Selasa, 12 Maret 2013

Pembunuh Cahaya Part 3



“Apa?” Andre hampir berteriak di seberang sana ketika mendengar seluruh cerita Saira yang diucapkan sambil menahan tangisnya. “Apa yang ada di otak Leo?”

Saira menghela napas panjang, “Aku hanya tidak tahu kenapa dia bersikap seperti itu, Andre. Dia sungguh berubah, tidak seperti yang kita kenal. Dia... aku hampir yakin kalau dia.. membenciku.”


“Membencimu?” Andre mendesah pelan, Saira hampir bisa membayangkan lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya di seberang sana, “Aku sungguh tidak bisa membayangkan kalau dia membencimu Saira, sikap lembutnya, kebaikannya, tatapan penuh cintanya kepadamu waktu itu, semuanya tampak tulus.” Suara Andre berubah prihatin, “Kau tidak apa-apa Saira? Perlukah aku menjemputmu?”

“Jangan Andre.” Saira berseru cepat, “Pada awalnya kupikir kalau Leo cemburu kepadamu, kepada kita.”

“Itu konyol.... kau seharusnya memberitahunya kalau aku...”

“Yah, dia memang belum tahu Andre... dan hari itu ketika aku mengunjungimu setelah pernikahan, dia ada di rumah ketika aku pulang dan menungguku. Dia tampak marah besar, mengata-ngataiku sebagai perempuan yang tidak menghormatinya karena langsung mengunjungi kekasihnya setelah pernikahan. Dia mengira kita sepasang kekasih.”

“Apakah kau tidak menjelaskan semuanya kepadanya?”

“Aku tidak punya kesempatan.” Saira mendesah pedih, “Dia tidak memberiku kesempatan.”

Hening lama, seolah Andre sedang berpikir keras.

“Leo sungguh keterlaluan.” Andre menggeram, tampak marah, “Dia memperlakukanmu seperti ini, sama seperti dia sedang menghinaku. Kau sudah kuanggap seperti adikku sendiri, Saira, keluargaku. Kalau Leo bersikap keterlaluan kepadamu, dia harus menghadapiku.”
***
Leo membanting tubuhnya di sofa kantornya. Dia tidak tahu harus kemana. Dia tidak bisa berada di rumah dan memancing terus menerus konfrontasi dengan Saira, yang membuatnya lelah. Dia juga tidak bisa datang ke rumah tempat Leanna dirawat, melihat kondisi Leanna yang seperti itu makin lama makin membuat luka di dalam hatinya yang sudah parah semakin menganga.

Satu-satunya tempat yang bisa membuatnya nyaman dan sendirian adalah kantornya di hari Minggu. Satpam perusahaannya tampak bingung melihat kedatangan bosnya tiba-tiba di hari Minggu, tetapi Leo memasang tampang datar dan tidak peduli.

Benaknya berkelana tanpa arah, memikirkan tercapainya tujuannya. Semua rencananya sudah mengarah ke arah yang diinginkannya. Pernikahannya dengan Saira semakin mempermudah rencananya.

Leo pada akhirnya berhasil menikahi Saira dan menjalankan rencana balas dendamnya. Pada akhirnya dia akan menahan Saira dalam pernikahan ini dan terus menerus menyakitinya tanpa Saira sadari. Tetapi... semua keberhasilan ini tidak membawa kepuasan kepada dirinya. Entah mengapa. Apakah karena batinnya sendiri menyadari bahwa dia telah membalas dendam kepada orang yang tidak tahu apa-apa?

Tidak! Leo menggelengkan kepalanya dengan keras. Saira pantas menerima pembalasan ini. Dia sedikit banyak telah berkontribusi dalam penderitaan yang dialami Leanna.... kesakitan yang dialami Leanna.... Belum lagi kepedihan yang ditanggung oleh keluarganya selama ini. Semuanya sangat sepadan dengan pembalasan dendam ini.

Leo mendesah dan berdiri dengan gelisah, menatap dari jendela kaca di ruang kerjanya ke arah langit yang gelap dan mendung.

Saira. Perempuan itu, dengan keluguannya telah dengan mudahnya jatuh ke dalam cengkeraman Leo. Sebenarnya Leo bisa saja menghancurkan hidupnya tanpa harus menikahinya. Tetapi entah kenapa di saat terakhir Leo memutuskan bahwa dengan menikahi Saira, dia akan lebih mudah mengikat perempuan itu. Dan lebih leluasa membalaskan dendamnya. Hal itu juga mencegah Saira kabur meninggalkannya sebelum pembalasan dendamnya usai.

Dia teringat kepada Andre yang tampak begitu dekat dengan Saira, dan mencibir. Perempuan itu bahkan dengan mudahnya melompat meninggalkan Andre dan menghambur ke pelukannya, benar-benar watak perempuan gampangan, seperti yang dibayangkannya selama ini. Tetapi bagaimanapun juga hubungan Andre dengan Saira yang begitu dekat, bahkan setelah Saira menikah dengannya terasa begitu mengganggu. Ingatannya akan Saira yang langsung mengunjungi Andre dihari pertama pernikahan mereka membuatnya marah dan terhina.

Dia mengernyit, Saira pasti akan langsung menghambur kepada Andre karena sikap Leo. Tiba-tiba dia sadar. Diraihnya kunci mobilnya dan bergegas keluar.
***
Pada akhirnya Saira tidak tahan harus terus berdiam diri di rumah Leo yang begitu besar dan lengang, apalagi sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa Leo akan pulang hari ini. Dia akhirnya memutuskan untuk mengambil resiko, karena dia sangat butuh melepaskan semua permasalahannya di rumah kaca. Dari dulu, Saira sudah terbiasa, kabur dan merenung di rumah kaca, ketika pikirannya kalut. Kadangkala Saira menghabiskan waktunya dengan merawat tanaman-tanamannya, mencurahkan kasih sayangnya dan mengalihkan perhatiannya.

Ketika sedang diperjalanan, ponselnya berbunyi tiba-tiba membuat Saira tersentak dari lamunannya, diangkatnya ponsel itu ketika tahu bahwa Andre yang menelepon,

“Halo Andre.”

“Katamu kau akan segera datang kemari, dan aku cemas karena kau belum tiba juga.”

“Aku sudah di jalan.” Jawab Saira sambil tersenyum miring.

“Oke Saira, lekaslah datang, dan aku ingin kau menceritakan semuanya secara langsung.”
***
Andre sudah menunggu. Meskipun tampak santai, lelaki itu tegang dan kelihatan sekali sangat mencemaskan Saira,

“Bagaimana keadaanmu?” Andre menarikkan kursi bagi Saira untuk duduk, sesuatu yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya.

“Aku baik-baik saja.” Saira berusaha tersenyum tegar, “Tetapi perasaanku tidak.” Lanjutnya serak.

Andre menatap Saira dan mengernyitkan keningnya, “Kau baru dua hari menikah dan Leo sudah bersikap seperti ini. Kalau begini aku jadi menanyakan motivasinya menikahimu.” Andre menatap Saira hati-hati, “Apakah mungkin dia sedang berusaha menjebakmu dalam pernikahan ini Saira?”

“Menjebakku?” Saira menatap Andre dengan bingung, “Tetapi kenapa? Demi alasan apa?”

“Aku tidak tahu.” Andre mengangkat bahunya, “Semula aku sempat curiga dengan sikap Leo yang mendekatimu dengan begitu intens dan cepat, bahkan kemudian melamarmu padahal hubungan kalian baru semumur jagung.” Lelaki itu duduk di kursi depan Saira dan menghela napas panjang, “Tetapi aku melihat betapa kau mencintainya, dan aku berpikir bahwa kau sudah menemukan belahan jiwamu.”

Hati Saira terasa sakit mendengar kata-kata Andre, itu sama seperti yang dikatakan Leo kepadanya dulu sebelum menikahinya. Bahwa Saira adalah belahan jiwanya, bahwa Leo tidak perlu berlama-lama lagi menunggu untuk menikahinya karena dia tahu pasti dia sudah menemukan belahan jiwanya,

Tetapi tentunya seseorang tidak akan bersikap kasar dan penuh kebencian kepada belahan jiwanya bukan?

“Aku akan mencari tahu Saira. Aku tidak rela kau diperlakukan begini tanpa tahu alasannya.”

Saira menghela napas panjang, “Tetapi jangan berkonfrontasi dengan Leo, Andre, dia... dia sepertinya menuduh kita menjalin affair di belakangnya.”

“Itu konyol.” Andre menghela marah, “Kalau dia tahu yang sebenarnya dia akan malu karena pernah menuduhmu.”

Saira memalingkan muka, menahan tangisnya yang hampir tak terbendung, “Aku mencintainya, Andre... sangat mencintai Leo, tidak pernah aku merasakan perasaan ini sebelumnya kepada lelaki manapun... tapi...aku...” Suara Saira serak, dia menelan ludah dengan susah payah, menahan sesak di dadanya, sebutir air mata bergulir dari matanya, tanpa dapat dia tahankan,

Andre menatap Saira yang menangis, lalu mendekatinya, dan berdiri di sebelah Saira, lalu memeluk Saira yang masih duduk di kursi, tampak begitu rapuh dan lelah dengan kesakitannya.

“Oh sayangku.. kasihan sekali dirimu, sayang.” Andre memeluk Saira, dan Saira menumpahkan segala tangisannya di sana, di pelukan lelaki yang sudah dikenalnya sejak kecil, yang sudah dianggapnya sebagai saudara kandungnya sendiri.
***
“Oh. Jadi inilah yang selalu kalian lakukan kalau berduaan.”

Suara dingin itu membuat Saira terlonjak kaget dan langsung melepaskan dirinya dari pelukan Andre. Dia menoleh ke pintu masuk dan memucat ketika melihat Leo berdiri di sana, tampak luar biasa marah.

“Leo?”

“Aku muak melihat bukti ketidaksetiaanmu ini Saira.” Leo menggeram marah, “Ayo pulang.”

Dengan kasar Leo merenggut lengan Saira, menariknya berdiri dari duduknya.

Andre langsung meradang, dia merenggut sebelah lengan Saira yang bebas dan menahannya,

“Kau tidak boleh memperlakukan Saira seperti itu.” Andre menarik Saira dari cengkeraman Leo dan menyembunyikannya di belakangnya. “Ada apa denganmu Leo?”

Leo menatap Andre dengan tatapan tajam dan jijik, “Ada apa? Kau pikir aku harus diam saja melihat affair yang kalian lakukan terang-terangan untuk menghinaku?” tatapan tajam Leo beralih kepada Saira, yang tampak ketakutan dan pucat pasi, bersembunyi di belakang punggung Andre, “Pulang Saira. Kalau tidak kau akan menyesal karena aku akan menghancurkan kekasihmu ini berikut semua bisnis dan juga rumah kacamu.”

Ancaman itu mengena. Karena Leo adalah seseorang yang berpengaruh terhadap klien-klien besar rumah kaca Saira, dan lelaki itu sangat berkuasa. Dari tatapan matanya yang menyala, Saira tahu bahwa Leo akan berbuat apapun untuk mewujudkan ancamannya.

Saira gemetar, takut menghadapi kemarahan Leo, tetapi dia harus memberanikan diri. Mungkin dengan begini dia bisa menemukan jawaban atas sikap Leo yang sangat kejam ini.

Setelah menghela napas panjang untuk menenangkan diri, Saira melangkah keluar dari lindungan Andre dan maju mendekati Leo,

“Aku akan pulang.” Gumamnya pelan.

“Saira!” Andre berteriak dengan serak, “Jangan!”

Saira menoleh, menatap Andre dengan lembut, meski matanya berkaca-kaca, “Aku akan baik-baik saja.”

Dan kemudian Leo merenggut lengannya dengan kasar, setengah menyeretnya keluar dari rumah itu.
***
Perjalanan itu ditempuh dalam suasana yang hening dan mengerikan. Leo terdiam dan beberapa kali terlihat menggertakkan gerahamnya, menahan marah. Sementara itu Saira begitu tegang menantikan luapan kemarahan Leo.

Baru beberapa hari mereka menikah dan Saira sudah begitu takut menghadapi kemarahan Leo. Oh, Leo tidak memukulnya, sama sekali tidak ada yang mengarah kepada kekerasan ketika Leo marah, satu-satunya tindakan kasar yang dilakukan Leo adalah menarik dan mencengkeramnya tadi, yang membuat pergelangan tangannya sakit. Saira entah kenapa yakin Leo tidak akan memukulnya atau melakukan kemarahan fisik kepadanya. Tetapi yang ditakutkan Saira adalah serangan verbal Leo. Bagaimanapun juga Saira mencintai Leo, dan kata-kata kasar Leo kepadanya mempunyai efek yang berpuluh-puluh kali lebih menyakitkan.

Dia menoleh ke arah Leo yang sedang menyetir dan bertanya dengan takut-takut,

“Kenapa kau begitu membenciku Leo? Andre bilang kau sebenarnya tidak mencintaiku dan sedang berusaha menjebakku ke dalam pernikahan, entah karena apa.”

Leo melirik sinis ke arah Saira, lalu berucap tak kalah sinis. “Hebat sekali kekasihmu itu memberikan analisa tentang diriku.”

Saira menghela napas panjang mendengar tuduhan Leo, “Sudah kubilang Andre bukan kekasihku, tidak akan pernah dan tidak akan bisa, dia seorang gay.”

Kalimat itu membuat Leo mengerem mobilnya secara refleks karena kaget. Dia tertegun, lalu kemudian menjalankan mobilnya seperti semula dan bergumam ketus,

“Alasan yang sangat bagus, Saira. Tapi aku tidak percaya.”

“Kau bisa menanyakan sendiri kepada Andre, dia mengatakan kepadaku bahwa dia gay dan dia merahasiakannya sudah sejak lama.”

Leo menatap Saira dengan tajam, “Kalian mungkin saja sudah berkomplot untuk membodohiku, mengira bahwa aku tidak akan curiga ketika tahu bahwa Andre gay. Tetapi maaf saja Saira, aku tidak sebodoh itu sehingga begitu mudahnya kau tipu.”

“Kenapa kau jadi seperti ini Leo?” Air mata mulai mengalir di sudut mata Saira, duduk di sini dan melihat suaminya tampak begitu membencinya benar-benar menyakiti hatinya.

Leo mengetatkan gerahamnya, tidak berkata-kata lagi, dan mengabaikan ucapan Saira. Membiarkan perempuan itu terisak-isak selama perjalanan mereka pulang.

Dan ketika itu juga, di benak Saira muncul suatu keputusan bulat. Buat apa mempertahankan perkawinan yang sepertinya sudah hancur sebelum dimulai ini?
***
Ketika Leo memarkir mobil di depan, dia langsung keluar dan memutari mobilnya, lalu membuka pintu penumpang di sebelah supir, sebelum Saira sempat keluar.

Sekali lagi dia mencekal lengan Saira dan memaksanya keluar,

“Ayo.” Gumamnya marah.

Saira berusaha melepaskan diri dari pegangan Leo, tetapi cekalan tangan lelaki itu begitu kuatnya,

“Sakit Leo!” Saira berteriak ketika Leo menyeret lengannya menaiki tangga, tetapi Leo tampaknya sudah mengeraskan hatinya sehingga tidak mempedulikan kesakitan Saira.

Mereka menuju kamar Saira, bukan kamar utama, Leo membuka pintu kamar itu dan mendorong Saira masuk, lalu menutup pintu di belakangnya dan menguncinya.

Tiba-tiba perasaan terancam menyelubungi benak Saira, dia menatap suaminya yang berdiri dengan marah di dekat pintu dan merasa takut, takut akan tekad kuat yang menyala-nyala di mata suaminya.

“Apa yang akan kau lakukan?”

Leo membuka jasnya dan melemparnya begitu saja, lalu melonggarkan dasinya.

“Menurutmu apa?”

Saira langsung mundur beberapa langkah menjauhi Leo, apakah lelaki ini akan melakukan apa yang ditakutkannya? Mungkinkah Leo sekejam itu?

“Kumohon jangan.” Saira bergumam, ketika menyadari bahwa Leo benar-benar akan melakukannya.

Leo tersenyum sinis, “Aku tahu di kepalamu penuh dengan pemikiran licik, berputar mencari jalan untuk bercerai. Tetapi aku sudah bilang, aku tidak akan membiarkanmu melenggang bebas dengan bahagia.” Leo maju selangkah membuat Saira langsung mundur selangkah ketakutan, “Kau istriku, dan aku suamimu, sepertinya aku harus membuatmu menyadari posisimu.”

“Jangan Leo.” Saira bergumam lagi, berusaha menyadarkan lelaki itu yang entah kenapa tampak begitu marah dan tidak bisa menahan diri.

Tetapi Leo tidak mempedulikannya, dia merenggut Saira, dan mendorongnya ke ranjang, ketika Saira mundur dan hendak bangkit dari ranjang, Leo mencengkeramnya dan menindihnya.

Saira berteriak sekuat tenaga, berusaha menyingkirkan Leo, tetapi tubuh lelaki itu terlalu berat, terlalu kuat, dan apalah dayanya, seorang perempuan lemah dibawah kuasa lelaki yang sedang penuh kemarahan?

Pada akhirnya pertahanan Saira berubah menjadi air mata, air mata sakit hati dan penderitaan. Ketika suaminya akhirnya merenggut kesuciannya dengan kasar dan tanpa perasaan, tidak mempedulikan kesakitan dan tangisan permohonannya.

Ini adalah malam pertama yang sama sekali tidak pernah diimpikan oleh Saira. Penuh pemaksaan, dirinya direndahkan bagaikan seorang pelacur, dan penuh rasa sakit, luar dalam.
Dan ketika lelaki itu selesai melampiaskan kemarahannya, lalu berdiri dengan tergesa memakai pakaiannya kembali, dan melangkah pergi meninggalkan Saira yang terbaring dengan kondisi yang sangat mengenaskan, dengan pakaian setengah robek dan acak-acakan, dan penuh air mata, hati Saira hancur seketika.

Ingatannya melayang kepada ibunya yang penuh kasih dan selalu mendoakan kebahagiaannya suatu saat nanti, mendoakan agar Saira menemukan suami yang penuh kasih dan bisa menjaganya.

Saira menggingit bibirnya, tersengal atas tangis yang pekat.

“Ibu.... aku diperkosa....” rintihan itu diselingi tangis, dan Saira memanggil nama ibunya, merindukan pelukan ibunya dan elusannya yang menenangkan, dan begitu kesakitan ketika menyadari kenyataan bahwa dia sendirian dan sebatang kara.

BERSAMBUNG KE PART 4

10 komentar:

  1. Kasihan saira...ada misteri apa seh sama leo mba santhy??koq tega bgt leo sama saira..:'(

    BalasHapus
  2. ayo readers mutilasi si leo!? Udah tau saira g tau ap2 msh aja d gituin...
    Thank u mbak santhy *lope*

    BalasHapus
  3. ya ampun Leo kejam banget sama Saira. walaupun istrinya tapi nga selayaknya Saira diperlakukan seperti perempuan nakal.bisa2 Saira trauma juga kalo terus2an disakitin ama Leo. Andre plis tolongin Saira dong

    BalasHapus
  4. whoaa,,mbak Santh,,
    Air mata menggenang dsudut mataku,,

    Sungguh kejamnya Leo,,
    Tunggu saat dia mengetahui ssegalany,,

    BalasHapus
  5. mba saaaan...butuh pencerahan scepatnya...hikshiks
    tdnya g mau baca pembunuh cahaya dulu nih sblm end...twnya ud pnasaran duluan ko lgsg dpost 2part hr ini...dan ternyataaaa...aaaaa nyesel baca dluan...pnasaran akut bgt inih...heu
    request dund mba...kali" cwenya kejam gt,,,jd ntar pas leo sadar akibat kjahatannya saira nya udh ga maafin lg... hahaha #ketawa antagonis

    BalasHapus
  6. Saira yang malang. Tapi tak perlu kawatir. kau hanya perlu bersabar....


    Bu lek, You've Got Me From hello-nya aku tunggu ya...

    BalasHapus
  7. Leo tuu bosan hidup ya mbk? blm pernah ngrasain d cincang ya? sini biar aq potong2 otak nya biar bener..ad puzzle yg ilang tuh.
    yg salah siapa kok saira yg kena?!:@
    *ngamuk2 ala sefrina* lol :p

    BalasHapus
  8. sumbah baca bab ini aku nangiss !!
    trlalu ga adil mba buat saira di lakuin kaya gtu ..!!leo kbangetan !!!

    BalasHapus
  9. Wah si leo nih lebih parah dari pada mikail...
    Masih mending mikail cinta terpendam
    nah..si leo dendam doang!!
    Cincang leo jadiin perkedel buat makan siang!

    BalasHapus
  10. ƪ‎​​‎​(-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩__-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)ʃ , saira.. Aq Butuh pencerahan,, wae?? Ada apa ini?? #peluksaira

    BalasHapus