk di sini berdua denganmu, tidak melakukan
apa-apa dan tidak merasa bosan.” Lelaki itu menyentuh jemari Sani dari seberang
meja dan menggenggamnya sungguh-sungguh, “Beginilah yang kubayangkan akan
kulalui bersama istriku nanti. Duduk bersama setiap pagi, mengawali hari dengan
bahagia, lalu berpelukan ketika malam tiba.”
Kata-kata
Azka terdengar luar biasa indah sehingga Sani terpesona. Dia membiarkan
tangannya dalam genggaman Azka dan menghela napas panjang.
“Tetapi
kau tidak jujur kepadaku. Keenan berkata bahwa perusahaanmu tidak hanya
mencakup cafe itu dan lain-lain. Kenapa Azka? Apakah kau tidak mempercayaiku?
Apakah kau berpikir bahwa aku mungkin hanya mengincar hartamu?“ Sani tiba-tiba
merasa terhina, “Kalau kau memang berpikir seperti itu, kau bisa tenang, aku
tidak butuh hartamu. Aku bahkan bisa menghidupi diriku sendiri dan tidak perlu bergantung
pada seorang lelaki hanya untuk menghidupiku.”
“Aku
tahu kau orang yang mandiri Sani, aku tahu kau tidak mengincar harta dan
kekayaan.” Azka menggenggam erat jemari Sani, mencegah ketika Sani berusaha
melepaskan diri. “Aku merahasiakannya karena takut kau merasa canggung dan lari
dariku. Aku hanya ingin kau memandangku sebagai pria biasa, bukan sebagai
seorang miliarder yang berkuasa.”
Sani
tercenung, menerima betapa benarnya kata-kata Azka. Kalau dari awal Azka
mengatakan bahwa dirinya sangat kaya, mungkin Sani akan merasa ngeri dan tidak
akan memberi kesempatan kepada mereka untuk lebih dekat.
Kedekatan
ini sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Ada suatu ikatan yang sangat erat di
antara mereka, membuat dunia mereka saling tarik menarik.
Dan
bahkan Sani bisa membayangkan kata-kata Azka itu, mereka bersama-sama di pagi
hari, memulai hari dengan bahagia dan berakhir di pelukan satu sama lain.
“Apakah
kita akan berakhir di sana? Di impianmu tentang hidup bahagia selama-lamanya?”
tanya Sani lemah.
Azka
tersenyum lebar, “Tentu saja Sani, Happy
Ending, seperti akhir dari setiap novel romantismu.”
⧫⧫⧫
“Bagaimana?”
Azka bertanya cepat ketika Eric memasuki ruangannya. Eric memang sangat tampan,
dia adalah sahabat Azka ketika kuliah di luar negeri sebagai koki. Dan Eric
adalah koki handal yang kemudian mengembangkan bisnis hiburan mencakup salon,
butik, dan bakery serta rumah makan yang kebanyakan dibangunnya bekerjasama
dengan Azka.
“Dia
terpesona kepadaku tentu saja.” Eric terkekeh, “Tetapi belum cukup untuk membuatnya
berani mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan itu.”
“Kau
sudah melakukan semua yang kukatakan kepadamu bukan?”
“Tentu
saja, dengan sempurna. Aku mengunjunginya ke rumahnya, membawakan bunga lily
kesukaannya, dia terkejut karena aku bisa mengetahui kesukaannya. Lalu aku menceritakan tentang kucing, seperti
yang kau informasikan bahwa Celia sangat menyukai kucing dan punya puluhan
kucing di rumahnya. Dan sekali lagi dia terperangah karena aku mempunyai banyak
sekali kesamaan dengan dirinya. Semuanya sempurna mulai dari makan malam, sikap
lembut dan perhatian seratus persen. Aku yakin hatinya sudah berpaling, hanya
saja belum ada sesuatu yang membuatnya mengambil keputusan penting itu. Seperti
yang kau katakan, kau ingin membuktikan bahwa dia bisa mengkhianatimu bukan?”
Eric menatap Azka tajam, “Dia tidak menolak ketika aku menciumnya semalam.”
Sebuah
bukti. Sebuah kenyataan akan pengkhianatan. Azka sudah menduga bahwa Celia
tidak akan mampu bertahan. Perempuan itu mengatakan sangat mencintainya. Tetapi
kalau dia sungguh mencintai, dalam keadaan apapun cinta tidak akan semudah itu
tergoda untuk berkhianat.
Mungkin
sejak awal Celia tidak mencintainya, mungkin perempuan itu hanyalah terobsesi
untuk memilikinya.
“Kalau
begitu mungkin ini saatnya aku bertemu dengan Celia.”
⧫⧫⧫
Ketika
Azka datang, Celia sangatlah gugup. Azka sudah lama sekali tidak berkunjung.
Dan Celia... sudah terlalu sering menghabiskan waktunya bersama Eric hingga
sampai di titik dia sudah tidak peduli lagi apakah Azka akan datang atau tidak.
Tetapi
pernikahan mereka sudah dekat, pernikahan itu adalah puncak impian Celia untuk
bisa memiliki Azka pada akhirnya, dan dia tidak akan mundur. Celia hanya
berharap dia masih bisa menghabiskan waktu bersama Eric, mereguk seluruh perhatian
yang tidak didapatkannya dari Azka sebelumnya, dan semoga saja Azka tidak akan
tahu tentang perselingkuhannya sehingga pernikahan mereka akan berjalan mulus.
“Kemana saja kau selama ini
Azka.” Celia memasang wajah merajuk, “Aku sampai berpikir bahwa kau mungkin
sudah melupakanku.”
“Aku
sangat sibuk Celia, kuharap kau mengerti.”
Celia
mendesah sedih, “Selalu begini Azka, apakah nanti di kehidupan perkawinan kita
juga akan seperti ini? Kau sibuk dengan pekerjaanmu dan mengabaikan aku?”
Azka
mengangkat bahunya, “Itulah konsekuensi kau menikah denganku, tidak akan
berubah meskipun kita menikah. Aku mempunyai tanggung jawab yang besar di
perusahaan yang tidak mungkin aku abaikan begitu saja. Kalau kau tidak siap
menghadapinya kau bisa mundur.”
“Apa?”
wajah Celia langsung pucat pasi.
Sementara
itu Azka memasang wajah datarnya, “Aku tidak bisa menjadi suami yang perhatian
seperti yang kau inginkan, tidak akan pernah bisa. Kalau kau tidak siap
menanggung kesedihan karena tidak pernah mendapatkan perhatian dari seorang
suami, kau bisa mundur sekarang Celia agar kau tidak menyesal. Kau tahu, aku
tidak pernah memaksamu untuk menikahiku, untuk menjadi isteriku.”
“Teganya
kau!” Celia berteriak, dan berurai air mata, “Kau sengaja melakukannya bukan?
Kau sengaja mengabaikanku agar aku merasa tidak kuat dan membatalkan pernikahan
ini? Kau ingin aku meninggalkanmu bukan? Agar kau tidak perlu memiliki istri
yang lumpuh dan cacat sepertiku. Cacat karena kau!!”
Perkataan
Celia itu membuat wajah Azka memucat, tetapi dia mengendalikan diri dan
berusaha membuat ekspresinya tetap datar.
“Well kau tidak akan mendapatkan apa yang
kau mau! Karena aku tetap akan melanjutkan pernikahan ini! Apapun yang terjadi
kau tetap akan menjadi suamiku dan aku akan menjadi istrimu!”
Lalu
dengan marah Celia memutar kursi rodanya, memasuki rumah dan meninggalkan Azka
berdiri di teras itu.
⧫⧫⧫
Sani
sedang tidak ada pekerjaan. Revisian naskah dari editor belum diterimanya. Dia
menghabiskan harinya dengan bermain game komputer sampai merasa bosan. Kemudian
dia teringat perkataan Kesha pada hari itu, ketika mereka mencari data-data
tentang Azka di internet. Bahwa kita tinggal memasukkan sebuah nama saja di
mesin pencari, dan kalau orang itu cukup terkenal, maka kita akan menemukan
banyak informasi tentangnya.
Sani
teringat, bahwa Azka selalu tampak tampan di foto-fotonya di setiap kolom
berita keuangan dan bisnis yang ada di internet. Lelaki itu memang
berpenampilan berbeda, dengan jas resmi yang tampak sangat formal.
Dengan
iseng, Sani membuka mesin pencari di internetnya, dan memasukkan nama lengkap
Azka di sana. Dalam beberapa detik, deretan hasil pencarian muncul.
Sani
menelusurinya dengan sangat tertarik. Ada berita tentang merger hotel terbaru
milik Azka, pembukaan restoran bintang lima secara serentak, dan iklan tentang
resor-resor mewah di kawasan pariwisata elit di beberapa kota.
Semua
berita itu menyebut Azka sebagai pemimpin perusahaan yang jenius dan kompeten.
Lalu
mata Sani tertuju kepada sebuah kolom gosip. Hey... ada kolom gosip di antara
semua berita keuangan dan bisnis ini. Dengan tertarik Sani membuka kolom itu.
Itu adalah wawancara dan berita tentang profil Azka, pengusaha muda yang sangat
sukses dalam mengembangkan bisnis perusahaannya.
Sani
membacanya dengan sangat tertarik, menelusuri kisah hidup Azka dalam bentuk
tulisan. Ternyata Azka adalah seorang yang cemerlang dalam prestasi
pendidikannya, dan juga....
Mata
Sani berkerut pada sebuah berita bahwa Azka sudah bertunangan dengan kekasih
yang dipacarinya selama empat tahun. Tunangannya adalah seorang mantan model
pro yang berhenti setelah mengalami kecelakaan,
bernama Celia Carolina.
Jantung
Sani berdebar keras, sebuah kejutan lagi.... Azka sudah bertunangan? Dan dari
kolom berita itu, dikatakan bahwa tahun ini mereka akan menikah.
Dunia seakan runtuh di bawah kaki
Sani.
Bersambung ke part 9
yeayyy sanii saniii...nunggu part 9...
BalasHapusmba PC skalian ya mbaaaaaa ^^
Hai kak shanty, selama ini aku hanya menjadi silent reader untuk karya2 kakak. Mulai dari ARSAS-pembunuh cahaya. Kebetulan hari ini aku ultah yg ke 18, hehe, kak boleh request ngga next chapternya pembunuh cahaya?aku suka bgt sama itu hehe :D
BalasHapus#puppy eye's
makasih mbak santhy...
BalasHapusWowwee... suka bgt ama azka... azka yg begitu sayang ama sani... pengen juga donk ada yg buatin sarapan setiap pagi... hehhe.. makasih byk mba san... sy telah jatuh cinta ama azka.. ^^
BalasHapusYah ketahuan askanya, btw makasih Mb Santhy udah post PC juga;-)
BalasHapusAzka....manis banget nih cowok satu, suka banget scene Azka nemenin Sani sakit trus buatin sarapan sambil membayangkan masa depan mereka yang indah dan romantis. bikin terharu dan terpesona saja hehe :D
BalasHapustapi kenapa sih disetiap kebahagian yang baru mau dimulai, Sani tiba2 dapat berita duka cita itu, patah hati lagi dia,
semoga sani mau menerima penjelasan Azka nantinya, trus Cellia cepat2 didepak jauh2 dari samping Azka.
thank you mba santhy :*
wah ternya mbak marida yg ultah, hppy birthday t0 you... Thank u mbak santhy *love u fuuuuulllllllllll*
BalasHapuswah ternya mbak marida yg ultah, hppy birthday t0 you... Thank u mbak santhy *love u fuuuuulllllllllll*
BalasHapusaku suka banget gaya nulis ka shanty.. aku juga pengen jd novelis tapi masih amatir nyusun kata-kata bagus.. buat ka shanty terus semangat terus berkarya ^^
BalasHapusoh yaaa ampuunnn.... udh ketauan semuanya sbkm Eric bs mmbereskan Celia...
BalasHapushadeeehhhh....
mksh Mba Santhy...
akhirnya publish jg...mba santy memg plg the best klu bt cerita...hehehehehe novel2nya semua bikin penasarn..apalg cerita d blog ini..tiap hr aQ slalu nge cek terus..apa sdh ada / ngga lanjutannya hehehehe...
BalasHapussemoga keadaan gak bertambah buruk
BalasHapusmakasih mbak santhy
hadeh celia, menggemaskan yaa dirimu! grr
BalasHapusayo mbak cepat2 satuin si aska sama sani, hehehe
mbak ini crita ini sama PC brp bab ya?
mau nanya mbak, itu memang colorful of love jadinya kapan ya dr nulisbuku? #penasaran
thx mbak san. :B
Iiissh! Nyebelin banget celia ini
BalasHapusUdah pembohong, tukang selingkuh lagi
Huh!
Yaampuun, gimana kalo Sani benci ama Azka nih
Huhuhu
Ga sabar nunggu kelanjutannya
Makasih mb san :D
trims mba.... dtnggu next chptr ya. btw ne ampe chptr brp ya?
BalasHapuscie..ciee yg dah ngebayangin masa dpannya.. (flower2 ^^)
BalasHapustiba2 praakkk (pengennya bunyi kaca retak)..apaan sih ni nenek celia, tukang selingkuh, tukang bo'ong, tukang obsesi pula'..udah d sma eric aja, kan kaya nya 11 12 tuh sama si azka.. (sambil jewer kuping celia yg matrenista)..
dan kembali si sani sakit hati.. hedehh..mba san, aq bner2 penasaran gmna caranya ngedepak celia jauh2.. next chapnya ditunggu nih mba.. smangat yah mba cantik.. ^^
Oh mbak Shanty kau bikin daku penasaran sayank .... Lanjutannya donk eike tunggu :)
BalasHapusMakasih mbak Shanty :)) Luph YU *_^
kak balas e-mail aku dong ._.
BalasHapusooh tidaaak....
BalasHapusmb santhy tega sama sani ya
habis diangkat ke awan trus dijatuhkan dengan begitu mengenaskan
ckckckckk
luv u pull :D
AZKA.....
BalasHapussebenarnya jadi orang yang bertanggung jawab itu g salah.
tapi sikap Azka yg mengambil tanggung jawab terhadap Cellia itu salah.
bisnis itu bisa diperhitungkan apa yg akan terjadi esok.
tapi hati......
Hwaaaaaaaaaaa kenapa Sani tau???!!!kyaaaaaaa nyebelin!!!!!
BalasHapusTidak!!!
BalasHapusPasti sani marah :(
Mba san, lanjut donk :P