meski kisah kita tak seindah cinta dalam
sejarah.
Kita dan dua
cangkir kopi,
lalu menghitung hujan sambil mendengarkan debaran sendiri
Dua cangkir kopi
berteman hujan
Dua cangkir kopi
lebih indah dari simfoni
Jadi tetaplah ada.
Kau dan aku, dan
dua cangkir kopi.
“Ini adalah kakak lelakimu.”
Ibu Dewi menunjuk ke anak lelaki kurus di foto itu, yang dirangkul oleh
ayahnya, kemudian menatap Diandra dengan sedih, “Seandainya saya punya
kesempatan untuk memberitahu tentangnya sejak awal Diandra, tetapi kau telah
hidup dalam kehidupan baru yang bahagia, dan orangtuamu memutuskan untuk
menjagamu dengan tidak memberitahukan informasi apapun, hal itu menahan saya
untuk mengganggu kehidupanmu dengan informasi ini.”
Ibu Dewi menghela napas
panjang lalu melanjutkan, “Kakak lelakimu berumur tiga tahun ketika kecelakaan
yang menewarkan kedu orang tuamu terjadi, kalian berdua diserahkan di panti
asuhan ini bersama-sama. Sayangnya, kakakmu terlalu besar usianya dan anak yang
sudah terlalu besar biasanya jarang sekali diminati untuk diadopsi. Pada
akhirnya kakakmu harus berpisah denganmu karena orangtua angkatmu memilihmu
untuk diadopsi.” Ibu Dewi menatap Diandra lembut, “Meskipun terpisah, saya tahu
kakakmu selalu mencintaimu. Dia tumbuh dan besar di sini, kami menyekolahkannya
karena dia sangat pandai, di pagi hari dia bersekolah dan setelahnya dia
membantu di panti asuhan ini, bekerja apapun yang bisa dilakukan untuk membantu
kami. Dan ketika usianya 17 tahun, dia memutuskan bahwa dia sudah dewasa
sehingga meninggalkan panti asuhan ini dan menjalani hidupnya sendiri. Dia
sukses dalam kehidupannya, dan walaupun begitu kakakmu tidak pernah lupa
mengunjungi kami, katanya dia menganggap panti asuhan ini adalah rumahnya, Saya
ingat dia selalu datang di hari raya, membawakan makanan dan baju baru yang
begitu banyak untuk anak-anak panti di sini.” Mata ibu Dewi menerawang.
Diandra menatap perempuan
setengah baya di depannya itu dengan penuh harap, informasi ini benar-benar
mengejutkannya sekaligus membuatnya bertekad. Dia memiliki seorang kakak
kandung, lelaki yang sukses kalau menurut kisah ibu Dewi ini. Jadi dimana dia
bisa menemukan kakak lelakinya itu?
“Di mana saya bisa menemukan
kakak saya, ibu?” Diandra menyuarakan pertanyaan di benaknya, menatap ibu Dewi sepenuh rasa
penasarannya.
Tetapi seketika itu juga ada
mendung menggumpal di wajah ibu Dewi, mata perempuan itu tampak berkaca-kaca.
“Karena itulah tanpa
mempedulikan semua aturan, waktu itu saya menghubungi orangtuamu Diandra. Karena menurut saya kau harus tahu.” Ibu Dewi
menatap Diandra dalam-dalam, “Rangga, kakak lelakimu sudah meninggal karena
kecelakaan yang menimpanya.
Seketika itu juga Diandra
dan Axel berpandangan, mata mereka menyuarakan pertanyaan yang sama,
Rangga??
***
Nana turun dari taxi di
depan rumahnya dan langsung menghambur masuk, dia hampir saja bertabrakan
dengan mamanya yang menyambutnya di depan, diikuti oleh Nirina yang masih
menunggu di sana,
“Reno di sini?”
Nana bertanya dengan suara
serak, ketakutan. Apakah ketakutannya benar-benar akan menjadi kenyataan?
Apakah kata-kata Reno sebelum pergi tadi menunjukkan bahwa dia akan melakukan
sesuatu yang nekat seperti bunuh diri?
Jantung Nana berdebar.
Tuhan. Nana tidak akan memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu
pada Reno. Dan itu murni... murni dia mencemaskan lelaki itu, bukan karena ada
jantung Rangga di dalam tubuhnya!
Mama Nana menatap Nana yang
panik sambil mengangkat alisnya,
“Tidak Nana, Reno tadi pergi
untuk menemuimu di apartemen Rangga, apakah kau tadi ada di sana? Apakah kau
bertemu dengannya?”
Wajah Nana pucat pasi,
“Ya aku bertemu dengannya di
apartemen... kemudian aku..aku setengah mengusirnya.” Mata Nana tampak
berkaca-kaca, “Lalu dia pergi dan mengucapkan kata-kata yang membuatku
takut....”
“Nana.” Mama Nana memeluk
pundak Nana dengan lembut, “Ayo kita
masuk dulu Nana. Tenang dulu...”
***
“Rangga?” Akhirnya Axel dan
Diandra menyuarakan pertanyaan itu bersamaan, tiba-tiba saja napas Diandra
terasa cepat dan kepalanya pening.
Tidak mungkin bukan? Tidak
mungkin Rangga yang itu bukan?
Nama Rangga terpatri jelas
di benak Diandra, itu adalah lelaki yang menyumbangkan jantungnya untuk Reno,
memberikan kehidupan kepada kekasihnya, sekaligus merenggut cinta Reno
untuknya.
Apakah mungkin Rangga yang itu? Bagaimana bisa
suatu kebetulan berjalan seperti ini?
“Ya Diandra, Rangga adalah
nama kakakmu, nama yang sama yang diberikan oleh orang tua kandungmu. Dia
meninggal karena kecelakaan lebih dari setahun yang lalu.” Ibu Dewi menatap
Diandra dengan menyesal, “Seandainya aku bisa memberitahumu lebih awal, tetapi
Rangga sendiri juga tidak menyarankan untuk menghubungimu..”
“Rangga mengetahui tentang
siapa diriku?” Diandra bertanya bingung, kalau begitu kenapa kakaknya tidak
pernah menghubunginya?
“Ya, Rangga tahu tentu saja,
dia bahkan selalu mengawasimu dengan diam-diam. Katanya dia tidak mau
menunjukkan jati dirinya dan menghancurkan apa yang sudah kau percayai... yah
orangtuamu tidak pernah mengatakan bahwa kau anak angkat, Rangga takut kalau
kau tahu bahwa kau anak angkat, kau akan sedih...” Ibu Dewi tersenyum, rupanya
kenangannya akan Rangga begitu indah, ‘”Karena itulah Rangga menahan diri,
menatapmu dalam diam dan mengawasimu, dia bilang lebih baik dia menahan diri
asal kau bahagia.”
Axel tampak tak sabar dengan
pertanyaan yang menderanya,
“Rangga yang ini, apakah dia
mendonorkan jantungnya setelah meninggal?”
Ibu Rahma menatap Axel tak
kalah terkejutnya,
“Wah ternyata anda sudah
tahu ya?”
Hening...
Hening yang lama dan tak
terisi. Wajah Diandra pucat pasi.
***
“Tunggu, kau kan bisa
menelepon Reno.” Nirina akhirnya memberi usul sambil membawakan air putih
kepada Nana yang panik.
Mama Nana duduk di sebelah
Nana, memeluk anaknya dan berusaha menguatkannya. Nana pasti benar-benar shock,
mengingat pengetahuan yang diperolehnya mengenai jantung siapa yang ada di dada
Reno. Apalagi setelah Nana merasa bisa melangkah dan menyimpan Rangga dalam
kenangan lalu belajar mencintai Reno.
“Ah yaa...” Karena begitu
paniknya, Nana sama sekali tidak memikirkan tentang menelepon Reno dengan
ponselnya. Setidaknya dia bisa mencegah Reno kalau memang benar lelaki itu
ingin bertindak nekat, dan setiaknya dia bisa tahu bahwa Reno baik-baik saja.
Betapa bodohnya dia karena tidak sadar dari tadi.
Nana menelepon Reno, dan
menunggu dengan jantung berdebar sampai nada sambung terdengar, satu kali, dua
kali.... dan sampai lama tidak ada yang mengangkat di seberang sana, membuat
Nana merasa sesak di dada.
Lalu setelah tiga kali mencoba,
telepon itu diangkat, tetapi bukan suara Reno yang menjawab.....
***
“Jadi... Rangga kakak saya
adalah Rangga yang juga mendonorkan jantungnya?” Diandra gemetaran tak
terkendali, sudah mengetahui jawabannya meskipun dia sendiri tidak mampu menerima
kebenaran itu.
“Ya. Dan ternyata kalian
sudah tahu....., Rangga merahasiakan keputusannya itu. Pada suatu hari dia
datang dan meminta tandatangan saya, sebagai keluarga yang akan mengurus
seluruh izin karena dia menandatangani persetujuan untuk mendonorkan jantungnya
ketika dia meninggal nanti. Waktu itu saya sempat bertanya kenapa dia
berpikiran seperti itu. Sangat jarang ada manusia yang berpkiran untuk
mendonorkan organ tubuhnya dengan pemikiran kalau dia mati nanti itu akan
berguna untuk orang lain, apalagi seperti Rangga yang masih muda, semua tentu
mengira bahwa usianya masih panjang.” Ibu Dewi mendesah, “Mungkin itu lebih
seperti sebuah firasat....”
Darah Diandra seakan surut
dari kepalanya hilang entah kemana, seluruh tubuhnya dingin, membuat Axel cemas
dan meremas jemari Diandra lembut.
“Kau tidak apa-apa Diandra?”
Axel menatap wajah Diandra yang pucat pasi.
Ibu Dewi juga melihat
ekspresi Diandra dan cemas juga, mungkin perempuan di depannya itu terlalu
shock mendapati kenyataan yang baru ditemukannya, dia lalu berdiri dan
mengambilkan segelas air dari dispenser, Axel menerimanya dan membantu Diandra
minum.
Setelah meminum dia tegukan,
Diandra menghela napas panjang, berusaha menormalkan paru-parunya yang tadi
terasa sesak.
Jadi benarkah? Benarkah
Rangga, kakak kandungnya yang mendonorkan jantungnya untuk Reno?
“Kenapa Rangga tiba-tiba
memutuskan untuk mendonorkan jantungnya, ibu?” Axel tiba-tiba bertanya.
Ibu Dewi tersenyum lembut,
“Karena Diandra.”
“Karena saya?” suara Diandra
seperti tercekik.
“Karena Rangga selalu
mengawasimu... dia melihat bagaimana kau berjuang setia kepada kekasih yang
hidupnya hanya bersandar pada ada atau tidaknya donor jantung untuknya. Ya
Diandra, Rangga mengetahui itu. Mungkin dia kemudian terinspirasi ketika
mengetahui bahwa banyak sekali penderita penyakit jantung yang membutuhkan
tranplatasi terkatung-katung, menunggu donor. Mungkin dia jadi berpikir untuk
berpartisipasi ketika dia meninggal nanti. Aku yakin sekali Rangga tidak
berkeinginan meninggal dengan begitu cepat, dia baru saja akan menapaki
kebahagiaan rumah tangga, akan menikah dengan kekasihnya yang sangat cantik,
Nana namanya, Rangga pernah menunjukkan fotonya kepada saya, dia bahkan belum
sempat membawa Nana kemari untuk dikenalkan kepada saya, sungguh gadis yang
malang.” Mata Ibu Dewi menerawang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya,
“Mungkin suatu saat kau bisa menemuinya Dianda, bagaimanapun dia pernah menjadi
calon kakak iparmu, pernah begitu dicintai oleh mendiang kakakmu.”
Diandra tertegun. Tidak
percaya akan semua kebetulan ini. Dia tidak tahu apakah harus tertawa ataukah
menangis. Rangga adalah kakak kandungnya, lelaki itu mendonorkan jantungnya
karena terinspirasi oleh keadaannya. Pasti tidak pernah terpikirkan oleh Rangga
bahwa jantungnya akan begitu cocok dengan Reno, kekasihnya. Pasti tidak pernah
terpikirkan olehnya bahwa jantungnya akan membuat kekasih adiknya berpaling
hati, meninggalkan Diandra dan mencintai Nana.
Dunia memang begitu rumit,
penuh dengan kebetulan yang tak terbaca hati, membuat Diandra kebingungan
setengah mati.
Di dalam dada lelaki yang
sangat dicintainya... di dalam dada Reno... ada jantung Rangga kakak
kandungnya.
***
Mereka kemudian berpamitan.
Dan karena ibu Dewi tampaknya benar-benar tidak tahu kepada siapa akhirnya
jantung Rangga didonorkan, Axel dan Diandrapun tidak memberitahukan bahwa
jantung itu telah menyelamatkan nyawa Reno, kekasih Diandra.
Mereka duduk di mobil, dalam
keheningan, masih shock atas apa yang baru saja mereka lalui.
Tangan Axel ada di kemudi,
tetapi dia tidak menjalankan mobilnya. Lelaki itu menoleh ke Diandra yang
merenung dengan ekspresi kosong, kemudian jemarinya terulur, menyentuh rambut
Diandra dengan lembut,
“Kau tidak apa-apa?”
Diandra mengangkat
kepalanya, menatap Axel yang begitu tampan. Selama ini Diandra tahu bahwa Axel
tampan, di masa SMU dulu, Diandra bahkan pernah membantu Axel membalas
surat-surat cinta dari teman sekolahnya ketika dia berlibur ke Bandung. Axel
selalu mempunyai banyak wanita yang mengejar-ngejarnya sejak dulu. Dan Diandra
yakin penggemar Axel pasti banyak sampai sekarang, mengingat semakin
bertambahnya usia, ketampanan Axel semakin matang, membuatnya menjadi magnet
bagi perempuan manapun. Diandra sendiri tidak pernah terkena pengaruh magnet
itu karena dia selalu menganggap Axel saudaranya.
Tetapi sekarang.... setelah
dia tahu bahwa dia dan Axel tidak bersaudara, akankah dia..
Diandra menghela napas
panjang, mengusir pikiran-pikiran yang memberatkan hatinya itu. Nanti. Semua
akan dipikirkannya nanti, semuanya terasa terlalu berat kalau dipikirkan
sekaligus, membuat dadanya terasa sesak.
“Aku tidak apa-apa.”
Akhirnya Diandra bergumam serak, menatap Axel dengan lembut, “Antarkan aku ke
makam Rangga ya.”
Ibu Dewi telah
memberitahukan lokasi makam Rangga kepada Diandra. Dan Diandra ingin ke sana,
setidak nya untuk meyakinkan hatinya, bahwa dia sebenarnya memiliki seorang
kakak, yang selalu mencintai dan mengawasinya diam-diam.
Air mata Diandra menetes
satu persatu membasahi pipinya. Seandainya Rangga memutuskan untuk menemuinya, akankah
keadaannya menjadi berbeda? Seandainya Diandra punya kesempatan untuk menemui
Rangga ketika kakaknya masih hidup, akankah kebahagiaan akan melingkupi mereka
semua?
Kenapa dia ditakdirkan
mengetahui punya seorang saudara kandung, ketika saudaranya itu telah
meninggalkan dunia ini? Tanpa memberi kesempatan baginya untuk bertemu, untuk
berkenalan atau bahkan untuk menyayangi?
Diandra menangis
terisak-isak dan Axel menatapnya dengan sedih, lelaki itu lalu merangkul
Diandra supaya dekat ke dadanya dan menangis di sana.
Ah, merasakan rapuhnya
Diandra di pelukannya membuat jantung Axel terasa diremas. Betapa Axel ingin
menanggung semuanya untuk Diandra.... betapa inginnya Axel agar Diandra tidak
menangis lagi...
***
Mereka sampai di pemakaman
sepi itu, pemakaman sepi yang indah dan tertata rapi. Axel turun lebih dulu
dari mobil, kemudian menggandeng lengan Diandra untuk turun bersamanya, mereka
berjalan dalam keheningan, mengikuti arah yang diberitahukan oleh Ibu Dewi, dan
menemukan makam Rangga.
Lalu makam itu ada di sana.
Dengan nisan bertuliskan nama Rangga, dan sebuah kutipan puisi perpisahan yang
memilukan di sana.
‘Kau dan aku- Kita. Lebih murni dari petikan
sastra romantis, meski kisah kita tak
seindah cinta dalam sejarah, Tapi janji yang diiringi debaran jantung itu
hanyalah milik kita. Dan meskipun debaran itu sudah tak ada, cinta ini akan
selalu terjaga – Mencintaimu selalu,
Nana’
Ini petikan perasaan Nana
untuk Rangga. Tiba-tiba batin Diandra terenyuh, terasa begitu pedih. Rangga,
kakak yang tidak pernah diketahuinya hingga saat ini memiliki kekasih yang
sangat mencintainya.
Dan juga sangat
dicintainya..... Diandra merenung, sangat dicintainya sampai membuat jantung
Rangga tetap berdetak untuk Nana, bahkan
ketika jiwa Rangga mungkin sudah tidak ada di dunia ini.
“Kakak....” Diandra bergumam
pelan, tiba-tiba merasakan kesedihan yang mendalam karena tidak pernah bisa
memanggil nama Rangga ketika kakaknya itu masih hidup.
Axel melirik ke arah Diandra
yang semakin lama semakin tampak rapuh, dia merangkul Diandra ke dalam
pelukannya, memberinya kekuatan dan merasa sangat bahagia ketika Diandra tidak
menolak pelukannya.
***
“Reno?” Nana masih memanggil
nama Reno meskipun dia tahu bahwa yang menjawab teleponnya bukan Reno.
“Halo? Siapa ini?” jawab
seorang lelaki dengan sura berat.
“Ini sendiri siapa? Saya
bisa bicara dengan Reno? Ini nomor HP Reno bukan?”
“Reno yang mengalami
kecelakaan? Saya petugas rumah sakit, ponselnya masih saya pegang, saya sedang
berusaha menghubungi orangtuanya...”
Telepon itupun jatuh dari
tangan Nana.
***
Ponsel Diandra bergetar di
sakunya, membuat Diandra tersadar dari isak tangisnya dan mengerutkan kening.
Diambilnya ponsel itu dari sakunya dan mengerutkan keningnya ketika melihat
nama mama Reno di layarnya.
“Halo mama?” Diandra
bergumam lemah, kenapa mama Reno meneleponnya? Dulu Diandra dan mama Reno
sangat akrab, apalagi mengingat mama Reno tidak punya anak perempuan, Diandra
selalu menjadi anak perempuan kesayangan mama Reno, mereka sering menghabiskan
waktu bersama, bercakap-cakap, berbelanja bersama, bahkan ke salon bersama.
Hubungan mereka memang agak renggang setelah Reno meninggalkan Diandra begitu
saja. Yang pasti Diandra merasakan kecanggungan dari mama Reno setelahnya,
tentu saja... mengingat betapa kejamnya perlakukan Reno kepada Diandra, pasti
mama Reno merasa bersalah kepada Diandra.
Sejak kejadian itu Diandra
jarang berhubungan dengan mama Reno lagi, bahkan hanya sekedar untuk mengirim
kabar pun tidak pernah terpikirkan olehnya, dan sekarang mama Reno menghubunginya,
pasti ada hal penting tentang Reno.
Tetapi kemudian yang
terdengar di sana bukanlah seperti yang diharapkannya. Itu suara isakan, mama
Reno menangis!
“Mama sedang dalam
perjalanan ke Bandung, Diandra bersama papa.” Diandra memang memanggil mama dan
papa Reno dengan sebutan ‘mama’ dan ‘papa’. “Reno....” suara mama Reno tertelan
isak tangis, tersedu-sedu. “Reno kecelakaan Diandra, kami tadi menghubungi
orang tuamu dan mereka ada di Bandung, semoga kau mau ke sana lebih dahulu
Diandra...” mama Reno menyebut nama rumah sakit swasta terkenal yang terletak
di pusat kota Bandung.
Jantung Diandra berdebar
kencang, dia menatap Axel dengan panik, membuat Axel yang tidak bisa mendengar
percakapan itu mengerutkan keningnya dengan bingung,
“Ada apa?” Axel bertanya
penasaran.
Diandra membalikkan
tubuhnya, meninggalkan Axel begitu saja, membuat Axel mengejarnya dengan
penasaran, lelaki itu akhirnya mengejar Diandra, mencekal lengan perempuan itu
dan semakin mengerutkan keningnya ketika melihat air mata Diandra yang
berderai,
“Diandra? Ada apa?”
Diandra memalingkan mukanya,
“Antarkan aku ke rumah sakit
segera, Reno kecelakaan!”
***
Nana merasakan air matanya
berderai, ketakutan. Kalau sampai terjadi apa-apa kepada Reno, maka kesalahan
terbesar ada di pundaknya. Dia menolak Reno dengan kasar, tidak mau menerima
apapun penjelasan lelaki itu, hanya mementingkan perasaannya sendiri,
kebingungannya terhadap keberadaan jantung Rangga di dalam dada Reno.
Memangnya kenapa kalau ada
jantung Rangga di sana? Harusnya Nana menyadari bahwa dia sudah bertekat
meletakkan Rangga ke dalam kenangannya, sebuah kenangan indah yang akan selalu
terpatri ke dalam benaknya. Bukankah
Nana sudah bertekad untuk mencintai Reno dan membuka hatinya kepada lelaki itu?
Bukankah dia dan Reno sekarang
masih hidup dan mereka berhak untuk saling mencintai?
Seharusnya Nana memberi
kesempatan untuk Reno, bukannya mengusirnya seperti itu, dengan kasar dan tidak
memberinya harapan lagi.
Nana memegang pinggang
Nirina erat-erat ketika Nirina meliukkan motornya mencoba menyelip di antara
kemacetan kendaraan di lampu merah. Sahabatnya itu mengebut, mengantarnya ke
rumah sakit dengan segera untuk melihat keadaan Reno.
Apakah Reno sengaja?
Mengingat kata-kata terakhir Reno sebelum meninggalkan apartemennya... apakah
lelaki itu sengaja dalam kecelakaan ini?
Tidak! Nana langsung membantah pikirannya itu. Reno tidak
akan melakukannya. Nana percaya Reno tidak akan membuang kesempatan kedua untuk
menjalani kehidupannya.
Dan sekarang Nanalah yang
memohonkan kesempatan kedua untuk dirinya dan Reno. Nana bersumpah dia akan
berusaha mengubah segalanya jika Tuhan memberinya kesempatan kedua.
Oh Tuhan... selamatkanlah
Reno.
***
Untunglah mereka menggunakan
motor, karena mereka bisa menembus kemacetan dengan cepat. Setelah menemui
resepsionis mereka diinfokan bahwa Reno masih ada di UGD. Nana setengah berlari
ke sana diikuti Nirina.
Dia berjalan ke seluruh UGD,
menoleh ke kiri dan kanan kemudian dia tertegun.
Dian... Diandra ada di sana.
Sedang berbicara dengan dokter.
BERSAMBUNG KE PART 15
terimakasih mbak santhy :)
BalasHapusdilanjut lg ya, d tunggu lho :D
mba ini belum end??oh noooo nunggu lg sayah :D
BalasHapusmba CIR nya hari ini absen yah?!hehehe *trus ngarep*
mba ini bakal mpe brp part?yg ayang joshua brp part mba? *banyak tanya biar pinter* hehehe
ya tuhan ya tuhan moga2 dislametin renonya, dugaanku bener ternyata diandra adiknya rangga. Hmm diandra bakal ngalah ngk ya buat nana demi kakaknya?
BalasHapusNgk sabar nunggu part 15 :) makasih kak shanty
Mb Santhy hatiku seakan diremas2 baca Menghitung Hujan ini hiks hiks :'( *kenyataan yang pahit*
BalasHapusAkankah ada kebahagiaan ??
BalasHapusbegitu sayangnya rangga ke adiknya smpai rela mengorbankan jantungnya buat reno , sedih momen diandra di pemakamn :( kalau tahu kenyataan seperti ini diandra akan bisa mengerti pda akhirnya
Smoga Reno gpp.. Hiks..
BalasHapusMengenaskan bgt sih kisahny..
Mbak..:'(
Kau mmbwtku nangis mlm2..:'(
hiks.. hiks.. sedih.. :'(
BalasHapusmakasih mbak santhy.. selalu dinantikan kelanjutannya.. *peluk
em, mbak.. front nya bisa dibesarin dikit gak mbak.. mataku perih.. ~_~
Ini kok sedih sih hiks mbak San, Rangga luar biasa banget pengorbanannya a man full of love ini :'( Reno pliiiis jangan meninggal~
BalasHapusCeritanya mengharukan mba santhy, penuh airmata, smoga smua indah pada waktunya, thanks mb santhy;-)
BalasHapussedih bgt pas diandra ke makam kakak nya >_< ternyata dugaan pertama bener kalo rangga itu kakak nya Diandra... jempol dehhh buat mbak san :*
BalasHapusOoh mbak san.. I like it..
BalasHapusBacanya bikin cenat cenut..
Smoga bisa nulis kayak mbak san..
:D
I LOVE YOU mbaak san :*
Ditunggu part berikutnya...
kak santi.....aq susah bgt pengen komen,gak ngerti.hick hick.......*gaptek poollllll
BalasHapusSedih bgt mba Shanty.. (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩__-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩) (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩__-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩) Jantung Rangga bsa mngobati Rindu Adik dan Kekasih Πγª ..
BalasHapushuuuaaaaa......... ini sediiihhh bangeeettt...........
BalasHapustisu mana tisuuuu..........
mbak Shanty ni bs banget ngublek-ublek perasaan.....
pengen peluk Nana.... pengen peluk Diandra..... pengen peluk Reno..... hehehehe.
makasih ya Mbak Cantik.....
Mbaaaaak... Kenapa sih hrus gini ceritanyaaaa... Pgi2 sdh d bikin nangis oleh mbak santhy.. :'(
BalasHapusHuwhhh.....merinding bacanya,kasian bgd diandra,hrs tau ttg kknya tp kknya dah meninggal n hrs tau Jυ̲̣̥G̶̲̥̅̊ά̲̣̣̣̥ klo skrg mantan tunangannya Ɣªήğ pke jantung kknya......
BalasHapusKnp c jd diandra Ɣªήğ sengsara gini...
*peluk diandra*
Mba santhy,de bes dah....
Lope n miss u mba.... :*
Axel sangat diuntungkan,dengan semua kejadian yang terjadi.
BalasHapusKedepannya Diandra dan Nana bisa berteman, Diandra merestui hubungan Nana dan Reno.
Tapi saya tidak suka bila Axel menjadi kekasih Diandra.
Postingan pertama saya.
Cerita sebelum-nya Mantap. bahkan berhubungan satu dan yang lainnya.
Thanks Mba..
Satuhal lagi yang mengganjal,
BalasHapusKenapa orang tua asuh diandra tidak mengadopsi dua anak sekaligus.
Diandra dan Rangga, sepertinya sngat kejam jika memisahkan seorang adik dari kakak-nya.
di tunggu lanjutnya mba ...
BalasHapussaya ijin copy ke ms word di komputer saya
Aku sampe nangis mbak tiap baca bagian Diandra
BalasHapusdan ternyata, Rangga beneran kakak Diandra... :)
Maksud hati ingin membuat adiknya bahagia eh~ yg terjadi malah sebaliknya :'( hiks
Jd nge-fans Diandra dan Rangga nih mbak...
Rangga yg begitu mencintai kekasihnya dan menyayangi Adiknya meski dipisahkan oleh takdir, juga Diandra yg begitu tulus mencintai kekasihnya meski sering tersakiti -dari saat Reno sakit bahkan sampe sehat. Jd sebel sama Reno ᓮ
kagum jg dg sifat kedua kakak beradik itu mbak
Andai mereka lebih dulu dipertemukan.....
mba san lanjut dong menghitung hujannya..
BalasHapusmbak san,,lanjutannn nya dounk,,,,sama crush in rush nyaaaaa hihihi
BalasHapusditunggu banget lanjutannya, mba san ;) penasaran niy..
BalasHapussedih banget.. terusin doong pleeaass *kedip2in mata*
BalasHapusSedih banget....
BalasHapusLanjut donk mba sayang...