Ponsel
Sani berbunyi sore itu, dan dia langsung mengangkatnya ketika mengetahui bahwa
yang menelepon adalah mamanya,
“Sani?”
mamanya langsung berbicara seperti kebiasaannya, “Mama harus memperingatkanmu.”
“Memperingatkan
apa mama?” Dahi Sani mengeryit dan langsung waspada, mamanya tidak pernah
berucap dengan nada seserius ini sebelumnya.
“Jeremy.”
Suara sang mama setengah berbisik, “Dia datang kemari pagi ini dan memohon
kepada mama untuk memberikan informasi di mana dirimu.”
“Mama
tidak memberitahukannya kepadanya kan?” Sani langsung panik. Percuma dia pindah
ke lain kota kalau pada akhirnya Jeremy mengetahui dia ada di mana.
“Tentu
saja tidak sayang.” Sang mama menghela napas panjang, “Tetapi sepertinya dia
tidak menyerah, dia bilang pada akhirnya kalau mama tidak mau mengatakan dimana
dirimupun, dia akan tetap tahu karena dia akan menghubungi kantor penerbitmu.”
Sani
mengernyit kesal. Kalau Jeremy menghubungi kantor penerbitnya, tentu saja Jeremy
akan tahu dimana dia berada. Dia mendesah kesal tetapi tidak bisa berbuat
apa-apa, Sani hanya tidak menyangka kenapa Jeremy sekeras kepala ini
mengejarnya. Apakah lelaki itu tidak bisa menerima bahwa Sani tidak bisa
memaafkannya?
“Terimakasih
sudah memperingatkanku mama, ada kemungkinan bahwa dia sudah tahu dimana aku
berada, aku menginformasikan kepindahanku dan alamat baruku kepada penerbit.
Aku akan bersiap kalau Jeremy nekat dan mendatangiku.”
“Kau
tidak apa-apa Sani?” suara mamanya tampak cemas di seberang sana, membuat Sani
tersenyum haru.
“Tidak
apa-apa, mama, aku bisa bertahan.” Jawabnya mencoba sekuat mungkin meskipun
dalam hatinya dia meragu.
***
Perempuan itu datang
lagi malam ini, dan memesan segelas anggur untuk teman menulisnya. Azka
mengernyit, dari info yang didapatnya dari Albert, Sani adalah seorang penulis
novel romance. Tetapi sepertinya Sani sedang murung karena beberapa kali
perempuan itu hanya menghela napasnya di depan laptopnya, lalu mengawasi layar
laptop itu dengan tatapan mata kosong.
Azka merasa seperti pengintip yang memalukan
ketika berdiri di depan kaca balkon atas dan mengamati Sani seperti ini, tetapi
dia tidak bisa menahan diri. Sudah beberapa hari ini Sani selalu datang, dan
setiap pukul sembilan lalu akan menulis sampai dini harin sebelum kemudian
pulang ketika terang tanag menyentuh langi. Azka tidak bisa menahan
ketertarikannya untuk mengintip ke bawah, menanti kedatangan Sani, dan sejauh
ini, perempuan itu tetap datang.
Ada
keinginan tertahannya untuk mendekati perempuan itu, tetapi dia menahan diri,
dia takut kalau dia terlalu mengganggu, Sani akan merasa segan dan kemudian
tidak akan datang lagi.
“Perempuan
itu datang lagi.” Albert yang tiba-tiba sudah ada di ambang pintu ruang kerja
Azka bergumam sambil tersenyum penuh pengertian, mengamati Azka. “Kau
sepertinya sangat tertarik kepadanya.”
“Kenapa
kau bisa berpikiran begitu?” Azka mundur dari kaca itu dan melangkah menuju
kursi kerjanya. Albert adalah tangan kanannya, orang kepercayaannya, lelaki itu
dulu adalah pegawai setia ayahnya, dan orang yang paling dipercaya oleh
ayahnya. Setelah ayah Azka meninggal dan dia mewarinya jaringan kerajaan bisnis
hotel dan restoran ini, Albertlah yang selalu membantunya, memberinya pendapat
dari sisi pengalaman, melengkapi apa yang tidak dimiliki oleh Azka.
Karena
itulah Azka menghadiahi Albert cafe ini, tetapi lelaki setengah baya itu
menolaknya, dia hanya ingin tinggal di sebuah apartemen mini di bagian atas
cafe dan tetap ingin bekerja menjadi pelayan meskipun Azka sudah melarangnya.
Tetapi Albert bilang bahwa menjadi pelayan cafe ini bisa membantunya tetap
hidup, dia kesepian dan bercakap-cakap dengan para pelanggan bisa menyembuhkan
sepinya, karena itulah Azka mengizinkan Albert menjadi pelayan di Garden Cafe
ini.
Albert
meletakkan kopi panas untuk Azka dan tersenyum, “Kau menyapanya malam itu, kau
bahkan tidak pernah menyapa pelanggan lain sebelumnya.”
Azka
tersenyum kecut, rupanya dia terlalu mudah terbaca oleh Albert, “Tetapi bukan
berarti aku tertarik kepadanya.”
“oh
ya?” Albert mengangkat alisnya, “Sebelumnya kau tidak pernah menginap di cafe
ini.” Seperti halnya Albert, Azka mempunyai apartemen sendiri di sisi lain di
bagian atas cafe ini, tetapi dia memang
jarang memakainya, karena dia selalu pulang ke rumahnya, kawasan hijau dan
sejuk di perbukitan pinggiran kota, dekat dengan area resor hotelnya. “Dan aku
hitung, sejak kau menyapa perempuan itu, kau selalu datang kemari setiap malam,
tanpa absen.”
Azka
terkekeh mendengar perkataan Albert, “Aku memang tidak bisa membohongimu ya.”
“Aku
sudah mengenalmu sejak kecil.” Albert tertawa, “Kau tidak pernah bertingkah
seperti ini sebelumnya dengan perempuan manapun.” Albert berdehem, “Begitu juga
ketika dengan Celia.”
Azka
tertegun ketika nama Celia disebut, wajahnya sedikit memucat, dia lalu
memalingkan muka dengan murung.
“Tetapi
pada akhirnya semua akan tetap sama bukan?” gumamnya sedih, “Seberapa besarpun
aku tertarik kepada perempuan itu, aku tidak akan pernah bisa memilikinya.”
“Anda
bisa memilikinya kalau anda mampu mengambil keputusan tegas.”
“Tidak.”
Azka mengernyit seolah kesakitan, “Aku memang bukan orang baik. Tetapi aku
masih punya hati.”
Tuhan
tahu dia sudah tidak mencintai Celia, tunangannya. Tetapi dia masih punya hati.
Kesalahannya harus dibayar, meskipun perasaannya yang dikorbankan.
***
“Azka?”
Suara lembut Celia menggugah Azka dari lamunannya, membuat Azka menoleh dan
langsung tersenyum lembut,
“Iya
sayang?”
Celia
menyelipkan rambut panjangnya yang indah di belakang telinganya, dan tersenyum
lembut,
“Ada
apa? Kau tampak begitu murung.”
Azka
mendesah, “Ah..iya... mungkin aku sedikit tidak enak badan.” Itu yang
sesungguhnya. Dia sungguh merasa tidak enak badan, dia tidak suka berada di
sini. Tetapi dia harus, setiap akhir pekan setelah kesibukan kantornya
berakhir, dia harus berada di sini, menghabiskan waktunya bersama Celia,
tunangannya. Tetapi pikirannya mengembara, ke cafe itu, tempat perempuan
bernama Sani itu pasti sudah datang dan menulis di sana sampai dini hari.
Azka
tidak sabar untuk segera pergi dari sini dan menuju Garden cafe, mengamati Sani
dari kejauhan.
“Pulanglah.”
Bisik Celia lembut, penuh pengertian, “Mungkin kau kelelahan dan butuh
istirahat.”
Celia
selalu seperti itu, begitu lembut dan penuh pengertian. Apapun yang dilakukan
Azka dia selalu mengerti. Apalagi yang sebenarnya Azka cari? Dia seharusnya berusaha keras untuk memaafkan dan kembali mencintai. Tetapi setiap melihat Celia, dia teringat akan pengkhianatan itu lalu merasa begitu getir.
Ada beberapa hal yang bisa dimaafkan dalam hubungan percintaan, tetapi pengkhianatan bukanlah salah satunya....
Ditatapnya
Celia dengan senyuman lembut, kemudian dia menarik Celia mendekat dan mengecup
keningnya,
“Kau
mau kuantar masuk?”
“Tidak
Azka, pulanglah, aku bisa masuk sendiri.” Jawab Celia tanpa kehilangan
senyumnya.
Azka
menghela napas, lalu menyentuhkan jemarinya di rambut Celia dengan lembut, “Terimakasih
Celia, sampai ketemu lagi besok ya.”
Celia
mengangguk, memundurkan kursi rodanya dan memutarnya memasuki rumah, Azka
menunggu sampai pintu rumah itu tertutup, lalu melangkah pergi, tanpa menoleh
lagi.
***
Dalam
perjalanannya pulang dari rumah Celia, Azka merenung. Dulu semuanya baik-baik
saja. Azka melabuhkan cintanya kepada Celia, dan memutuskan untuk melamarnya. Tetapi
kemudian dia larut, sibuk dalam pekerjaannya dan lupa untuk memberikan
perhatiannya kepada perempuan itu.
Celia
yang kehilangan cintanya, akhirnya memutuskan untuk mencari perhatian dari
lelaki lain, dan dia mendapatkannya dari sosok lelaki bernama Edo, yang
ternyata adalah seorang bajingan.
Bajingan
itu merenggut kegadisan Celia yang sedang rapuh karena diabaikan oleh Azka,
lalu kemudian meninggalkannya begitu saja dalam kondisi hamil.
Masa-masa
itu sangat menyakitkan bagi Azka, ketika Celia datang kepadanya dan mengakui
semuanya, tentu saja Azka marah besar, mereka sedang berkendara di mobil, di
tengah hujan deras ketika Celia mengakui semuanya kepada Azka, Azka marah,
menginjak gas begitu kencang untuk meluapkan emosinya hingga kehilangan
kewaspadaannya, mereka lalu mengalami
kecelakaan fatal, kecelakaan yang membuat Celia keguguran anak hasil
hubungannya dengan Edo, dan tidak bisa
berjalan lagi selamanya.
Azka
sendiri hanya mengalami lecet-lecet, dia mendengar kenyataan bahwa Celia akan
lumpuh dan merasakan penyesalan yang luar biasa. Dialah penyebab semua ini,
Celia menjadi lumpuh seumur hidup karena dirinya, karena dialah mereka
mengalami kecelakaan parah itu. Padahal perselingkuhan Celia kalau ditelaah
adalah karena kesalahannya, Azka terlalu sibuk dengan bisnisnya sehingga
melupakan Celia, bahkan dia hampir tidak punya waktu untuk tunangannya itu,
jadi wajar kalau Celia sampai mengais perhatian dari lelaki lain.
Lalu
Azka memutuskan bahwa dia harus bertanggung jawab, dan pagi itu pula ketika Celia
sadarkan diri dari kecelakaan, menangis ketika mengetahui bahwa dia tidak bisa
berjalan lagi, Azka memeluknya dan mengatakan bahwa dia akan selalu mendampingi
Celia selamanya, dia memaafkan kekhilafan Celia dan bertekad untuk melangkah ke
depan, meninggalkan yang lalu.
Azka
mengira itu akan mudah. Toh dia mencintai Celia sebelum kejadian itu,
dipikirnya dia hanya perlu memaafkan dan kemudian menjalani keadaan mereka
seperti sebelumnya. Tetapi kemudian dia merasakan perasaannya mulai terkikis
dan musnah, setiap menatap perempuan cantik itu, lalu menyadari kenyataan bahwa
Celia telah mengkhianatinya dan membiarkan dirinya disentuh oleh lelaki lain
sampai sedemikian jauhnya.
Hari
demi hari berlalu, sampai di titik cintanya musnah begitu saja, dia menjalani harinya
dengan Celia hanya karena dia merasa harus melakukannya. Azka yakin dia bisa
melakukannya, toh hatinya sudah mati rasa.
Sampai kemudian dia melihat Sani,
dan terpesona lalu tertarik kepadanya.
Albert
memang benar, Azka tidak pernah tertarik kepada perempuan lain sebelumnya.
Begitu kuat, begitu memabukkan, membuatnya tak bisa memikirkan yang lain,
membuatnya ingin mencoba mendekat bahkan meskipun dia sadar bahwa dia tidak
bisa memiliki perempuan itu.
Sejenak
Azka ragu, dia berada di persimpangan jalan, satu menuju ke arah rumahnya dan
yang lain menuju ke arah Garden Cafe.
Pada akhirnya Azka mengarahkan mobilnya ke arah Garden Cafe. Dia ingin melihat Sani.
***
Ketika
dia memasuki pintu cafe itu, matanya mencari di sudut yang biasa, dan menemukan
Sani. Perempuan itu sedang mengetik seperti biasa ditemani segelas anggur merah
yang tinggal tersisa setengahnya.
Sejenak
Azka ragu, tetapi kemudian dia mendekat,
“Aku
heran kenapa kau belum tidur jam segini dan memilih untuk menulis.”
Sani
langsung mendongak mendengar sapaannya, ada tatapan terkejut di sana ketika
melihat Azka berdiri di depannya, tetapi kemudian dia tersenyum lembut.
“Aku
punya penyakit susah tidur akhir-akhir ini"
Azka
tersenyum, “Kalau kau ingin mengantuk, minumlah
susu putih aku dengar itu bisa membuat kita nyaman dan terlelap.”
“Susu
putih?” Sani mengeryit, “Aku tidak suka susu putih, rasanya terlalu gurih dan
menguarkan aroma yang aneh di hidung, membuatku mual.”
Kali
ini Azka benar-benar terkekeh geli, “Aku baru kali ini mendengarkan deskripsi
yang begitu menarik tentang susu putih.” Godanya, “Apa yang sedang kau tulis?”
tanpa sadar Azka menarik kursi dan duduk di depan Sani.
“Roman
percintaan.” Pipi Sani memerah, menyadari bahwa dia ditatap oleh lelaki yang
begitu tampan, dengan mata cokelat muda dan rambut berantakan yang tampak
sangat menggoda. Tetapi kemudian dia mengeraskan hati.
Semakin tampan seorang lelaki
berarti semakin berbahaya dirinya. Gumamnya dalam hati.
“Roman
percintaan? Dan sepertinya kau sedang kehabisan ide?”
Bagaimana lelaki ini tahu?
Sani
mengangkat bahunya, “Tokoh utama di ceritaku saling membenci, dan aku merasakan
dorongan kuat untuk membiarkannya seperti itu.”
Azka
terkekeh, “Tetapi kau tidak bisa membiarkannya seperti itu?”
“Tidak
bisa.” Gumam Sani penuh penyesalan, “Karena ini cerita roman, dan cerita roman
karanganku harus berujung Happy Ending.”
“Kenapa?”
“Apanya?”
“Kenapa
harus Happy Ending?” Azka menatap ke
arah Sani dengan tajam, membuat Sani sedikit salah tingkah.
“Karena
di kehidupan nyata kadangkala Happy
Ending bukanlah milik kita.” Ingatan Sani langsung melayang kepada Jeremy
dan dia tersenyum pahit, “Karena itulah setidaknya novelku bisa menjadi
pengobat luka hati.”
“Kau
benar-benar penulis novel yang baik dan memikirkan perasaan pembacanya.” Gumam
Azka sambil tersenyum, yang ditanggapi Sani dengan mengangkat bahunya.
“Aku
hanya ingin menyajikan kisah yang indah untuk pembacaku.”
“Misi
yang luar biasa baik, dan aku yakin itu bisa membantu semua orang, karena
kadang di dunia nyata ini kita tidak selalu berakhir indah. Tetapi kau harus selalu mengingat, akan ada pelangi sehabis badai.” Azka bangkit dari
duduknya dan menganggukkan kepala sopan, “Silahkan lanjutkan menulis, maaf atas
gangguanku.”
***
Azka
sedang mengenakan dasinya untuk berangkat ke kantor pusatnya di area resor
hotelnya ketika pintu apartement pribadinya di lantai dua cafe itu diketuk. Dia
mengernyitkan keningnya, hari masih pagi. Cafe di bawah memang buka duapuluh
empat jam, tetapi yang pasti tidak akan ada yang berani mengetuk pintunya
sepagi ini, bahkan Albertpun tidak akan melakukannya.
Dengan
jengkel sekaligus ingin tahu, Azka membuka pintu ruang kerjanya dan menemukan Keenan
berdiri di sana. Saudara kembarnya.
“Kenapa
kau kemari pagi sekali?” Azka mengernyit, menatap adiknya ingin tahu. Meski
mereka kembar tetapi Azka lebih dulu lahir 3 menit sebelum adiknya, karena
itulah dia selalu menganggap dirinya sebagai kakak. Lagipula, secara
kepribadian, dia memang lebih dewasa dibandingkan Keenan. Keenan terlalu
berpikiran bebas, dia bahkan tidak mau memegang perusahaan warisan ayah mereka
dan memilih mengejar impiannya menjadi seorang pelukis. Kadang Azka merasa iri
kepada Keenan karena kemampuannya untuk merasa bebas dan lepas dari tanggung
jawab.
Azka
sendiri tidak bisa. Perusahaan ayahnya harus dikendalikan, dan karena Keenan
tidak bisa diandalkan, maka dia mengambil alih seluruh tanggung jawab itu di
pundaknya.
Mungkin dia memang ditakdirkan
untuk selalu memikul tanggung jawab terhadap orang lain di pundaknya, pikirnya pahit.
Sementara
itu Keenan tampak tidak peduli, dia melangkah masuk ke apartemen Azka dan
membanting tubuhnya di sofa,
“Aku
sedang menerima proyek melukis untuk desain kantor di dekat resor kita.
Pekerjaan itu baru beres tadi pagi dan memutuskan untuk berkunjung ke rumahmu
pagi ini sekaligus menumpang tidur, tetapi kata pealayan sudah berhari-hari kau
tidak ada di sana dan tidur di Garden Cafe.” Keenan merengut, “Jadi aku
terpaksa menyusul kemari.”
Azka
meraih jasnya dan melirik adiknya tanpa ekspresi, “Kau bisa menumpang tidur di
kamar.” Gumamnya tenang, “Aku harus bekerja.”
“Kau
tampak tidak sehat.” Gumam Keenan ketika mengamatinya, “Dan kurus. Apakah
memimpin perusahaan ini membuatmu begitu sibuk sampai lupa mengurus dirimu?”
Mereka
berdua memang sudah lama tidak bertemu, hampir enam bulan lebih, itu karena Keenan
memutuskan ke belanda, untuk mengunjungi guru melukisnya di sana. Adik
kembarnya itu baru pulang sebulan yang lalu, tetapi mereka sama-sama sibuk
hingga sekaranglah pertemuan mereka yang pertama setelah enam bulan berlalu.
Azka
sendiri mengamati adiknya yang tampak begitu segar dan tanpa beban, lalu
mengernyit,
“Salah
satu dari kita harus menjalankan perusahaan ini.”
“Kau
tidak perlu melakukannya, kau tahu itu.” Keenan memundurkan tubuhnya dan
menyandarkan dirinya di sofa, “Perusahaan itu bisa saja kau serahkan kepada
para tangan kanan ayah, selama ini bukankah mereka juga yang menjalankannya?”
“Tetapi
perusahaan ini tetap butuh seseorang yang mengendalikannya, Keenan.” Azka
bergumam tajam. “Aku bukan orang bebas yang bisa melepaskan tanggung jawab
seperti dirmu.” Sindirnya.
Keenan
malahan tertawa, “Dan kaupun memikul tanggung jawab itu, ciri khas seorang
Azka.” Wajahnya berubah serius, “Sama halnya seperti yang kaulakukan kepada
Celia.”
“Aku
tidak mau membicarakannya.” Azka langsung memalingkan muka, berusaha memutus
percakapan. Mereka pasti akan berakhir dengan adu argumentasi ketika
membicarakan Celia.
Keenan
adalah salah satu orang yang menentang keras ketika Azka melanjutkan
pertunangannya dengan Celia, dia tahu tentu saja tentang pengkhianatan Celia
dan menganggap Azka bodoh karena memikul tanggung jawab terhadap Celia, padahal
kecelakaan yang dialami Celia seharusnya bukanlah kesalahan Azka.
“Tidakkah
kau bertanya-tanya bahwa sebenarnya ada jodohmu di luar sana?” Keenan terus
mengejar, tidak peduli akan ekspresi membunuh yang dilemparkan Azka kepadanya,
“Tidakkah kau ingin tahu bahwa pasangan jiwamu sedang menunggu jauh di sana?
menanti untuk kau temukan? Kalau kau terus terpaku pada Celia, yang jelas-jelas
tidak kau cintai, kau akan kehilangan kesempatanmu untuk menemukan jodohmu yang
sesungguhnya.”
“Aku
tidak menyangka kau bisa begitu puitus.” Azka berusaha menghindar dari bahasan
tentang Celia. Dia sedang tidak mau memikirkannya.
“Aku
seorang seniman, meskipun aku pelukis, tetap saja aku bisa puitis.” Keenan
tertawa, “Berbeda dengan dirimu yang begitu kaku.” Wajahnya melembut, “Aku
hanya ingin kau berhenti menyiksa dirimu, kak.”
Apakah sejelas itu?
Azka
berusaha memasang wajah datar, “Kalau kau ingin aku sedikit lebih baik,
bantulah aku di perusahaan.”
‘Tidak.”
Keenan langsung menjawab cepat, “Berkemeja rapi, memakai jas dan dasi bukanlah
gayaku, aku bisa mati bosan kalau bekerja di kantor.” Dengan santai dia
melangkah berdiri dan menuju kamar Azka, “Selamat menikmati harimu.” Gumamnya
santai lalu menghilang ke dalam kamar.
***
Sani
sedang melangkah keluar dari pintu putar apartemennya, hendak menuju ke
supermarket terdekat untuk membeli bahan makanan sebagai pengisi kulkasnya
ketika langkahnya membeku di trotoar.
Mobil
warna biru itu dengan pelat nomor yang sangat dikenalnya.
Itu
mobil Jeremy...
Dan
benar saja, lelaki itu melangkah keluar dari mobilnya dan berdiri tepat di
depan Sani,
“Hai
Sani.” Sapanya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka, “Apa
kabarmu? Aku kemari untuk mengunjungimu, aku merindukanmu.” Bisiknya lembut.
Bisikan
itu dulu pernah membuat hati Sani hangat, tetapi sekarang tidak lagi, dia
menggertakkan giginya dengan marah,
“Apa
yang kau lakukan di sini?”
Jeremy
mengangkat bahunya, “Mengunjungimu tentu saja, kau pikir apa? Aku harap setelah
kau puas dengan tingkah kekanak-kanakanmu kita bisa bercakap-cakap dengan
kepala dingin.”
Tingkah kekanak-kanakannya,
katanya?
Sani
menahan dirinya untuk maju dan menampar Jeremy. Berani-beraninya lelaki itu
muncul di depannya seolah tidak bersalah dan mengganggu ketenangan hidupnya
lagi.
“Aku
tidak mau bercakap-cakap denganmu. Minggir.” Gumam Sani marah, ketika Jeremy
dengan sengaja menghalangi jalannya di trotoar yang sempit itu.
Tetapi
Jeremy tidak bergeming, dia malahan semakin sengaja menghalangi Sani lewat,’
“Kita
harus bicara Sani, ayolah hentikan sikap kekanak-kanakanmu itu dan berbicaralah
dengan dewasa.”
“Aku
rasa aku sudah mengambil keputusan dewasa dengan mengakhiri pertunangan kita,
menyingkirlah Jeremy dan biarkan aku lewat.”
Sani
berusaha mencari jalan melewati Jeremy, tetapi karena lelaki itu menghalangi
jalannya, dia merengut kepada Jeremy dengan tatapann menghina, “Ah sudahlah!”
gumamnya marah lalu membalikkan tubuhnya, hendak berbalik dan meninggalkan
Jeremy.
Sayangnya
gerakannya kurang cepat, Jeremy sudah meraih lengannya dan mencekalnya,
“Dengarkan
aku dulu Sani, kau harus mendengarkan aku!” seru Jeremy mulai emosi, lelaki itu
bahkan tidak peduli akan lirikan orang-orang di sekitar.
Sani
malu, sungguh-sunggu malu, dengan sekuat tenaga dia berusaha melepaskan cekalan
tangan Jeremy di lengannya, berusaha melepaskan diri dari Jeremy, dia jijik,
dia benci, dan dia sangat muak dengan laki-laki ini.
Di
tengah usahanya melepaskan diri, sebuah mobil berwarna merah menyala menepi ke
trotoar di dekat mereka. Azka turun dari mobil dan mengernyit, dari kejauhan
dia sudah melihat lelaki itu mencengkeram lengan Sani dan Sani yang berusaha
melepaskan diri. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan diri untuk mendekat,
“Bisakah
kau lepaskan perempuan itu? Tampaknya dia tidak mau berurusan denganmu.”
Gumamnya dingin.
Membuat
Sani dan Jeremy menoleh bersamaan.
BERSAMBUNG KE PART 3
wow di post lagi... >_<
BalasHapusThank u mbak santhy *lope* :D
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYa ampun aku semakin dilema, pilih Darren/Lucas, Rafael atau Azka ya..
BalasHapus(@_@)
thank you so much mbaa santhy:)
BalasHapusWeits.. makin top nich cerita... (suka.. banyak kata2 puitisnya), Thank you mbak santhy....
BalasHapusMbak santhy emang keren badai cettar membahana (minjem istilahnya syahrini)
Tuch si jeremy, kurang ajar banget..,ngapain muncul lg..? kelaut aja sana berenang sm hiu.., maaf mbak.. esmosi..
Kembarannya Azka...sesuatu...
Eh.. sani., gak suka sama su2 putih, sama donk kyak diriQ..
Mbak santhy,, luv u full...
Tetap Semangat lanjutin postingannnya mbakk N jangan lupa jga kesehatan..
Peluk erat mbak santhy cantikkk
kyaaaa.. Azka smngat, jauhkan si Jeremy dri Sani..
BalasHapusWah Keenan kece n ganteng kaya Azka g' mba San?? Aq mau... *emng brang??
Wkwkwk #piss
Thanks mba San.. *peluk
wow ..kayanya bkalan rumit yah .. baca karakter keenan jd teringat novel prahu krtas mba ..hehehehe
BalasHapustrnyta klo mau move on itu bner2 ga mdah yah mba ... rasanya pahit bngeet aplgi itu pngkhianatan ... !!bikin patah hati bacanya !!mksih mba cantik apresiasinya kereeen banget !!crtanya slalu beda
semakin deg degan nunggu lanjutannya nih, tiap hari pasti bakalan penasaran...
BalasHapusselalu aja ada kejutan, ternyata azka ada saudara kembarnya
suka banget mbak sama karakter azka
mba snthy moga ya bsok ada part3 ya.... azka n sani y mba akhrx.hehe...trims mba
BalasHapusWah gak nyangka Part 2 di posting hari ini... Makasih mbak Shanty wow,,, kejutan bgt sista... Tengkyu tengkyu... Luph yuuuuuu :)
BalasHapusmbak santhy aku nunggu angel revano nih,, gak mau azka atau yang lain,, tapi kalau romeo putranya damian sama serena boleh mbak,,,
BalasHapusmbak santhy anak siapa sih pintar bgt
º°˚˚°º♏:)Ą:)K:)Ä:)§:)Ǐ:)♓º°˚˚°º ya mba
BalasHapusWah gmna nasib azka tu hub krna terpaksa
makash mb santhy
BalasHapustengkyu mbak shanthy.. duh, senengnya postingnya cepat.. diposting setiap hari ya mbak..?. horee \(^_^)/
BalasHapuskisah cinta segi banyak dmulai,,
BalasHapusJeremy - Sani - Azka - Celia - Keenan,,,,
Howreee,,,
Makassiih mbak Santh,,,mmuuacchhh,,
Kisah cinta seorang penulis ternyata menarik dan seru. Mksh Mb Santhy:-)
BalasHapusAaakkkkk,,Azkaaa,,Azkaaaaaa...
BalasHapusVie sk nm Azka,,lbih sk lg sm Azka dcrta iniihh..
Keenan sm Celia ajja biar Azka sm Sani *mengarang bebas*
Mksh Mba Santhy....
*peyuk2*
azka nya lucu deh kyk gtu..jgn ngntip2 aja donkk..hkhk
BalasHapusIya nih si azka sukanya ngintip doang ntar bintitan loh
BalasHapusJgn sampe keduluan keenan!