Dahulu kala diciptakanlah dua kekuatan yang saling menyeimbangkan
Masing-masing memiliki 95% kekuatan otak yang telah diaktifkan, mendekati sempurna.
Kekuatan tak terduga yang diserahkan kepada dua anak manusia yang terpilih, kekuatan yang bertolak belakang.
Yang satu hitam dan yang satu putih, saling menyeimbangkan.
Karena dunia hanya bisa seimbang jika ada lawannya. Jahat dan baik.... hitam dan putih.,derita dan bahagia, gelap dan terang....
Dua kekuatan itu ditakdirkan sama hebatnya, demi keseimbangan dunia.
Seharusnya dua kekuatan itu berjalan selaras dan damai, seharusnya dua kekuatan itu saling menghargai dalam kediaman yang sunyi...
Sayangnya ketika dua kekuatan itu harus saling bertentangan, satu-satunya cara memenangkan pertarungan adalah dengan mendapatkan keunggulan 5% yang tersisa....
"Bagaimana keadaan anda, Tuan Rolan?" Dokter Beni, dokter setengah baya yang menangani Rolan itu tersenyum ramah kepadanya. Yah Rolan sudah begitu lama di rumah sakit ini hingga setiap dokter mengenalnya dengan baik. Mereka selalu melemparkan tatapan ramah dan iba.... iba karena umur Rolan mungkin tidak akan lama lagi.
"Saya baik-baik saja dok." Rolan tidak berbohong. Dia merasa amat sangat sehat, tidak ada lagi rasa sakit yang menderanya, rasa pusing yang membuat kepalanya terasa dipukul-pukul oleh palu pun sudah menghilang, rasa nyeri di sekujur tubuhnya, menjalari aliran darahnya sebegitu seringnya hingga membuatnya terbiasa, sekarang sudah tiada. Rolan merasa aneh, hampir terlalu lama dia merasakan rasa sakit itu hingga terasa begitu familiar, dan sekarang begitu rasa itu tidak ada, dia merasa aneh.... aneh yang menyenangkan.
"Apakah kau tidak merasa pusing dan mual lagi Rolan? Biasanya efek pengobatan membuatmu mual berhari-hari."
Rolan tersenyum, "Tidak ada rasa apapun dokter, aku merasa sehat."
Dan memang demikian adanya. Dokter Beni makin mengerutkan keningnya, "Kita akan melakukan pengecekan regular seperti biasa Rolan, kami akan memindai otakmu dengan MRI dan CAT untuk mengetahui bagaimana perkembangan penyakitmu."
Rolan menganggukkan kepalanya, dia sudah terbiasa dengan semua jenis pemeriksaan atas dirinya, semua suntikan itu, semua obat yang lama-lama terasa memuakkan, semuanya telah dilaluinya.
Ketika dokter Beni pergi dan menjadwalkan suster untuk mengantarnya melalui proses MRI, Rolan merasakan jantungnya berdebar. Mungkin hasil pemeriksaan akan memperlihatkan apakah pertemuannya dengan lelaki tua itu hanyalah mimpi atau kenyataan.
***
Setelah selesai pemindaian, Rolan diantar kembali ke kamarnya. Dokter Beni akan menemuinya besok untuk konsultasi dan membicarakan hasil prosedur pemeriksaan seperti biasanya. Sementara itu, Rolan harus menunggu, di kamarnya yang dingin dan sepi.
Jam besuk masih lama, mungkin Selly masih dalam perjalanan ke rumah sakit. Rolan menghela napas panjang, bagaimanapun sibuknya kekasihnya itu, Selly tidak pernah melewatkan satupun kunjungan di jam besuk Rolan. Perempuan itu begitu setia, memberikan semangat hidup pada Rolan, memberikan cinta tanpa pamrih yang membuat Rolan merasa punya pegangan, punya tujuan hidup. Ketika kesakitan menderanya sampai hampir tidak tertahankan lagi, Rolan selalu memikirkan Selly, memikirkan kekasihnya yang akan menjenguknya di jam besuk, dan itu memberinya kekuatan untuk berjuang dan bertahan sampai saat ini.
Sekarang Rolan sendirian, yang ingin dilakukannya pertama kali adalah mencoba turun dari ranjangnya. Dulu kegiatan itu akan sangat berbahaya dilakukan, karena kaki Rolan sudah melemah, hampir tidak bisa menopang tubuhnya yang kurus dan lemah.
Tetapi sekarang Rolan merasa dirinya berbeda. Semuanya berbeda. Seluruh inderanya seakan berfungsi dengan begitu sempurna... masih samar-samar tetapi jelas-jelas menunggu untuk dibangunkan dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Rolan menegakkan ranjangnya, melirik ke arah lengannya yang terhubung ke sambungan infus, dengan berhati-hati agar infus tersebut tidak lepas, Rolan menegakkan tubuhnya. Sesuatu yang hampir mustahil dilakukannya dulu tanpa bantuan suster atau Selly. Sekarang tubuhnya terasa ringan dan kokoh, dia menegakkan tubuhnya dengan mudah. Membuatnya terperangah. Jantungnya berdebar, dan kemudian pelan-pelan dia menggerakkan kakinya turun. Kakinya itu terasa kuat dan kokoh, ketika Rolan mengayunkannya terasa begitu ringan dan mudah. Lelaki itu lalu duduk miring di ranjang, termenung dan ragu.
Kemudian Rolan menjejakkan dirinya dan menapakkan kakinya ke lantai. Dan sama seperti sebelumnya, tidak ada rasa sakit, tidak ada tulang yang terasa lemas, tidak ada rasa lemah dan tak berdaya, Rolan berdiri dengan sama sehatnya seperti orang yang kuat dan tegar.
Tiba-tiba dia merasakan kebenaran itu. Tidak ada yang memberitahunya, tetapi dia tahu begitu saja. Dia tahu bahwa penyakitnya sudah musnah. Sudah hilang. Seluruh tubuhnya sampai ke sel tubuhnya yang paling kecil sekalipun bekerja dengan vitalitas yang luar biasa.
Semuanya luar biasa, dan Rolan merasa seperti manusia super.
***
Selly berjalan tergesa-gesa setengah berlari sambil membawa kantong kertas berisi jeruk di dalam pelukannya. Tadi dia sudah hampir separuh perjalanan di dalam angkutan umum hingga menyadari bahwa jeruk manis yang dibawanya khusus untuk menjenguk Rolan tertinggal di rumah. Selly terpaksa turun dari angkot dan kembali pulang untuk mengambil jeruk itu yang sekarang sudah ada di dalam pelukan lengannya, dan naik angkot kembali menuju rumah sakit.
Setelah turun dari angkot di pemberhentian terdekat dari rumah sakit, Selly harus menempuh kira-kira 200 meter berjalan kaki menuju rumah sakit. Inilah yang dilakukannya setiap hari secara rutin sejak Rolan masuk ke rumah sakit dan tidak bisa keluar lagi karena kondisinya yang terlalu lemah. Untunglah kakek kekasihnya itu orang penting di rumah sakit tersebut dan Rolan juga berasal dari keluarga kaya, sehingga mereka tidak perlu mencemaskan biaya perawatannya. Selly sudah bertekat untuk selalu mendampingi Rolan di rumah sakit selama dia dirawat, cintanya kepada Rolan begitu besar, membuatnya kadangkala merasa kasihan kepada Rolan yang sebatang kara dan kesepian.
Kedua orangtua Rolan sudah meninggal dunia. Satu-satunya keluarga Rolan adalah kakeknya yang kaya raya, pensiunan dokter bedah terkenal dan memiliki beberapa rumah sakit di pusat kota, salah satunya adalah rumah sakit tempat Rolan dirawat. Kakek Rolan sendiri sudah tentu tidak bisa menengok Rolan setiap hari, usianya yang hampir mencapai 80 tahun menghalanginya untuk selalu bisa mendampingi cucunya yang sakit parah. Karena itulah Selly bertekat menjadi pendamping Rolan dan menjaganya.
Ah, dia teringat betapa cintanya Rolan dulu kepadanya betapa lelaki itu menghormati dan menghargainya meskipun status mereka berbeda jauh. Rolan dan Selly telah saling mengenal hampir seumur hidup mereka. Yah, Selly adalah anak dari pelayan di keluarga Andreas, keluarga Rolan. Sejak kecil Selly hidup dan dibesarkan di rumah besar Rolan. Dan sudah mengagumi tuan mudanya itu.
Rolan tidak pernah memperlakukannya sebagai pelayan, sejak mereka kanak-kanak, Rolan selalu menjaganya seperti adiknya sendiri. Bahkan di masa remaja, ketika Rolan bersekolah di asrama elit dan Selly bersekolah di SMU biasa, Rollan tetap menjaga Selly, tanpa malu-malu bahkan sering muncul menjemput Selly di waktu luangnya, membuat semua teman Selly ternganga karena Rollan datang dengan mobil mewah berwarna merah cerah.
Selly kemudian bisa kuliah di Universitas Negeri, berkat bantuan keluarga Andreas juga. Sementara itu Rolan melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Setelah lulus, Rolan pulang ke indonesia, melihat Selly untuk pertama kalinya sejak mereka terpisah hampir lima tahun lamanya, dan langsung merasakan ada yang berbeda.
Mereka langsung saling jatuh cinta. Begitu saja, seakan sudah ditakdirkan sebelumnya. Tentu saja percintaan mereka dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena perbedaan status mereka yang mencolok, Selly yang memaksa Rolan merahasiakannya karena dia tidak mau ada pertentangan di keluarga Andreas, meskipun Rolan setiap hari mendesaknya untuk mengakui cinta mereka kepada keluarganya.
Selly masih merasa ragu, dia takut akan penghakiman orang-orang di sekeliling mereka, dia hanyalah anak seorang pelayan, ayahnya adalah supir pribadi keluarga Andreas dan ibunya pelayan di rumah itu, mereka tinggal di paviliun kecil di area kebun belakang rumah keluarga Andreas. Kedua orang tua Rolan sangat baik kepadanya, membiayai pendidikannya dan memperlakukannya bagaikan anaknya sendiri. Selly begitu takut, kalau Rolan membuka hubungan mereka, ayah dan ibu Rolan akan memandang rendah kepadanya, menyebutnya tidak tahu terimakasih dan mungkin saja, seperti pandangan masyarakat pada umumnya, jika perempuan miskin menjadi kekasih tuan muda yang sangat kaya, dia hanyalah pengincar harta.
Tentu saja Selly tidak pernah sekalipun memikirkan tentang harta Rolan. Dia tidak butuh harta, dia bisa menghidupi dirinya sendiri. Setelah lulus kuliah, Selly diterima bekerja sebagai staff akunting di sebuah perusahaan manufacture dan setelah merasa gajinya cukup, Selly keluar dari rumah keluarga Andreas, menempati flat mungil yang disewanya dengan harga murah dan belajar hidup mandiri. Kedua orang tua Selly masih hidup dan menghabiskan masa pensiun mereka di rumah keluarga Andreas, berniat mengabdi sampai mereka tua.
Dan sayangnya, pada akhirnya, Rolan dan Selly tidak sempat mengakui perihal hubungan mereka kepada kedua orang tua Rolan. Kecelakaan pesawat ketika kedua orang tua Rolan melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri telah merenggut nyawa mereka, meninggalkan Rolan sebatang kara di dunia ini, hanya memiliki kakeknya yang sudah berusia lanjut, dan memiliki Selly.
Sejak saat itu kebahagiaan seolah-olah direnggut dari mereka. Rolan- yang memang sering merasa pusing dan mual sepanjang hidupnya, dan kemudian hanya menganggapnya sebagai kurang darah biasa - mulai merasa ada yang serius dengan penyakitnya. Dia pernah merasa pusing dengan begitu kuatnya hingga kehilangan kesadaran. Selly yang mencemaskannyapun mendorongnya untuk memeriksakan diri ke dokter.... dan kemudian hasil pemeriksaan menyatakan bahwa Rolan menderita kanker otak.
Selly selalu berusaha menopang Rolan, pun ketika kondisi Rolan makin memburuk, makin melemah sehingga memaksanya terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit dalam waktu yang cukup lama.
Selly bisa merasakan semakin lama, kekasihnya itu makin kehilangan semangat hidup, makin pahit menatap masa depan. Bahkan ketika Selly meminta Rolan untuk berserah kepada Tuhan mengharapkan setitik mukjizat kepadanya, Rolan hanya tersenyum kecut dan bilang bahwa dia mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan. Karena Tuhan seolah-olah tidak pernah ada untuknya.
Sepanjang pengetahuan Selly, semangat hidup sangat berperan dalam kekuatan daya tahan penderita kanker, dan dia akan berjuang keras agar Rolan selalu bersemangat, agar Rolan kuat.... agar Rolan tidak meninggalkannya..... karena Selly tidak akan tahan jika tidak ada Rolan di dunia ini.
Lengan Selly memeluk kantong kertas berisi jeruk manis di dadanya, Rolan pasti akan menyukainya. Lelaki itu sangat suka makan jeruk yang menyegarkan mulutnya yang pahit akibat efek obat-obatan yang diminumnya. Kadangkala Selly suka mengoleskan air jeruk ke bibir Rolan yang kering, pucat dan pecah-pecah, mencoba membuatnya berwarna lagi.
Lalu tiba ada sosok berlawanan arah yang melangkah tergesa dan kemudian tanpa dapat dicegah, menabraknya. Tubuhnya terbentur oleh sebuah lengan yang keras, membuatnya terjungkal dan terjatuh duduk di trotoar, lengannya yang memeluk kantong kertas itu terbuka, membanting kantong kertas itu ke trotoar dan menyebarkan jeruk berwarna orange menggiurkan itu kemana-mana.
"Ya ampun." Selly yang masih terduduk di trotoar, menatap jeruk-jeruk yang bergelindingan ke berbagai arah itu dengan panik, dia merangkak meraih jeruk yang terdekat, lalu mencoba berdiri untuk menyelamatkan jeruk-jeruk yang lain. Untunglah trotoar masih sepi karena jam pulang kantor belum berakhir, kalau tidak mungkin jeruk-jeruknya sudah terlindas dan tergilas oleh injakan sepatu para pejalan kaki yang berduyun-duyun dan berhamburan menuju halte untuk pulang.
"Biar aku saja." sebuah suara yang dalam dan tenang tiba-tiba terdengar di depannya. Itu adalah sosok bertubuh keras yang menabraknya tadi. Selly mengangkat kepalanya dan langsung bertatapan dengan wajah paling dingin sekaligus paling rupawan yang pernah dilihatnya.
Lelaki itu hanya melempar tatapan datar, lalu berdiri dan mengambil jeruk-jeruk yang berserakan itu dalam satu lengan, dia mendekati Selly yang juga sudah berdiri, memegang kantong kertas yang tinggal berisi beberapa jeruk itu di tangannya.
Lelaki itu melangkah mendekat, lalu tersenyum, senyum tipis yang samar yang langsung merasuk ke dalam jiwa.
"Maafkan aku menabrakmu tadi, aku kurang hati-hati." suaranya bahkan terdengar dalam dan mempesona. Selly masih ternganga ketika lelaki itu memasukkan jeruk-jeruk di tangannya ke dalam kantong kertas di pelukan Selly.
Ketika lelaki itu selesai, Selly tersadar, dia tersenyum malu karena tidak bisa menahan diri ternganga menatap lelaki yang sangat tampan itu.
"Ah... iya, maafkan aku, aku juga melamun tadi dan tidak berhati-hati."
Lelaki itu tersenyum tipis, melirik ke arah jeruk di tangannya, "Mau membesuk?" posisi mereka sekarang memang berada di dekat rumah sakit, sehingga wajar saja lelaki itu mengambil kesimpulan seperti itu.
Selly menganggukkan kepalanya, "Iya. Terimakasih atas bantuannya." Tiba saja tatapan intens dan dalam di wajah itu membuat Selly menjadi gugup, "Kalau begitu saya permisi dulu." gumamnya cepat.
Lelaki itu menganggukkan kepalanya, "Hati-hati." senyum tipis masih menghiasi bibirnya dan kemudian dia melangkah pergi berlalu melewati Selly menuju arah yang berlawanan.
Selly masih tertegun sambil menolehkan kepalanya, menatap punggung lelaki yang bertubuh tinggi semampai, dengan rambut hitam gelap yang dibiarkan menyentuh kerahnya, dan pakaian hitam dari ujung kemeja sampai ke sepatunya yang elegan.
Lelaki itu tampak memasuki sebuah mobil hitam berkilat yang seperti sudah menunggu di dekat trotoar, dan setelah lelaki itu masuk, mobil itupun melaju pergi.
Selly menghela napas panjang dan melangkah kembali menuju ke arah rumah sakit, lelaki setampan itu biasanya hanya ada di cerita-cerita novel, mungkin saja dia seorang artis atau model terkenal yang Selly tidak tahu, yah.... dia memang buta akan dunia mode.
Selly melirik jam tangannya dan tiba-tiba merasa panik. Dia akan terlambat membesuk Rolan! Lelaki itu pasti sedang menunggunya.
Dengan cepat Selly berlari-lari menuju ke rumah sakit.
***
Rolan tahu. Bahkan sebelum Selly mendekat, dia tahu. Itu langkah-langkah kekasihnya, berlari-lari kecil melalui koridor menuju ke kamarnya, bahkan dengan memejamkan matanya, Rolan bisa melihat dengan jelas visualisasi Selly berlari sambil memeluk kantong kertas berisi jeruk manis segar di tangannya.
Aroma jeruk yang segar itu bahkan sudah tercium olehnya, pun dengan aroma khas Selly yang seperti bedak bayi.....
Dan benarlah, beberapa menit kemudian, pintu terbuka. Selly masuk dengan napas terengah, memeluk kantong kertas berisi jeruk di lengannya.
"Maafkan aku Rolan, tadi jeruknya ketinggalan, jadi aku pulang lagi, aku....." Selly menatap Rolan dan terperangah kaget, "Rolan? Astaga! kau.... kau bisa berdiri sendiri?
Bersambung ke part 2
Akhirnya di posting lagi makasih mb Santhy ..
BalasHapusKok ada ya wanita seperti Selly yg begitu setia ...
Lelaki yang menabrak Selly Gabriel ya mb hihi *sotoyyyyy*
Please 1 bab lagi dunk Mba San....
BalasHapusMakasih ^^
lanjut bab selanjutnya mba san :)
BalasHapusSudah dtunggu2 postingan nie.. akhirnyaaa :D
BalasHapusGak sabar nunggu lanjutannya.. ^^
Makasie mbak cantik
makasih ka update nya kesembuhan Rolan jadi awal masalah mereka hadapi nantinya ya?
BalasHapusItu Rolan kok udah bisa tegak sendiri ? O.o
BalasHapusBingung, maksudnya Gabriel menabrak Selly?
BalasHapusNunggu next chapter...
cerita yg berbeda...
BalasHapusjd pnsrn lnjty gmn
Penasaran...
BalasHapusmbaa...bukunya udah naek cetak kah? ga sabar pengen langsung melahap ampe akhir...
BalasHapusnext part please... gabriel jgn kyk lucas yah... biar aja dia antagonis ampe akhir, ga bsa bayangin klo roland ga berkahir dg sally...
apa bedanya cerita yg di blog ini dengan yang dibuku mba ?
BalasHapus