“Keenan?”
“Ya
ini aku.” Keenan terkekeh, apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku
mengantar temanku.” Sani mendongakkan kepalanya, mencoba mencari tetapi Kesha
sepertinya sudah ditelan keramaian jauh di depannya, “Dan sepertinya dia sudah
hilang.” Gumam Sani, mendesah kesal.
Keenan
tertawa, “Begitulah kalau kau berjalan di baazar tahunan, keadaannya selalu
seperti ini setiap tahun, selalu ramai.”
Sani
masih menatap ke arah kepergian Kesha, berharap bahwa sahabat sekaligus
editornya itu akhirnya menyadari bahwa mereka terpisah dan kemudian kembali
untuk mencarinya.
“Kau
sendiri apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya kepada Keenan kemudian ketika
menyadari bahwa laki-laki itu tidak berniat untuk pergi.
“Aku?”
Keenan tertawa. Lelaki ini benar-benar ceria dan banyak tertawa, jauh berbeda
denga Azka, gumam Sani dalam hati, “Aku lelaki bebas, kudengar di sini ada
keramaian jadi aku datang untuk melihat, itu saja.”
“Sani!”
itu teriakan Kesha, perempuan itu akhirnya menyadari bahwa dia terpisah jauh
dari Sani, dia sedang berjuang menembus keramaian untuk menghampiri Sani yang
sudah menepi bersama Keenan didekat stan sepatu.
Akhirnya
Kesha berhasil mendekatinya, napasnya terengah-engah, “Fyuh ramai sekali di
sana, kita bahkan tidak bisa menawar dengan nyaman....” lalu Kesha tertegun
menyadari lelaki luar biasa tampan yang sedang berdiri bersama Sani, mulutnya
bahkan ternganga.
“Hai.”
Keenan tersenyum ramah, sepertinya lelaki itu sudah biasa dipandang dengan
tatapan kagum oleh para perempua, “Aku Keenan, aku kenalan Sani.” Gumamnya
mengulurkan tangannya.
Kesha
membalas uluran tangan itu seolah terhipnotis, matanya menatap terpesona pada
Keenan.
Keenan
hanya melemparkan tatapan geli kepada Sani, lalu melangkah menjauh, “Sepertinya
kau sudah menemukan temanmu.” Ditepuknya pundak Sani dengan akrab, “Lain kali
hati-hati ya.” Gumamna lalu melambaikan tangan dan melangkah pergi.
Mata
Kesha bahkan terpaku sampai Keenan menghilang dari pandangan matanya.
“Wow...”
dia menatap terpesona, lalu menoleh kepada Sani dengan pandangan menuduh,
“Katakan padaku dimana kau menemukan lelaki setampan itu, dia bilang dia
kenalanmu bukan?”
Sani
terkekeh melihat betapa tertariknya Kesha kepada Keenan, “Dia saudara kembar
pemilik cafe yang kuceritakan kepadamu.”
“Setampan
itu dan ada dua orang?” Kesha terperangah, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya,
“Hebat Sani, aku sudha bertahun-tahun di kota ini, belum pernah beruntung
menemukan lelaki dengan penampilan fisik dan senyuman sesempurna itu, dan kau
baru beberapa waktu disni, kau sudah berkenalan dengan dua.”
Sani
tertawa tergelak, “Ah kau melebih-lebihkan.” Dia menatap cemas ke sekeliling
yang mulai ramai, “Kita pulang saja yuk, aku lelah.”
Untunglah
Kali ini Kesha tidak menolak.
***
“Aku
bertemu dengan gadis itu.” Keenan baru saja datang berkunjung ke Garden Cafe,
dan Azka menemuinya di apartementnya. Lelaki itu langsung waspada ketika Keenan
menyebut tentang ‘gadis itu’.
Dan
benar saja, Keenan langsung melemparkan pertanyaan yang sama sekali tidak
disukai oleh Azka.
“Apakah
dia alasan kau tidak pernah pulang ke rumahmu lagi dan selalu menginap di
sini?”
Azka
memasang wajah keras, “Apa maksudmu?”
“Yah.
Kau bertingkah di luar kebiasaanmu, para pelayanmu di rumah bilang kalau kau
tidak pernah tidur di sana dan selalu tidur di cafe ini. Dan kau juga menyapa
gadis itu.” Keenan mengangkat bahu ketika Azka melemparkan tatapan tajam
kepadanya, “Aku tahu info itu dari gadis itu ketika aku bertabrakan dengannya,
katanya kau menyapanya ketika dia duduk di cafe itu, dia bilang mungkin itu
budaya cafe ini, sang pemilik menyapa ramah pelanggannya.” Lirikan Keenan
berubah penuh arti, “Tetapi kita tahu bahwa itu tidak benar bukan? Kau selalu
menghindari semua pengunjung cafe dan hotelmu seperti mereka adalah hama, kau
selalu bersembunyi di balik sosok pemilik perusahaan yang misterius, kau tidak
pernah menyapa pelanggan sebelumnya, gadis itu adalah satu-satunya pelanggan
yang kau sapa.”
“Bisakah
kau bicara langsung saja dan tidak berputar-putar dengan analisa konyolmu?”
Azka menyela dengan ketus, membuat Keenan terkekeh,
“Yah,
kesimpulannya, kau tertarik kepada gadis itu, kepada Sani.” Keenan menatap Azka
dengan waspada, “Begitu juga aku.”
Kemarahan
langsung merayapi mata Azka, membakarnya, “Jangan Keenan.”
“Mau
bagaimana lagi? Kita sepertinya selalu dianugerahi kutukan perasaan yang sama
terhadap perempuan. Bagaimana kalau kita lakukan permainan seperti masa remaja
kita dulu? Permainan ‘dia pilih kamu atau
aku?’, sepertinya itu akan menyenangkan.” Gumam Keenan setengah tertawa.
Tanpa
diduganya Azka bergerak secepat kilat, meraih kerah baju Keenan dan
mendorongnya ke tembok dengan mengancam.
“Ini
bukan permainan, Keenan dan aku serius, Kalau kau hendak main-main dengan Sani,
kau harus menghadapiku dulu.”
Keenan
membiarkan dirinya ditekan oleh Azka di tembok, dia menatap Azka dengan penuh
perhitungan,
“Apa
kau lupa Azka? Kau sudah punya Celia.”
“Itu
tidak menghalangiku untuk memiliki Sani.” Sahut Azka keras.
Hal
itu membuat Keenan tertawa terbahak-bahak, tidak peduli akan tatapan marah
Azka,
“Tidak
menghalangmu katamu?” Keenan melepaskan tangan Azka yang mencengkeram kerah
bajunya dan melangkah menjauh, dia masih tertawa, “Tentu saja itu sangat
menghalangi, kau punya tunangan dan kau akan menikah, atas pilihanmu sendiri
karena rasa bertanggungjawabmu yang bodoh itu! Jadi kau tidak bisa menawarkan
hubungan apapun, apapun! Kepada Sani.” Keenan menatap Azka dengan menantang,
“Tetapi aku beda, aku lelaki bebas.”
“Jangan
menantangku, Keenan. Kau tahu bukan apa yang akan aku lakukan kalau aku marah.”
“Aku
tahu.” Keenan melirik waspada ke arah Azka, tetapi dia memutuskan untuk tidak
mundur, “Tetapi Sani layak dicoba untuk diperjuangkan.” Keenan melangkah keluar
dari apartement Azka, ketika sampai di tengah pintu, Keenan menoleh lagi dan
tersenyum manis, “Sepertinya perang akan dimulai, kakak.”
Azka
tertegun, menatap kepergian Keenan. Diacaknya rmabutnya frustrasi. Apa yang
ditakutannya terjadi lagi, mereka bersaing untuk seorang perempuan.
Seakan beban masalahnya belum
cukup berat saja....
***
Malam
itu Sani pulang terlambat, dia membahas tentang novelnya di rumah Kesha dan
mereka lupa waktu. Kesha menyuruhnya menginap saja, tetapi Sani memutuskan
bahwa dia harus pulang. Tidur di kamarnya sendiri saja dia kesulitan, apalagi
harus tidur di rumah orang. Bagaimanapun juga Sani merasa lebih nyaman
beristirahat di tempatnya sendiri.
Ketika
berjalan turun dari taxi dan hendak memasuki pintu putar menuju lobby
apartemennya, Sani melirik ke arah Garden Cafe itu di seberang jalan, sudah dua
hari dia tidak kesana. Apa kabarnya Azka? Pikiran itu terus mengganggunya
sepanjang hari ini. Otaknya selalu dipenuhi bayangan lelaki itu yang begitu
tampan dan tampak begitu dewasa.
“Sani?”
Sani
terperanjat kaget mendengar namanya disebut, dia langsung menoleh dengan
waspada, wajahnya pucat pasi ketika menemukan Jeremy ada di sana. Lelaki itu
tampak berantakan dan sedikit tidak fokus.
“Aku
menunggumu lama sekali di sini, kau kemana saja?” nada suara Jeremy meninggi
seolah tidak bisa mengontrol emosinya. Dan ketika Jeremy melangkah sedikit
mendekatinya, dia langsung bisa menciumnya, aroma alkohol yang pekat dan
memuakkan, seolah lelaki itu menghabiskan malamnya dengan meminum alkohol
murahan yang menguarkan bau khas.
Sani
langsung merasakan jantungnya berdegup kencang, Jeremy sedang mabuk. Dan
sepertinya dia mabuk berat. Bahkan dalam keadaan sadarpun, Sanitahu bahwa Jeremy
sering kaii tidak bisa mengendalikan emosinya, apalagi dalam keadaan mabuk.
Mata
Sani berkeliling waspada, memandang semua orang. Adakah yang bisa menolongnya
di sini? Dia mulai panik ketika menyadari bahwa suasana sekeliling sudah sangat
sepi. Hanya ada beberapa pedagang rokok dengan lampu remang, itupun jauh di
sudut sana, Sani tidak yakin kalau dia berteriak pedagang itu akan
mendengarnya.
Mata
Sani melirik ke Garden Cafe di seberang
jalan. Cafe itu buka tentu saja, meskipun sudah jam dua malam, tetap penuh
pengunjung. Tetapi sayangnya para pengunjung itu berada di dalam, sedang
dihibur oleh aliran musik slow yang menenangkan hati di sana.
Tidak
ada yang bisa menolong Sani kalau Jeremy lepas kendali....
“Kenapa
kau kemari lagi, Jeremy.” Tanya Sani hati-hati, berusaha mundur dan tetap
menjaga jarak, meskipun lelaki itu terus mencoba mendekatinya.
“Kenapa?’
Jeremy tertawa, “Karena kau bodoh dan pendendam.” Suaranya meninggi lagi, “Kau
membesar-besarkan masalah seolah-olah aku melakukan kesalahan yang sangat
besar, kau menolak memaafkanku dan mengusirku seolah aku ini sampah.” Jeremy
tersenyum sinis, “Mungkin jangan-jangan kau dulu tidak mencintaiku, karena
kalau orang yang mencintaiku, tidak akan mungkin dia tidak bisa memaafkanku.”
Oh
Astaga, lelaki ini sungguh tidak tahu malu. Membesar-besarkan
masalah katanya? Perempuan mana di dunia ini yang bisa memaafkan kelakuan
seperti itu dari tunangannya, di saat perkawinan mereka tinggal menghitung
bulan?
“Aku
rasa lebih baik kau enyah dari kehidupanku Jeremy, aku sudah sangat muak
kepadamu, dan aku tidak mungkin mau kembali kepadamu.” Sani terpancing emosi
sehingga nada penuh kebencian menguar dari suaranya.
Hal
itu memancing Jeremy, tatapan lelaki itu membara, dipenuhi oleh alkohol yang
diminumnya, dia tiba-tiba saya sudah melompat dan mencengkeram kedua lengan
Sani dengan kasar hingga terasa menyakitkan.
“Tidak
mau kembali kepadaku?” Jeremy terkekeh, suaranya menakutkan dan aroma alkohol
kembali menguar dari sana, membuat Sani ketakutan dan berusaha meronta dengan
panik, tetapi lelaki itu sangat kuat dan semakin Sani meronta, semakin kuat
Jeremy mencengkeramnya, hingga terasa sakit.
“Sakit!
Jeremy, kau menyakitiku!” Sani mencoba meronta, mulai menjerit.
Tiba-tiba
tubuh Jeremy tertarik dengan kasar ke belakang sehingga hampir terjengkang,
lengan yang menarik Jeremy itu lalu mendorong Jeremy dengan kasar hingga jatuh
terbanting di trotoar.
Sani
langsung mengenali penyelamatnya, itu Azka. Lelaki itu mengenakan pakaian
hitam-hitam sehingga bahkan Sani tidak menyadari kapan lelaki itu datang dan
mendekat. Tetapi bagaimanapun juga, dia mensyukuri kehadiran Azka di saat yang
tepat untuk menyelamatkannya.
“Kau
lagi.” Meskipun mabuk, Jeremy rupanya mengenali Azka dari insiden siang itu.
“Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa selalu mengganggu urusanku dengan
tunanganku?” Jeremy bangkit dari duduknya dan berdiri dengan posisi waspada,
siap menyerang.
“Mantan
tunangan.” Azka bergumam tenang, tubuhnya lebih tinggi dan lebih kuat daripada
Jeremy, dan dia memegang sabuk hitam dalam ilmu bela diri, menghadapi Jeremy
akan sangat mudah baginya. “Sebaiknya kau menyingkir dari sini dan tidak
mengganggu Sani lagi, kalau tidak kau akan menghadapiku.”
Jeremy
membelalakkan matanya marah, sejenak tampak berpikir untuk menyerang Azka.
Tetapi kemdian dia memilih mundur ketika melihat nyala membunuh di maat Azka.
Dia akan kalah kalau menghadapi lelaki ini, entah kenapa dia tahu.
Dengan
lirikan sinis, dipandangnya Sani, “Ternyata kau begitu mudah melupakanku, baru
beberapa lama kita berpisah dan kau sudah menemukan lelaki baru. Mungkin kau
tidak sesuci apa yang kau tampilkan selama ini.” Setelah melemparkan tatapan
merendahkan, Jeremy melangkah setengah terhuyung-huyung ke arah mobilnya.
Azka
memastikan Jeremy memasuki mobilnya dan pergi sebelum menyentuh pundak Sani
hati-hati. Sani tampak tegang dan ketakutan meskipun perempuan itu berusaha
tegar,
“Kau
tidak apa-apa?” tanyanya lembut.
Sani
baru merasakan seluruh tubuhnya gemetar ketika semua sudah berakhir, dia
menatap Azka tak berdaya, “Aku tidak apa-apa.” Jawabnya serak, tetapi kakinya
tiba-tiba lemas sehingga Azka harus menopangnya,
Lelaki
itu merangkulnya dengan lembut tapi sopan.
“Ayo
kuantar kau ke atas.” Gumamnya tenang, menghela Sani memasuki loby apartement
itu dan melangkah ke dalam lift.
Di
depan pintu kamarnya, barulah Sani menyadari kesalahannya. Dia tidak mungkin
membiarkan Azka memasuki apartemennya, sekali lagi dia hampir bisa dikatakan
tidak mengenal Azka dengan baik. Lelaki ini bisa saja psikopat yang mengincar
perempuan-perempuan yang tinggal sendirian bukan?
“Aku..
eh, terimakasih..” Sani bersandar pada pintu, berusaha bersikap sopan dan
melepaskan diri dari pegangan Azka di pinggangnya.
Azka
mengangkat alis melihatnya, “Kau lemas dan gemetar.’ Gumamnya tenang, “Aku akan
mengantarmu masuk.”
“Tidak!”
Sani hampir berteriak dan merasa malu ketika Azka menatapnya seolah dia sedang
kerasukan, “Aku.. aku bisa masuk sendiri, terimakasih.”
Dia
mencari-cari kartu kunci pintunya di dalam tas, tetapi tidak bisa menemukannya.
Dengan panik dia mengaduk-aduk tasnya. Dan tetap tidak menemukannya.
Azka
masih menunggu di situ, menatap kepanikannya dengan tenang dan tanpa kata-kata.
Lama
kemudian Sani mencari dan kemudian dia mengangkat kepalanya dengan panik,
“Kuncinya tidak ada.” Gumamnya lemah dan ingin menangis, “Mungkin.. mungkin
ketinggalan di rumah temanku...” airmata mulai membuat matanya terasa panas.
Sebenarnya ini bukan masalah yang pelik, Sani tinggal menghubungi keamanan atau
resepsionis di bawah untuk meminta kartu cadangan dan dia akan bisa membuka
pintunya.
Sani
hanya perlu alasan untuk menangis, perlakukan kasar dan merendahkan Jeremy
kepadanya tadi sangat melukai hatinya, dan meskipun di depan dia berusaha
tampil tegar, dia masih merasakan luka dan perih itu.
Tanpa
kata, Azka meraih kepalanya dan meletakkannya di dadanya,
“Shh....
menangislah.” Bisiknya lembut dan seketika itu juga benteng pertahanan diri
Sani bobol. Dia menangis sekuatnya, untuk pertama kalinya setelah sekian lama,
menumpahkan kepedihannya, menumpahkan kemarahan dan kebenciannya kepada semua
hal yang terjadi antara dirinya dan Jeremy, dia menumpahkan semuanya di dada
Azka, lelaki yang bahkan baru dikenalnya beberapa waktu lalu.
Dengan
tenang Azka mengusap rambutnya, setelah merasa Sani sedikit tenang, dia
menjauhkan pundak Sani dari padanya dan berbisik lembut,
“Sini
tasmu, sepertinya kau terlalu panik ketika mencarinya tadi.”
Dengan
patuh Sani menyerahkan tasnya, Azka mencarinya dengan hati-hati, dan dalam
sekejap dia menemukan kartu kunci itu, terselip di bagian paling bawah tasnya.
Azka
menggenggamkan kartu kunci ke dalam jemari Sani, dan tersenyum lembut,
“Masuklah
dan beristirahatlah.” Bisiknya pelan.
Sani
mengusap air matanya dan menatap Azka dengan sendu.
“Terimakasih.”
Bisiknya serak.
Tanpa
diduga, Azka menarik Sani kembali ke pelukannya, lalu mengecup dahinya lembut,
“Sama-sama.” Lalu lelaki itu membalikkan tubuhnya, meninggalkan Sani tanpa
kata.
Ni kn part 5 mbak tlisanny..x_x
BalasHapusBrarti kn mstiny part 4 yg ilang..:d
hihihihi td salah tulis judul, sudah dikoreksi kok deaar :p
Hapuslam kenal mbak san....makasih dah di post,ditunggu part selanjutnya...
BalasHapusmba snthy mkasih ya.... dpet 2part lg... mkin pnasaran
BalasHapuswah mbak santhy baik banget.. malam ini dikasih 2 part. besok juga ya mbak.. hehe, ngarep banget..
BalasHapusmba santhy,ah bnran segi bnyk ni.
BalasHapusdiakhiri dngn maniez, ayo azka putusin aja celia. Kok bisa2x sih cewek kyk celia d sukai azka? Hm,, thank u mbak santhy *lope*
BalasHapusMakasiih mba dg bonusnya langsung 2 part, mantap deh.......kayaknya azka the man in the right place ya mba........
BalasHapusWhöa dpt 2 part nie, Thanks ya Mb Santhy *peyuk & cium*
BalasHapusnahlohhh koq saia melihat sosok lucas klo azka lagi marah kkkkkk... thanks tetehhhh... makin seruuuu
BalasHapusTerima kasih banyak mb santhy
BalasHapusManis banget si azka ini
Hihihihi
Azkaaaaa...
BalasHapusEh udh mulai nakal :p
Cium2 kening Sani.. Xixixi
Udah Azka sma Sani ajh.. Jgn smp di rebut Keenan!Aplagi Celia pura2 lumpuh.. Huh..
Thanks mba San.. ;)
*peluk*
wauuu gak bisa comentar
BalasHapuspokoknya ceritanya bagus banget
mbak,kpn di upload ceritanya "Menghitung Hujan" ? hehehheheh
Pasti keenan sengaja tertarik sama sani biar azka mau berjuang untuk kebahagiaannya...
BalasHapuskeenan jgn ganggu azka dehh sani udh milih azka ituu..
BalasHapuscari yg lain aja.. msa samaan sih seleranya ckck
hmmm,,,Azka-Keenan-Sani-Jeremy-Celia,,,
BalasHapusSapa lagi yang mw ikut dlm kisah cinta segi banyak nie???? #angkat tangan,,,
Mbak Santh,,makasiih,,,
Wah, mbak santhy baek bangett.. dikasi' 2 part... Horeee..
BalasHapusThank you...
Kehabisan kata bwat muji mbak santhy..
Azka.. so sweet...
Keenan.. kerennn.
Mbak santhy,, semangattt..
..Luv U full.. mbak..
ditunggu kelanjutannya..
Oh Azka .. Azka ... Aku jd termehek-mehek MA Azka hiihihihiii ngakak dech bayangin klo YG jd Sani itu aku hahahaha gubbrraakkkkk :D LOL abiz ...
BalasHapusMakasih sist Shanty ... Luph yuuuu :)
Suka.. suka.. suka.. ama azka.. ayooo azka.. cepat nyatakan perasaanmu ama sani.. jgn kalah ama keenan.. hehhe... makasih mba san.. bsk ksh bonusnys lg ya.. ^^
BalasHapushua mbak santhy ini benar-benar so sweet bgt berasa jadi sani
BalasHapusdi tunggu next part mbak
aaakkkk.... Azkaaa... Azkaaaa.. I Luph U Full
BalasHapusMba Santhy,, Vie pesen 1 dundz delivery malam ni bs g?? #stress
mksh Mba Santhy...
Mba.. covernya keren... ini bikin sendiri apa gimna mba?
BalasHapusmbaaaaaaaaaaaaaaakkkk shanty yaampuuunn crtanya bner2 WOW !!!aku lbih trtarik ama keenan lucu jdd ngbyangin adipati dolken yang mraninnya hihihihi
BalasHapusoh my ... azka orang nya lembut yah hm bkin ngiri nih sani ... wktu baca part 3 kayanya celia ga lumpuh ya mba ???
well mksih mba ttap smangat yahh !!!
si keenan mancing azka nih kayaknya...
BalasHapusmakasih mbak shanthy
Wow Azka romantic bangetz,,,???
BalasHapusMau doong punya pacar kayak Azka
makasih mba Shanty ceritay keren,,,
Lanjuuuuut,,
Si centil celia bohong kalo di lumpuh ya ?
BalasHapusHu dasar nek lampir 2013 ;>
Si centil celia bohong kalo di lumpuh ya ?
BalasHapusHu dasar nek lampir 2013 ;>
Ow ow ow...gerak cepat nih azka..
BalasHapusYg lamaan dikit dong peluknya!
ayo azka,,,sorak pke *toa*
BalasHapusmba santhy thanks,,,,,