Senin, 11 Februari 2013

Menghitung Hujan Part 4



Jika cinta itu sama dengan hujan
Maka kaulah tetes air yang mengalir itu
Menerpa tubuhku, Membasahi hatiku
Membuatku mampu bermimpi,
Bahwa mungkin akan ada 'bahagia selamanya" untuk kau dan aku...







"Aku tidak bisa datang, maafkan aku Diandra." Reno mengeraskan hatinya. Diandra harus belajar kuat tanpanya. Kalau setiap Diandra lemah dan Reno datang, Diandra akan terus bergantung kepadanya, hatinya akan semakin sakit dan semakin menderita.

Reno menyayangi Diandra. Hanya itu. Pertunangan mereka bertahun lamanya, persahabatan mereka dari kecil hanya menyisakan satu hal di dada Reno : rasa sayang. Debar itu sudah tidak ada lagi untuk Diandra. Jantung itu sudah tidak lagi mengharapkan Diandra di sampingnya.

Suara isak Diandra mengalun perlahan, isak perempuan yang patah hati.

"Setega itukah kau padaku, Reno? Aku bagaikan sampah bagimu..."

"Aku hanya ingin kau kuat, Diandra."

"Kuat?" Diandra tertawa di sela isak tangisnya, "Dulu aku kuat, karena aku harus menopangmu. Kau sakit, dan aku berjuang supaya kuat, karena salah satu dari kita harus kuat untuk mendukung yang lain." Suara Diandra terdengar penuh kesakitan, "Lalu kau menghancurkanku."

Reno memejamkan mata, merasakan kesakitan memenuhi badannya. Diandra memang benar... tetapi dia bisa apa?

"Maafkan aku Diandra/"


"Tidak." Diandra bersikeras, "Aku tidak akan memaafkanmu Reno. Bertahun kuhabiskan hanya untuk mendampingimu. Karena aku mencintaimu. Tetapi kau membuangku begitu saja. Hanya karena jantung itu."

"Kau boleh membenciku semaumu. Aku pantas menerimanya. Kalau dengan membenciku kau bisa sembuh dan melangkah ke dalam kebahagiaan baru, aku rela kau benci." gumam Reno pelan.

Hening. Diandra termenung di seberang sana. Lalu ada helaan napas di sela isak tangisnya.

"Seharusnya waktu itu kau bunuh saja aku."

Teleponpun ditutup. Meninggalkan Reno yang termenung di tengah kegelapan kamarnya.

*** 

Malam itu Nana bermimpi, mimpi tentang Rangga, tentang kenangan-kenangan mereka bersama di masa lampau. Saat-saat bahagia itu....

Mereka sedang duduk di pantai yang mereka kunjungi waktu liburan masa lalu, di pasir tanpa alas. Menghadap ombak di bawah langit jingga yang siap menghantarkan matahari masuk ke peraduannya.

"Tidak ada yang namanya bahagia selamanya." Rangga bergumam sambil tersenyum lembut, melirik novel cinta yang sedang dibaca oleh Nana.

Nana mendongak dari novel itu. Cahaya makin temaram, membuat huruf demi huruf makin berbayang, dia menyerah dan menutup novelnya.

"Kenapa?"

"Karena hidup terus berputar, manusia yang bercinta harus menghadapinya. Mereka bisa bahagia karena cinta, tetapi terkadang menangis juga karenanya, begitulah hidup, begitulah cinta." Rangga menatap Nana dengan mata teduhnya, "Dan karena ada kematian. Suatu saat manusia harus siap menghadapi kematian, dipisahkan satu sama lainnya."

Nana merenungkan kata-kata Rangga. "Kau tahu kenapa aku menyukai novel-novel percintaan?"

"Karena mereka semua selalu berakhir hidup bahagia selamanya?"

"Bukan." Nana menggeleng. "Karena novel percintaan itu selalu berakhir di saat mereka paling bahagia. Seakan hidup mereka berhenti di sana, setelah tulisan 'the end', di titik para tokohnya paling bahagia."

Rangga tertawa, "Kau ingin seperti novel-novel itu? berakhir di titik paling bahagia?"

"Saat ini aku bahagia." Nana menatap Rangga dan tersenyum penuh cinta, "Tapi aku belum ingin ini berakhir... masih ada saat-saat panjang di depan kita, dan aku ingin menikmatinya."

"Meskipun nanti kadangkala ada tangis berganti tawa dan sebaliknya?" Rangga bertanya.

"Itu cukup berharga untuk dilalui kalau dilewatkan bersamamu."

Rangga tersenyum mendengar jawaban Nana. Matahari makin lelap di peraduannya, beristirahat barang sejenak di ujung sana, menyembunyikan sinarnya. Gelap sudah membayang, membuat tampilan Rangga bagaikan siluet gelap yang merenung menatap bayang cakrawala yang mulai menghilang.

"Kalau begitu musuh kita hanyalah kematian." gumamnya kemudian, "Seandainya bisa aku ingin mati sebelum dirimu, supaya aku tidak perlu mengalami kesakitan karena kehilanganmu."

............... 

Nana terbangun. Membuka matanya yang seperti biasanya, penuh air mata. Kata-kata  Rangga itu membuatnya ingin menangis. Rangga egois... dia memang meninggalkan Nana lebih dahulu dan membiarkan Nana mengalami kesakitan karena kehilangannya.

*** 

"Diandra sakit." sang mama menelpon keesokan paginya, nada suaranya sedih, membuat Reno mengernyit sesak,

"Sakit apa ma?"

Mamanya menghela napas, "Sejak kau tinggalkan dia menderita, dia tak mau makan.... dia hanya memangis, kondisi tubuhnya menurun. Semalam dia dibawa ke rumah sakit."

"Apakah kondisinya parah?"

"Sangat." suara mamanya bergetar, "Mama menengoknya, Reno. Dia begitu kurus, dia begitu sedih. Mamanya Diandra bahkan memohon kepada mama, sambil menangis agar mama bisa membujukmu datang. Kau tahu betapa sedihnya mama? Mamanya Diandra itu sahabat mama... dan Diandra... dia sudah seperti anak mama sendiri."

Reno merenung, rasa bersalah dan bingung berkecamuk di benaknya. Teringat semalam dia menolak Diandra yang meminta perhatiannya.

"Lalu aku harus bagaimana ma?"

"Pulanglah Reno. Mama mohon. Demi masa-masa yang telah Diandra relakan demi mendampingimu di kala kau  sakit."

Kata-kata sang Mama menohok benaknya. Membuat Reno semakin merasa tak berdaya. 

"Aku tidak bisa, ma." Reno mengerang.

"Kenapa?"

"Mama tahu jawabannya."

"Karena perempuan bernama Nana itu? yang dipanggil oleh jantungmu?" Suara mamanya menajam. "Apakah jantungmu itu membuatmu menjadi begitu egoisnya sehingga tidak mempunya empati sama sekali?"

"Mama! bukan begitu. Aku hanya tidak ingin membuat Diandra semakin lemah dan terus berharap kepadaku.... kalau aku datang, sama saja aku memberikan harapan baru kepadanya."

"Yang diinginkan Diandra hanya kehadiranmu di saat dia sakit." Suara mamanya mencela. "Dan kau bisa melakukannya. Mama harap kau berpikir dan mengingat masa-masa dulu, dimana Diandra selalu setia mendampingimu."

Reno menghela napas panjang. Merasa sesak oleh rasa bersalah yang mendalam/

*** 

Seperti biasa, Reno menunggunya di kedai kopi itu. Senyumnya mengembang begitu melihat Nana,

"Kau basah." Reno menatap rambut Nana yang memercik butiran air berkilauan, "Kenapa tadi tidak mau kujemput?"

"Karena kau harus memutar jauh kalau menjemputku." Nana tersenyum dan duduk di depan Reno, "Lagipula aku hanya perlu naik kendaraan umum satu kali untuk tiba di sini."

"Hmm" Reno mengedipkan mata kepada Nana, "Jadi apa kabarmu hari ini?"

Nana mengangsurkan sebuah novel dari tasnya, "Buku pesananku baru sampai semalam." Nana menunjukkan buku dengan latar sampul berwarna putih itu kepada Reno, "Aku membacanya sampai pagi, dan aku senang."

Reno melirik novel yang ditunjukkan Nana dan tersenyum, "Novel percintaan lagi?"

"Yep. Kisah perempuan tak berdaya yang melawan lelaki berkuasa, dan kemudian dipersatukan oleh cinta." Mata Nana berbinar, membuat Reno tergelak geli.

"Dasar kalian perempuan." gumam Reno masih tergelak, "Tidak adakah yang dipikirkan perempuan selain romantisme cinta?"

"Tentu saja ada." Nana mengedipkan matanya, "Kami juga memikirkan kehidupan nyata kok, tetapi kadang kami, para perempuan merasa sangat bahagia bisa menenggelamkan diri dalam kisah percintaan yang menyentuh hati."

"Karena happy ending?" 

"Salah satunya karena itu." Nana tersenyum, "Membaca kisah yang berakhir bahagia bagi tokoh2 di dalamnya, membuat kami percaya bahwa ada ujung yang bahagia untuk kami para perempuan suatu saat nanti."

Pelayan datang membawa menu pesanan mereka yang biasa. Kopi yang panas dengan aroma yang harum, sangat cocok dengan aroma hujan di kala deras, membuat hati hangat di suasana yang dingin.

Reno menyesap kopinya, lalu menatap Nana serius, "Jadi kau percaya dengan akhir bahagia selamanya?"

"Itu hanya ada di dongeng-dongeng." Nana menjawab, "Tetapi aku percaya bahwa setiap perempuan pasti akan menemukan kebahagiaannya masing-masing."

"Tetapi tidak ada yang bisa bahagia selamanya, Karena hidup terus berputar, manusia yang bercinta harus menghadapinya. Mereka bisa bahagia karena cinta, tetapi terkadang menangis juga karenanya, begitulah hidup, begitulah cinta." Reno menatap Nana sendu, "Dan karena ada kematian. Suatu saat manusia harus siap menghadapi kematian, dipisahkan satu sama lainnya."

Kata-kata itu membuat Nana tertegun dan membeku. Hening.

Reno mengernyitkan keningnya, "Kenapa Nana?'

Kata-kata itu, sama persis dengan kata-kata Rangga. Nana membatin, lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum, "Tidak. tidak ada apa-apa." Nana tersenyum sedih, "Hanya saja aku pernah mendengar kata-kata yang tepat seperti itu sebelumnya."

Reno tersenyum pahit, "Rangga?"

Nana menganggukkan kepalanya.

Reno langsung mengalihkan pandangannya, menjaga supaya kepahitannya tidak terbaca oleh Nana. Perasaannya berkecamuk. Jikalau nanti Nana mencintainya, apakah perempuan itu akan mencintai dirinya seutuhnya, ataukah dia akan mencintai jantung yang saat ini berdetak di rongga dadanya?

*** 

"Nana." sang mama memanggil dari luar kamar, membuat Nana yang sedang tenggelam di dalam novelnya menolehkan kepalanya.

"Ya ma?" ditatapnya sang mama yang berdiri di ambang pintu.

"Ada telepon untukmu, di ruang makan."

Nana mengernyit. Siapa yang meneleponnya ke telepon rumah? Teman-temannya biasanya akan menelepon langsung ke ponselnya. Dengan ingin tahu dia beranjak dari ranjang, dan melangkah ke ruang makan.

Diangkatnya gagang telepon yang terbuka di meja itu, "Hallo?"

Suara perempuan setengah baya yang lembut terdengar di sana. 

"Nana?" Perempuan itu bertanya, lalu bergumam hati-hati, "Nana, maafkan saya. Saya mamanya Reno, bisakah kita bertemu? Saya mohon bantuan Nana untuk meluluhkan hati Reno."

"Meluluhkan hati Reno?" Nana mengernyit bingung. Telepon dari mama Reno ini sungguh tidak disangkanya.

"Iya Nana, bolehkah kita atur waktu untuk bertemu, tapi saya mohon jangan sampai Reno tahu, saya akan menjelaskan semuanya.

Nana berdehem, bingung, "Kalau boleh saya tahu... ini tentang apa ya?"

Suara di sana agak ragu, tetapi lalu berkata. "Tunangan Reno sedang sakit keras. Dan Reno tidak mau pulang untuk menjenguknya. Saya pikir..... ini semua disebabkan oleh kau, Nana."

Dunia Nana langsung bergetar keras di bawah kakinya. Membuat napasnya terasa sesak dan menyakitkan.

***  

Bersambung ke Part 4
Baca Part3 http://anakcantikspot.blogspot.com/2013/01/menghitung-hujan-part-3.html



54 komentar:

  1. hmmmm....
    kentang is potato
    hehehhehe

    BalasHapus
  2. galau, pengen reno sama nana tpi enggak tega liat diandra menderita... ~_~
    Thank u mbak san
    P.S : Kirain posting SE duluan mbak santhy :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe iya Nisa, coba kalo posisi kita di diandra pasti nyesek banget yah :))

      Hapus
  3. Ah....mbak shanty nih bisaaaa aja, bikin pusing kepala..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hueee maapkan akuuuu *tawarin pijit2 kepala* hehehehe :))

      Hapus
  4. Padahal ini cerita tentang nana sama reno tapi sakit hati banget buat diandra,, bener kata diandra lebih baik reno ga dapet jantung. Baca ini nyesek (⌣́_⌣̀)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe seperti kata diandra "seharusnya waktu itu kau bunuh saja aku."
      saking sakitnya dia yah :) kalo posisi kita di diandra pasti sakiiit baungeett heee

      Hapus
  5. Nafasku juga terasa sesak dan menyakitkan nih... mbak Santhy upload ceritanya kurang banyak hehehehe..... *kabur sebelum di sambit sendal ama mbak Santhy*

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihihi waaaa maafkan akuu ada yang pusing ada yang sesak napas hihihihihi *siap2 elus2 rika pakai sandal*
      hihihhhi

      Hapus
  6. Menuru aku cinta itu emang kyak ujan!
    Kadang gerimis, kadang deres, kadang berhalilintar tegangan tinggi, kadang memburu kyak badai
    hehehe...dah ketularan mbak shanty nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaaa kereeeen ber metaforanyaa aku sukaa :))
      hujan memang menyenangkan yah
      tapi pas kmrin mendung seharian perasaan jadi galau
      Menghitung hujan memang selalu galau hihihihi

      Hapus
  7. MANTAPPP....
    Gak nyangka mbak santhy cantik ngepost MH part 4. Btw thanks berat ya mbak dah dipost. Sabar lg dech nunggu kelanjutannya.

    Makin galau jadinya.. Hiks..., ibarat buah simalakama (maju salah mundur jg salah).

    Mbak, mwu nanya...kok novel ato bukunya mbak santhy gak dijual di toko buku umum kyak gramedia sich ato yg lain?.. kan biar lbih gampang nyarinya.

    Semangat mbak santhy cantikkk.
    Peluk erattt mbak santhy yg selalu cantikkk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihihi iyaa sayaang
      soalnya banyak yg nanyain, MH lama banget ga dipost :))
      jadi dipost deh

      hihihhi ini tokoh2nya dilema semuanya :))

      iyaa deaar memang pakai sistem PO dulu, soalnya deal sama penerbit besar agak susah ( ARSAS,SWTD,UH,FTDS) krn genrenya yang erotiknya blak2an ( untuk novel indonesia) jd pasti ga lolos di situ huhuhuhu T___T makanya pakai sistem penjualan online :)

      Hapus
  8. Kasihan yach mereka ber4 ga tega mereka sama 2 menderita smoga masing 2 akan menemukan kebahagiaanna masing 2. Mksh mb Santhy dah posting MH bener mb yg ini bikin galau he.he

    BalasHapus
    Balasan
    1. hhehehe iyaa kalau posisi udah seperti ini Reno juga bingung tuh hehehe :))
      hihihi iya MH dibikin pas mendung hujan+galau pula jadinya yah begini bikin semua readersnya galau juga hihihhi :D

      Hapus
  9. Mbakkk aku galau, post 1 lagi donkkk...*penasaran...hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaa maapkan akuuu huhuhu kalau MH bawaannya memang mengundang galau T___T

      Hapus
  10. pernah ngalamin sakit hatinya wkt dsuruh menjauh dr org yg dsayang, dn yg nyuruh org itu jg, *nyesek* kasian bgt diandra,
    huaaa.. Jd keinget lg ama knangan pahitku deh :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku pernah ngalamin nyuruh orang menjauh dear :)
      dan aku baru sadar kalau ternyata perlakuan itu menyakitkan buat aku dan buat orang yg kusuruh menjauh huhuhu *nyesel*

      waa maapkan aku sayaang bikin keingetaan :))

      Hapus
  11. Kyaaaa akhirnya di lanjut!

    Kentang.. Kentang.. Ada yg mau kentang? :o
    *plakkk

    Mba San drimu bner2 bkin greget!
    But thanks ya.. :)
    Smga mba san shat sllu n bsa trus b'karya.
    *peluk erat*

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihhi waa ada yang jualan kentang hihihihi
      amiiin sayaang makasih doanyaa, aku akan semangat dan berusaha hehehe :)

      Hapus
  12. Mbak shan, ak tuh ampe lupa cerita awalnya...liad post kok tw2 udh 4, buka duenkk ternyata ini...hahaha tetap sehat n tetap galau ya mbak eh maksudnya tetap smangat bikin galau aku...:d

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihihi iyaa sayaang saking lamanya nggak dipost lanjutannya, kmrin ada readers yang protes kok Menghitung Hujan nggak dilanjut baru deh dipegang naskahnya hehehe
      asyiiik aku akan terus semangat bikin astrid galauu hihihi

      Hapus
  13. jd g sbr nggu ljutannya.mksih mbak santhy

    BalasHapus
  14. MH bikin pnasaran bgt deh mba santy ditunggu lanjutannya yaaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe semoga mau menunggu kelanjutannya yah sayang :))

      Hapus
  15. Yaaaa novel ny galau. Pengen ny reno sm nana, tp kasihan sm diandra.
    Huuuu konflik ny benar2 deh.
    Mksh y mba san.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hayooo jadinya reno harusnya sama siapa yah hihihi :)
      iya nih isinya galau dan dilema yah dear :D

      Hapus
  16. Astagaa~ -,-
    Mba san, beneran galau part ini
    Kasian banget diandra, pasti sakit banget digituin
    Pas sakit udah dibela2in di temenin,di dukung, pas sehat malah ditinggalin
    Uwaaaahhh
    Mau lagi mb santhy~
    Hahahaha makasih mb san :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe iyaa kalau kita diposisi diandra pasti sakitnya luar biasa :)
      hehehe siaap nanti dilanjut yaah, tungguin :))

      Hapus
  17. hiksss.. T____T
    klu aku jdi diandra pasti juga bakalan kyk gtu,, ngedampingin orang yg dicinta smpe sembuh, setelah smbuh ditinggalin,, mending mati seklian.. Hukss.. :'( *nangis seember*

    tp klu aku jdi nana juga bingung harus gmn, satu sisi kasian sm diandra, stu sisi lgi dh mulai jatuh cinta.. Oh my god cinta memang buat gila.. Huhuu *sokpuitis*

    ahh.. Pokoe menguras emosi ini part huhu.. Sabar ya nana, diandra, reno.. Kak santhy cetar membahana badai halilintar lahh.. Lanjoot yaa.. Jan lama2 kak.. Hehee.. *peyuk2*

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa kalo kita ada di posisi diandra pasti rasanya sakit banget, apalagi mereka teman masa kecil dan tunangan udah lama, Diandra hidup dengan kesadaran bahwa dia akan menikah dengan Reno nantinya :))

      naah itu jugaa Nananya super dilema hehehe
      tunggu part berikutnya yaah sayaang :))

      Hapus
  18. haduhhhh.....Tanggung mbak,,,,:'(

    BalasHapus
  19. mantap setelah sekian lama gk ktmu sm nana n reno...
    makasih mbg shanty sdh mengobati rasa rinduku padanya....
    next chapternya jng lama2 kyk yg ini y mbgyu.....pleaceeeeeeeeeeeee..........
    *memohon smbil kecup2 mbg shan2*

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe iya sayaaang menghitung hujan kembalii hehehe
      semoga mau menunggu sayaang
      *merem2 soalnya dikecup* #dilirik cemburu sama om irawan hihihi

      Hapus
  20. first comment ^^ lam kenal mb santiiii

    crita ini mengingatkan akyu sama drama korea tentang transplantasi jantung,,, plisss mbaaa dibikin hepi ending yaa wkkk kaga tega ma tunangan reno :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal sayaang selamat datang di blog ini, semoga ga bosan2nya mampir yaah hehehe

      waaah ada yaah... ide ceritanya sebenarnya dari film horor The Eye ( transplatasi mata) tp tentu saja horornya diilangin nanti readersnya ketakutan semua hihihi

      Hapus
  21. wahhh penasaran.. ayo mbak santhy buruan diposting part selanjutnya.. semangat.. \(^_^)/

    BalasHapus
  22. mbak Santh,,,,novel baru kirimanny Nana itu SWTD kn?? #wink,,

    makasih mbak Santhy,,,
    #Peluk erat mbak Santhy mpe megap2,,hehheehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. yuuup riska betuuul novel yang didominasi warna putih hihihihihi

      sama2 sayaang :)) *Baler peluk Riska sampai kehabisan napas... nah lho* hihihi

      Hapus
  23. Aaaaaaakkkkkkk,,,,sbeeelll sm Ma2ny Renoooo sbeellll
    Tp kshn jg Diandra...
    Mksh Mba Santhy..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe mamanya reno kan kenal diandra sejak kecil jadi dia lebih sayang ke diandra deaar hehehe
      sama2 sayaang

      Hapus
  24. Waduh .. Waduh ... Kasian NaNa .... Sedih lagi hulu huhuhu

    BalasHapus
  25. sungguh tega kau mba santhy,kentang goreng enak.hahah mksh y,dtggu next chap

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihihi yuuuk yuuuk siapa mau kentaang hihihi
      *peluk rena sayang*

      Hapus