Yang tertinggal hanyalah kau dan aku
Dalam senyum dan tatapan mata rindu
Bersenandung teriring debaran merdu
Melangkah maju dalam langkah-langkah terpadu.
Kau dan aku adalah sepotong cinta yang tiba tanpa rencana
Membawa harapan baru yang penuh dengan doa
Semua mata langsung
memandang ke arah Nana, membuat Nana merasa canggung luar biasa. Diandra
sendiri tampak tenang, perempuan itu tersenyum dan menghampiri Nana,
“Ayo Nana, aku kenalkan
kepada mama dan papa Reno.” Gumamnya cepat, meraih tangan Nana hingga Nana
terlepas dari Nirina yang masih terduduk shock. Nana tersendat-sendat mengikuti
langkah Diandra yang menarik lengannya,
“Mama, papa, ini Nana. Mama
dan papa pasti sudah mendengar namanya dari Reno.” Diandra tersenyum ceria,
kemudian menepuk bahu Nana, “Ayo, masuklah ke sana, dokter pasti akan
mengizinkan kita menambah satu orang untuk membesuk Reno, apalagi kalau
mengetahui itu akan memberikan efek yang bagus bagi kesembuhan Reno.”
Semua orang masih terpaku
bisu dalam suasana yang canggung, kecuali Diandra yang memasang wajah ceria,
seperti tidak ada hal yang aneh di balik suasana ini.
Papa Reno yang kemudian
tersadar dan berusaha memecah suasana canggung itu,
“Saya papanya Reno.”
Gumamnya mengulurkan tangan yang segera di sambut Nana dengan gugup. “Saya tahu
Nana pasti sangat ingin menengok Reno, iya kan ma?”
Mama Reno yang masih
menelusuri seluruh penampilan Nana dengan tatapan mata menyelidik tampak kaget
karena namanya disebut.
Dia kemudian menganggukkan
kepalanya meskipun tampak tidak rela.
“Silahkan, Reno pasti sangat
ingin bertemu denganmu, Nana.”
Dengan Izin dari mama
Renopun, Nana masih ragu-ragu, dia benar-benar kebingungan akan keadaan yang
tidak diduga-duganya ini. Tetapi kemudian Diandra mendorongnya dan terkekeh
ceria,
“Ayo, masuklah ke dalam
sana.” Gumamnya setengah mendorong Nana, membuat Nana mau tak mau melangkah
masuk ke dalam ruangan tempat Reno terbaring.
***
Begitu Nana masuk dan
menghilang di balik pintu, mama Reno langsung menyambar Diandra dengan
pertanyaan,
“Kenapa kau lakukan itu
Diandra?” tanyanya tajam.
Diandra menatap lembut ke
arah mama Reno,
“Itu yang seharusnya
dilakukan, mama. Kita tidak boleh memisahkan dua pasangan yang saling
mencintai.”
“Tetapi Diandra... bagaimana
denganmu? Kau...”
“Diandra tidak apa-apa,
mama. Diandra sudah sampai di suatu titik untuk menyadari bahwa Reno mungkin
memang bukan jodoh Diandra, banyak sekali kejadian sebelum ini yang menunjukkan
kepada Diandra akan kenyataan itu.” sekilas Diandra melirik ke arah Axel yang
segera tahu apa maksudnya. Semua kejadian sebelumnya.... kenyataan bahwa
Diandra adalah anak angkat, kenyataan bahwa Diandra mempunyai kakak lelaki yang
ternyata adalah Rangga....
Diandra meremas jemari mama
Reno,
“Diandra sudah merelakan
Reno, mama. Tetapi mama tidak usah kuatir, hal ini tidak akan merenggangkan
sayang Diandra kepada mama, Diandra akan selalu menjadi puteri mama.”
Air mata bergulir dari mata
mama Diandra, perempuan setengah baya yang masih cantik itu menangis, lalu
memeluk Diandra erat-erat.
***
Axel menggenggam jemari
tangan Diandra erat-erat dalam perjalanan mereka pulang dari rumah sakit,
mereka sudah berada di tempat parkir. Dengan sopan Axel membukakan pintu mobil
dan mempersilahkan Diandra masuk, dia kemudian duduk di balik kemudi.
Diandra masih memasang
ekspresi datar, tetapi kemudian dia menyadari bahwa Axel tidak segera
menjalankan mobilnya, lelaki itu malahan menatap Diandra dengan intens, membuat
Diandra mengerutkan keningnya,
“Kenapa kita tidak segera
jalan Axel?” Diandra akhirnya bertanya dengan bingung.
Axel menghela napas panjang,
“Kita sudah di sini berdua,
Diandra dan kau tidak perlu berakting lagi. Kau bisa menangis di depanku.”
Bisiknya lembut.
Kata-kata Axel itu
meluluhkan hati Diandra yang sejak tadi telah dipasangi benteng melingkar yang
rapat, benteng itu runtuh seketika, bersamaan dengan air mata yang meleleh di
pipinya.
“Aku.... sesungguhnya aku
masih tak rela aku selalu merasa bahwa cintaku kepada Reni yang paling kuat.....” suara Diandra tercekat oleh tangis, “Tetapi memang semua
sudah seharusnya begitu... aku juga tidak mungkin bisa bersama Reno, apalagi
setelah mengetahui bahwa jantung Rangga... jantung kakakku... yang ada di
dadanya... sepertinya semua sudah diatur agar aku tidak berjodoh dengan Reno.” Diandra bergumam di antara tangisnya, di antara kepedihan yang
meluap di dadanya.'
Benak Axel terasa diremas,
dia langsung meraih Diandra ke dalam pelukannya, mengusap rambutnya dengan
sayang dan mengecup puncak kepalanya dengan lembut,
“Aku di sini untukmu
Diandra, kau boleh menangis semaumu di dadaku. Gunakan aku Diandra, aku
milikmu, aku sangat mencintaimu sayang.” Axel berbisik lembut di antara kata-kata
penghiburannya, memeluk Diandra semakin erat, berusaha meredakan kepedihan
perempuan itu, berusaha menyerap seluruh kepedihan dari diri Diandra.
Dia akan mendampingi Diandra
dengan sepenuh hatinya, akan menunggu Diandra dengan setia sampai Diandra menyembuhkan
diri dan mau membuka hati untuknya.
Saat itu mungkin akan tiba
untuk Axel. Bahkan kalaupun nanti hati Diandra tidak tertambat kepadanya,
sepenuh hatinya Axel rela. Tidak apa-apa. Yang penting dia bisa melihat Diandra
yang berbahagia, yang tersenyum cerah dan menghangatkan hatinya, yang tidak
digayuti kepedihan lagi.
Saat itu akan tiba pada
akhirnya, karena waktu akan menyembuhkan segala luka.
***
Ketika menyadari siapa yang
masuk, Reno hampir saja menegakkan tubuhnya, melupakan rasa nyeri yang menggayutinya.
“Nana?” suaranya serak,
penuh kesedihan, melihat perempuan yang sangat dicintainya itu berjalan
mendekat.
Nana mendekat dan menatap
Reno dengan sedih,
“Maafkan aku Reno, maafkan
aku atas kata-kata terakhirku sebelum kau pergi. Maafkan aku.” Setetes air mata
bergulir di pipinya, membuat suaranya bergetar, “Aku bersikap egois dan tidak
mempedulikan perasaanmu... aku berikap jahat... hingga... hingga kau jadi
seperti ini.”
Reno tersenyum lembut dan
mengulurkan tangannya kepada Nana, dengan lembut menyentuh jemari Nana,
“Semua bukan salahmu, dan
semua bukan kesengajaan. Percayalah Nana, tidak pernah ada niat di benakku
untuk mengakhiri hidupku dan bersikap tidak bersyukur kepada Tuhan yang telah
memberiku kesempatan kedua. Aku ingin kau tahu bahwa itu adalah murni
kecelakaan.”
Nana langsung merasakan
kelegaan memenuhi sekujur tubuhnya. Syukurlah dugaan pahitnya tidak benar. Reno
tidak sedang mencoba bunuh diri, ini adalah murni kecelakaan.
“Setidaknya meskipun kakiku
sakit, aku masih bisa bersyukur karena semua kejadian ini membuat kau datang
kepadaku.” Reno tersenyum lembut, menatap Nana penuh cinta, membuat air mata
Nana semakin mengalir deras,
“Nana...” Reno melanjutkan
perkataannya, “Semua pertanyaanmu di apartemen Rangga waktu itu mungkin ada benarnya.
Kalau aku jadi kau aku pasti akan bertanya-tanya juga. Pasti kau meragukan
apakah aku mencintaimu karena ada jantung Rangga di sini, ataukah karena aku
memang benar-benar mencintaimu? Pasti kau berpikir apakah jantung Rangga yang
mencintaimu, ataukah Reno? Aku sendiri tidak bisa menjawabnya Nana...” Tatapan
Reno meredup, penuh cinta. “Tetapi satu hal yang aku tahu pasti, ketika
bersamamu aku merasa nyaman, kau membuatku merasa telah berlabuh, setelah
berkelana sekian lama... kau membuatku merasa lengkap. Hanya itu saja. Aku
tidak mau bertanya-tanya bagimana seandainya aku tidak mendapatkan jantung
Rangga, bagaimana seandainya jantung orang lain yang ada di dalam dadaku,
apakah semuanya akan berbeda? Semua itu hanya Tuhan yang tahu jawabannya.
Dipikirkan seperti apapun, toh yang terjadi sekarang adalah Reno memiliki
jantung Ranga di dadanya dan itu adalah takdir yang tidak bisa diubah, salah
satu rencana Tuhan.” Reno meraih tangan Nana dan menggenggamnya, “Yang aku
tahu. Bahwa aku mencintaimu dan bahagia bersamamu, dan ingin bersamamu.”
Air mata Nana mengalir deras
mendengar pengakuan cinta Reno itu, dadanya terasa sesak dipenuhi oleh rasa
haru, syukur yang bercampur kepedihan. Tetapi ada satu rasa yang sangat
menonjol di sana, rasa yang akhirnya mampu diakui oleh Nana, di antara
isakannya, Nana bergumam lembut,
“Aku mencintaimu Reno.”
Reno... dan bukan Rangga.
***
Sementara itu kedua orang
tua Reno tampak mengawasi Nana dan Reno dari balik kaca besar itu. Papa Reno
memeluk mama Reno yang masih menatap semuanya dalam keheningan,
“Kurasa kita harus
membiarkan anak kita berbahagia dan menentukan pilihannya.”
Mama Reno masih terdiam, mengamati wajah anak
tunggalnya yang menatap wajah Nana dengan penuh cinta. Dia menghela napas
panjang dan kemudian menghela napas panjang. Tidak tahu harus berkata apa.
***
Ketika Axel dan Diandra
sampai di rumah, Axel masih memeluk pundak Diandra yang rapuh dengan hati-hati,
“Bagaimana dengan
pengetahuanmu itu Diandra? Apakah kau akan membicarakan dengan orangtuamu?”
Diandra termenung kemudian
menganggukkan kepalanya, “Kurasa aku akan memberitahukan kepada papa dan mama
bahwa aku sudah tahu kenyataan diriku bukan anak kandung mereka. Aku tidak bisa
menyimpannya terus..” desahnya pelan,.
Dalam hati Axel merasa lega.
Kalau Diandra membuka kenyataan tentang dirinya kepada keluarga mereka. Akan
terbuka kesempatan bagi Axel untuk mendekati Diandra secara terang-terangan.
Semua akan lebih nyaman kalau seluruh keluarga tahu bahwa Axel dan Diandra sama
sekali tidak berhubungan darah.
Kemudian Diandra mengangkat
kepalanya dan menatap Axel dengan serius.
“Tetapi mengenai masalah
Rangga adalah kakakku, aku ingin kita menyimpannya untuk diri kita sendiri
Axel, cukup kita yang tahu, bahwa jantung yang ada di dada Reno adalah jantung kakak
kandungku, bahwa Rangga dan aku mempunyai hubungan darah, aku ingin menyimpan
semua itu sendiri dulu, sampai aku bisa menelaah semuanya.”
Axel menganggukkan
kepalanya,
“Kau tahu aku sellau bisa
menyimpan rahasia.” Gumamnya pelan. “Aku akan tetap diam sampai saatnya nanti
kau siap untuk membuka semuanya.”
Diandra menghela napas
panjang. Entah kapan dia siap. Kenyataan bahwa Rangga adalah kakak kandungnya
masih membuatnya shock.
“Rasanya menyedihkan,
mempunyai kakak kandung yang hubungan darahnya begitu dekat dengan kita, tetapi
tidak menyadarinya.” Mata Diandra tampak sedih, “Bahkan aku tidak akan pernah
dan tidak akan pernah bisa melihat kakak lelakiku dan bertemu dengannya.”
Axel tersenyum tipis, “Aku
selalu bisa menjadi kakak lelakimu kalau kau mau.”
Diandra mencibir, “Seorang
kakak lelaki tidak mungkin mencium adiknya sendiri.” Meskipun pipinya merona
ketika mengungkit ciuman itu, tetapi Diandra merasa puas bisa menggoda Axel.
Yah. Kehadiran lelaki itu yang menopangnya sedikit banyak telah membantu Diandra
supaya tegar dan kuat. Bahkan dia bisa dengan gagah berani melepaskan Reno.
Dan ternyata setelah dia
ikhlas melepaskan, semuanya jadi terasa lebih ringan. Batinnya terasa tenang
dan ringan, tidak digayuti dengan berbagai kesedihan, kemarahan dan perasaan
dikhianati... mungkin sudah sejak lama dia harus melakukan ini.
Apa yang sudah terjadi tidak
bisa dibalik lagi. Sebagai manusia, dia hanya bisa terus melangkah dan
menjalaninya.
Sementara itu pipi Axel
tampak sedikit merona ketika mendengar godaan Diandra kepadanya. Axel tentu
saja tidak sengaja bersikap impulsif, mencium Diandra seperti itu.. tetapi
memang perasaan cintanya yang bertumbuh makin besar kepada perempuan di
depannya ini sulit untuk dibendungnya.
“Aku tidak akan melakukannya
lagi kalau kau tidak mau. Aku berjanji.” Gumam Axel sungguh-sungguh. Dia tidak
mau ciuman itu menjadi batu sandungan kedekatannya dengan Diandra.
Kalau saat ini Diandra
menginginkan keberadaannya sebagai kakak laki-lakinya, sepupunya atau apalah.
Axel akan melakukannya, dia akan berusaha sedapat mungkin agar Diandra nyaman
bersamanya.
Diandra sendiri hanya
tersenyum simpul penuh rahasia.
“Siapa bilang aku tidak
mau?” dan kemudian setengah menahan senyumnya, perempuan itu membalikkan badannya, dan
masuk ke kamar, meninggalkan Axel yang masih terpaku mendengar kata-kata
Diandra yang sama sekali tidak diduganya itu.
Apakah Diandra sedang
bercanda, ataukah perempuan itu serius dengan kata-katanya?
Axel terpaku, tidak
menemukan jawabannya. Matanya masih menatap pintu kamar Diandra yang tertutup
rapat dengan sia-sia.
***
“Aku akan menunggu di rumah
sakit.” Nana bergumam lembut kepada Nirina setelah di keluar dari ruangan Reno,
sementara itu Nirina menatap Nana penuh perhatian,
“Kau tidak apa-apa? Semua
baik-baik saja?”
Air mata Nana bergulir,
tetapi itu bukan air mata kesedihan,
“Semua baik-baik saja.”
Jawaban Nana sederhana,
tetapi Nirina mengerti, itu sudah cukup untuk mencakup semuanya. Nirina memeluk
sahabatnya dengan lembut,
“Syukurlah kalau begitu, aku
akan pulang ke rumahmu dan kembali kemari untuk membawakan baju ganti.”
“Kau tidak perlu
repot-repot, Nirina.” Nana tersenyum sungguh-sungguh tidak mau merepotkan
sahabatnya itu.
Tetapi Nirina menggelengkan
kepalanya dan membantah perkataan Nana,
“Aku sahabatmu, jadi jangan
pernah memikirkan akan merepotkanku. Kurasa akan datang saatnya nanti ketika
akulah yang akan merepotkanmu.” Nirina tersenyum jahil. “Kalau begitu aku pergi
dulu ya, nanti aku kembali lagi.”
Nana menganggukkan kepalanya
dan masih menyimpan senyumnya sampai Nirina menghilang dari pandangan.
Kemudian dia menyadari ada
orang yang berdiri di dekatnya. Dia menolehkan kepalanya dan mendapati mama
Reno berdiri di belakangnya. Perempuan itu tampak canggung menatap Nana,
“Papa Reno sedang check in di hotel terdekat dari rumah
sakit ini. Dan Reno sedang tidak boleh dibesuk, jadi saya pikir, kalau Nana ada
waktu, kita bisa duduk di cafetaria dan
berbicara.”
Jantung Nana berdebar,
tiba-tiba saja merasa gugup.
***
“Saya pernah meneleponmu
waktu itu, Nana. Dan maafkan saya karena pada akhirnya tidak datang menemuimu
untuk menepati janji. Kau tahu, keadaan begitu rumit waktu itu dan Reno
melarang saya.” Gumam mama Reno datar sambil menyesap tehnya.
Nana menganggukkan
kepalanya, menangkupkan jemarinya di mug cokelat panas di depannya. Mereka
duduk di sudut cafetaria besar yang ada di lantai dasar sayap rumah sakit itu.
Cafetaria itu dulunya
mungkin adalah aula besar, dengan langit-langit yang tinggi dan kios-kios
penjual makanan yang elegan di sepanjang sisi kanannya. Sementara itu di sisi
kirinya berupa jendela kaca berukuran besar-besar yang menampilkan pemandangan
taman yang hijau.
“Saya mengerti.” Gumam Nana
lemah.
Mama Reno mengamati Nana,
meneliti. Nana memang cantik, meskipun tidak secantik Diandra, ada kelembutan
dalam pembawaannya. Meskipun begitu, mama Reno masih tidak yakin mengenai Nana,
benarkah perempuan di depannya ini yang terbaik untuk anaknya?
“Masalah ini begitu rumit,
dan kau mungkin sependapat denganku bahwa hal ini bahkan sulit dipahami oleh
akal sehat.” Mama Reno menghela napas, “Bolehkah aku asumsikan bahwa kau sudah
mengetahu segalanya tentang Reno? Tentang jantung itu?”
Nana menganggukkan kepalanya
lemah,
“Ya, saya sudah tahu
semuanya, dan saya sungguh-sungguh terkejut.”
“Tentu saja.” Mama Reno
mendesah, “Memang tidak adil menyalahkanmu atas rusaknya hubungan Diandra
dengan Reno.... karena Reno bahkan meninggalkan Diandra sebelum bertemu
denganmu, kau memang tidak pernah menjadi orang ketiga di antara mereka. Pun
ketika akhirnya kau mulai membuka hatimu untuk Reno, anak itu masih
merahasiakan semuanya kepadamu. Karena itulah saya... tidak mungkin
menyalahkanmu atas semuanya.” Tatapan mama Reno tampak dalam, menembus jauh ke
dalam hati Nana,
“Maukah kau ceritakan
kepadaku kisah tentang Rangga? Mungkin dengan begitu saya bisa lebih memahami
kejadian ini, dan mencoba mengerti.”
Nana menganggukkan
kepalanya. Dan kemudian mulai bercerita, semuanya, tentang kisahnya dengan
Rangga, tentang kematian Rangga menjelang hari pernikahan mereka, tentang Reno
yang datang kemudian, dan tentang kesadaran Nana bahwa dia mencintai Reno,
tidak peduli jantung siapa yang ada di dadanya.
Mata mama Reno tampak
berkaca-kaca setelah Nana bercerita, perempuan setengah baya itu menghela napas
panjang berkali-kali dan kemudian menyusut air matanya dengan sapu tangan yang
dibawanya.
“Saya rasa.... kalau kau
memang benar-benar mencintai Reno, bukan hanya karena jantung di dadanya, saya
bisa menerima bahwa kau mungkin perempuan yang bisa membuat Reno bahagia,
apalagi mengingat betapa besarnya cinta Reno kepadamu.”
Nana menghela napas panjang,
menatap mama Reno dalam senyuman tipis.
“Terimakasih.... saya.. saya
akan mencoba sebaik mungkin membahagiakan Reno.”
Mama Reno menganggukkan
kepalanya,
“Ya. Saya percaya kau akan
bisa melakukannya, Nana.” Perempuan itu setengah beranjak dari duduknya,
“Diandra memang akan selalu menjadi puteri kesayanganku, dan tak akan
tergantikan. Tetapi mungkin aku bisa menambah satu puteri lagi.” Perempuan
setengah baya itu berdiri, dan ketika Nana mengikutinya berdiri, tanpa diduga,
Mama Reno memeluk Nana dengan lembut.
***
Meskipun kakinya masih di
gips, Reno sudah bisa bergerak sekarang dan tidak tergantung pada infus. Pagi
itu suster membantunya pindah ke kursi roda. Dan sekarang dia sedang berada di
taman, menatap ke arah pemandangan rumput yang menghijau dan ditata dengan
indah, dengan Nana berdiri di belakangnya,
“Aku senang semua akhirnya
berlangsung dengan baik antara kau dan keluargaku.” Gumam Reno kemudian,
memecah keheningan yang syahdu.
Nana terdiam, menatap
keindahan di depannya, lalu menatap puncak kepala Reno dan tersenyum sendu.
Mereka sudah bisa bersama
dan direstui sekarang. Keluarga Reno sudah menemui keluarga Nana, ada saling
pengertian yang terjalin di antara mereka, pengertian bahwa kedua anak mereka
memang benar-benar saling mencintai dan ditakdirkan bersama.
“Aku bersyukur semua baik
adanya Reno.” Air mata Nana menetes, “Berjanjilah setelah ini kau akan
berhati-hati kalau menyetir, bahwa kau akan menjaga dirimu untukku.”
Reno meraih jemari Nana yang
berdiri di belakangnya dan mengecupnya,
“Aku berjanji sayang, dulu
bahkan aku merasa tidak punya harapan hidup lagi, tetapi jantung Rangga di sini
telah memberiku kesempatan kedua. Kesempatan untuk mencintaimu dengan sepenuh
hatiku, dan aku tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan itu. Betapa aku
mencintaimu Nana, di hatiku, di kepalaku. Aku mohon segera setelah aku sembuh,
menikahlah denganku.”
Nana tertegun. Lamaran untuk
menikah, diucapkan di taman rumah sakit yang indah. Sungguh romantis dan
menggugah hati, meskipun tanpa cincin.
Reno mendongak, berusaha
mencari wajah Nana yang terdiam dan kemudian, lelaki itu menatap Nana dengan
ragu,
“Apakah kau mau menikah
denganku, Nana?”
Air mata bergulir di pipi
Nana, air mata kebahagiaan.
“Ya Reno. Aku mau. Aku mau
menikah denganmu.”
Reno menatap Nana dengan
tatapan mata berkaca-kaca, “Terimakasih Nana, aku.... bahagia.”
Dan kemudian dua anak
manusia itu berpegangan tangan dengan eratnya, seperti halnya dua hati mereka
yang terjalin penuh cinta dan kepercayaan.
Nana pernah patah hati,
pernah hancur karena cinta, dan Renolah yang telah membawanya kembali,
membuatnya berani untuk mencintai. Mungkin jantung Rangga di dalam sana
memberikan pengaruh, mungkin juga tidak, Nana sudah tidak memikirkannya lagi.
Yang terpenting sekarang,
dia menyayangi Reno, dia membuka hatinya untuk Reno sekaligus membuka masa
depan mereka untuk bersama. Mereka memang telah melalui segalanya, menyakiti
satu sama lain dan kemudian dipersatukan lagi. Tetapi satu hal yang pasti Nana
yakini. Reno mencintainya dengan tulus, setulus cinta Nana kepada lelaki itu.
Dan mereka akan menjaga
cinta itu selama Tuhan mengizinkan mereka. Sampai di suatu titik jantung mereka
akan berdebar satu sama lain untuk saling setia.
Bukan lagi jantung Rangga,
tetapi jantung Reno. Bukan lagi mencintai kenangan, tetapi mencintai kesempatan
yang dihadiahkan Tuhan kepada mereka berdua.
Bersambung ke Part 17 ( epilog) ---> story about Diandra & Axel
aku coment pertama lg...
BalasHapusmakasii postingannya mbak santhy :)
penasaran sama axel dan diandra :D
Happy ending ya hihi suka deh ...
BalasHapusBener2 dimanjain nih hari ini ma mb Santhy thanks mb :)
tinggal Epilognya yuhuuu
mbak san, di paragraf ini nama renonya salah hehe
BalasHapus“Aku.... sesungguhnya aku masih tak rela aku selalu merasa bahwa cintaku kepada Reni yang ...
makasih
BalasHapuswaaah nanti epilognya tentang diandra dan axel asyiiik.aku kagum sama diandra dia tegar banget :')
BalasHapushuffff akhirnya berakhir juga kisah cinta Nana Reno
BalasHapustinggal Diandra Axel apa mereka jadi sepasang kekasih atau malahan kakak adik ???
terima kasih mbak shanty
di tunggu crush in rush
*kecuub basah*
jujur aku disini lebih suka ke Diandra dri pda nana, aku sedih bayangin diandra, dia merelakan semuanya walau hatinya hancur, moga diandra bisa membuka hatinya buat Axel ^_^
BalasHapussetuju...
Hapuswhoa udah mau tamat yach..tq mba shanty...
BalasHapusMksh mb santhy, puas bngt hr ini coz dpt update reno, jason plus cerita baru yg bikin penasaran.
BalasHapusAkhirnya reno, diandra bs bahagia:-)
ya walaupun mungkin diandra bahagia dengan pilihannya, kok tetep nyesek ya mbak shanty liat diandra merelakan reno...hiks..hiks..hiks...
BalasHapuskeknya Diandra udah mulai membuka hati buat Axel. ....menanti dengan sangat tidak sabar buat epilognya part diandra and Axel. Kan Sannnn, buat another story nya dunks buat Axel and Diandra aja, hehehehehe
BalasHapuswah dah ending ya :) lega bgt liat reno am nana bersatu.
BalasHapusIh ngk sabar epilognya kak san
higz higz sedih.. 1 lagi tamat aja :'')
BalasHapusjangan lama2 ya mbak hehe
Yeaaai bersatu deeh
BalasHapusHihihihi
Tapi kasian ama diandra, semoga bahagia jg ama Axel deh
Makasih mb santhy :))
Yeee udah di post, makasih mbak Santhy hehe :D
BalasHapusada kata Bersambung ke Part 17 ( epilog) ---> story about Diandra & Axel nggak sabar menantiii :D
Akhirnya d posting jg,hehehee
BalasHapusAkhirnya bersatu jg nana n reno,slamat ya,tggl ngu epilog ajh
º°˚˚°º♏:)Ą:)K:)Ä:)§:)Ǐ:)♓º°˚˚°ºea mba san
Hwaaaaaaa :'( menurut aku ini novel yg paling mengharukan dr smua novel2 karya mba Santhy :'( banyak pengorbanan nya huhuuuuu tiap baca novel ini pasti aja bawaannya pengen nangis :'( makasih mba udah d post #hug
BalasHapusAh, ada typo tadi mba Santhy. Nama Reni nyempil di atas. hehe
BalasHapusAku suka, ini mengharukan. Terkesan banyak konflik padahal sebenernya cuma konflik sederhana yang dibuat menjadi rumit. Haha *sotoy!
Jadi inget lirik ini, 'Saat kau rasa pasir yang kau pijak pergi. Akulah lautan memeluk pantaimu erat. Aku Ada'.
Reno yang hadir untuk Nana setelah kepergian Rangga.
tuh kan trnyata si diandra masih cinta sama reno tp karna jantung reno itu punya kakaknya jdi dia berusaha buat mengalah untuk nana
BalasHapusga sabar nunggu epilog
semoga diandra juga bisa bahagia ya dg jodohnya dia yg diberikan oleh mba santhy hihi
Saya baca awal nyesek kalo baca ini,selalu kasian sama diandra, tapi akhirnya ada kebahagiaan buat diandra, -̶̶•-̶̶•̸Ϟ•̸Ŧђąηk.{^⌣^}.¥ou•̸Ϟ•̸-̶̶•-̶. Mba san
BalasHapus\(^o^)/
BalasHapusakhrx selesei juga ceritanyaaa..
tinggl tunggu CIR aja lg..
mksh ya, mbak san.. *peluk n cipika cipiki*
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMakasiiih mbak santiii :)
BalasHapusDtnggu nih cerita tntang diandra sama axel.x
Pnsaran bgt.
Aq suka sma krakter axel. Hehee
gk sabar nungguin kisahnya diandra dan exel...
BalasHapusthanks mba shanty....
wah sudah mau habis ceritanya :) heheheh
BalasHapusgak sabar tunggu epilog nya :)
terima kasih mba sant :)
makasih ya mba san , ya ampun aku terharu banget sama akhir ceritanya . akhirnya nana menemukan cinta sejatinya lagi, setelah dulu pernah ditinggalkan oleh cintanya.
BalasHapushhu, aku tunngu epilognya diandra sama axel ya mba :D
diandra keren deh pokoknya, pokoknya semuanya pada keren deh hatinya hhe
Makasih y mbk ats crtanya,akhirnya,smua ga sedih mski psti Diandra brt bt ngelepasin Tp ada axel,happy ending deh,d tgg deh Epilognya
BalasHapussya jtuh cintax mlah sma Axel.... andaikn bs dpesan pngen deh pesan yg sprt dy (bnr2 romantis.mengayomi.prhatian....pas satu paket) hhehhe..
BalasHapusaaaaaaaaaaahhhhh akhir'y happy end juga :-)
BalasHapusAaaaaaaa mba san akhirnya happy ending :)
BalasHapuska santy aku suka banget sama tulisan" kaka
BalasHapusapa lagi cerita yang satu ini ,bikin konflik banget apalagi kalau dari sudut pandang diandra
tapi aku kagum banget sama tokoh diandra ini, dia tegar dan bisa jadi motivasi
jadi pengen kaya diandra terkecuali kisa cintanya hhe